Senin, 06 Agustus 2012

Ramadhan, Bulan Kebangkitan Ekonomi


Ramadhan, Bulan Kebangkitan Ekonomi
Oleh Rahma Suci Sentia

Ramadhan dan consumption- transfer
Tanpa disadari, ramadhan dan ekonomi islam merupakan dua hal yang saling terkait. Ramadhan yang menjadi momen ketika seorang hamba harus menahan diri dari rasa lapar, haus, serta menjauhkan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa merupakan masa ketika semua umat muslim di muka bumi secara serempak meminimalkan tingkat konsumsi sehingga berkurang secara agregat (keseluruhan ). Gunanya untuk mewujudkan consumption- transfer dari kelompok kaya ke kelompok miskin sehingga proporsi konsumsi kelompok miskin dalam konsumsi agregat akan meningkat. Pembagian ‘kue ekonomi secara adil’ pun terwujudkan. Sebuah keadilan yang diidamkan dan   akhirnya mewujudkan masyarakat yang madani. Tidak akan terdengar kata ‘lapar’ dari rumah-rumah kumuh. Apalagi berita kematian karena gizi buruk. Semua terpenuhi kebutuhannya.
Ramadhan dan consumption- switching
Ramadhan pun ‘memaksa’ seseorang untuk lebih beretika dalam mengkonsumsi. Berlebih-lebihan, boros, dan menggunakan barang-barang tidak ber-etika mulai dari alkohol, rokok, hingga DVD porno.  Bukan hanya konsumsi barang/jasa ‘haram’ itu saja,bahkan seorang muslim akan terkontrol dari  konsumsi barang-barang tidak bermanfaat yang selama ini terlihat seolah menyenangkan atau bermanfaat. Contohnya saja, berkurangnya konsumsi menonton tanyangan gosip atau film-film asing/ korea yang sekarang lagi mengerogoti anak muda bahkan seorang aktivis sekalipun.


Ramadhan dan penjauhan diri dari riba  (interest)
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya."(Al-baqarah:279)

Jika seorang hamba telah mengurangi dan menjaga diri dari konsumsi yang tidak bermanfaat sedikitpun di mata Allah, tentu ia pun harus menyadari bahwa diantara konsumsi-konsumsinya yang dimilkinya sekarang mungkin saja masih ‘kotor’ karena bergumul dengan riba atau bunga. Baik itu bunga yang ia dapatkan karena ia menginginkannya sejak awal atau ia dapatkan tanpa ia minta. Atau bisa jadi ia tidak pernah mengambil ‘riba/ bunga tapi uang yang gunakan digunakan untuk transaksi riba. Misal, seseorang yang menabung di bank konvensional tapi ia tidak mengambil bunga bank-nya. Akan tetapi, patut disadari ia telah membantu perkembangan transaksi haram yang bernama ‘riba’ itu sendiri. Jika ia tak bisa dihindari dan benar-benar tidak ada pilihan lain, boleh jadi contoh si pelaku tadi dibenarkan. Akan tetapi, di masa dimana perkembangan ekonomi syariah sedang menuju titik puncaknya dengan berbagai fasilitas yang tidak kalah jauh bahkan lebih baik dari lembaga keuangan konvensioanl, apakah kita masih harus membuat alibi bahwa ‘tidak ada pilihan lain?’
 Ramadhan sebagai proses pendekatan diri seorang hamba kepada khaliqnya mengharuskan seorang hamba berada di dalam kondisi menerima fitrahnya dan tidak menyalahinya. Riba (interest) yang termasuk dalam tujuh dosa besar selain syirik sudah seharusnya ditinggalkan oleh setiap hamba karena apa artinya ibadah puasa, tarawih, sedekah, tilawah quran yang dilakukan jika harta seseorang masih mengandung hal yang dilaknat Allah dan menjauhkannya dariNya, yaitu riba (interest). Maka, jauhilah riba (penggunaan bunga dalam transaksi)!!!

Ramadhan dan income-transfer

"Seutama-utamanya shadaqah, adalah di bulan Ramadhan." Demikian sabda Rasulullah Saw (HRTirmidzi)
 Di dalam ilmu cost management, dikenal istilah  transfer pricing dalam suatu organisasi atau perusahaaan. Sebuah langkah transfer biaya diantara divis-divisi perusahaan  yang bisanya dilakukan perusahaan untuk menekan biaya di dalam produksi atau operasi dan meningkatkan profit perusahaan secara keseluruhan. Sebenarnya, tidak hanya sebuah perusahaan yang dapat melakukan langkah ini, sebah negara pun dapat mengatasi masalah perekonomian dengan cara ini. Cara ini dikenal dengan transfer pendapatan. Akan tetapi, sayangnya negara kita dan hampir keseluruhan negara belum menerapkan cara ini dengan benar. Cara yang benarr itu dinamakan sedekah-sebuah instumen filantropi di dalam islam baik yang bersifat wajib seperti zakat  ataupun sunah- Dengan instrument filantropi yang mentransfer pendapatan orang kaya ke orang miskin, maka permintaan barang dan jasa orang miskin akan meningkat. Jika seorang ekonom mempelajarinya lebih dalam dengan setumpuk rumus dan model ekonomi dan analisisnya, ia akan dapat mendapati bahwa pendapatan sebuah negara akan bergerak  tumbuh dengan cepat dikarenakan multiplier effect dari konsumsi orang miskin yang justru mengembangkn pertumbuhan ekonomi di setor riil.
Dan kesemua rumusan yang mungkin membingunkan itu, akan kita dapati dan semakin dirasakan efeknya ketika dibulan ramadhan. Sepelit-pelitnya orang pun, pasti ia tidak akan meyia-nyiakan waktu untuk bersedekah.  Belum lagi zakat fitrah yang pasti wajib dibayar oleh setiap hamba sebelum menyambut Id Fitri. Dan zakat maal yang biasanya dirapel kaum berkemampuan untuk membayarnya di bulan ini.

Ramadhan dan knowledge-economy
 Negara seperti India dan China yang semakin ditakutkan bangsa Eropa dan Amerika, lahir dengan kekuatan dan keunggulan kompetitif yaitu unggul berbasis pengetahuan.  Ekonomi mereka maju dengan teknologinya karena mereka belajar dan beramal secara kontiniutas. Mereka membuktikan bahwa  bukan negara dengan sumber daya alam yang melimpah yang  akan jaya dan kaya, tapi negara dengan pengetahuan luas dan SDM yang cerdasa lagi berkualitas.
Ramadhan merupakan masa dimana hamba diharuskan banyak belajar dan memahami hakekat ilmu. Dengan puasa ilmu akan mudah dipahami. Ini dikarenakan  filter iman dan taqwa-input sekaligus ouput dari ramadhan- ini menyerang langsung fitrah akal ilmiah dan firah dari manusia.  Disaat kondisi ini pula, manusia akan diberi pemahaman yang lebih baik terhadap nilai dan ajaran agama yang akan berpengaruh signifikan terhadap variabel-variabel ekonomi yang penting seperti konsumsi, tabungan dan investasi, lapangan kerja dan produksi, serta distribusi pendapatan. Manusia pun akan berkutit dengan teori ekonomiyang mengatakan sumber daya alam itu terbatas sedangkan kebutuhan manusia tidak terbatas. Dengan memperdalam ilmu agama, mereka akan diilhami pengetahuan bahwa konsumsi manusia ada batasnya sedangkan sumber daya alam ini tidak ada batasnya karena Allah telah menjamin kecukupan segala isi bumi dan langit untuk hamba-hambanya.


REFERENSI
1.        Alquranul karim
2.       Tulisan Yusuf Wibisono (Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) FEUI) dimuat di Koran Tempo, Selasa, 25 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar