Diajukan
untuk Pemiihan Mahasiswa Berprestasi tahun 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Penanggulangan
kemiskinan di Indonesia merupakan masalah kompleks dan multidimensional,
mengingat komposisi penduduknya yang beragam status sosial dan ekonomi serta
geografis yang tersebar. (Gatra, 2010) Perlu upaya yang serius dan berkelanjutan untuk menanggulangi kemiskinan
ini. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah tengah berusaha mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui Triple
P Strategy: Pro Growth, Pro Poor, Pro Job yang digulirkan sejak awal berdirinya Kabinet Indonesia
Bersatu I hingga kini. Di
awal Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, Pemerintahan SBY pun telah mengokohkan komitmennya di
Indonesia melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 termasuk
didalamnya penanggulangan kemiskinan secara berkeadilan berbasis
pemberdayaan usaha mikro dan kecil.
Namun, faktanya seratus tahun keberadaan lebih dari 75 ribu kredit mikro di
Indonesia dengan bank BRI sebagai simbol utamanya, sehingga menempatkan negeri ini
sebagai laboratorium keuangan mikro dunia yang terpenting, tidak menghasilkan
penurunan riil kemiskinan (Tika, 2010). Hal ini bisa saja dikarenakan pola
pembiayaan belum dilakukan sesuai dengan kondisi sosial, geografis, dan ekonomi
Indonesia.
Upaya-upaya untuk memastikan kondisi
pembiayaan mikro yang ideal dan sesuai dengan masyarkat Indonesia merupakan
sesuatu yang penting. Apalagi, pembiayaan
mikro merupakan topik yang diperbincangkan secara luas di dunia karena
merupakan penyokong utama UMKM yang terbukti menyelamatkan ngara-negara di
tengah krisis ekonomi.
Banyaknya
lembaga pembiayaan mikro mulai dari institusi pemerintah, lembaga formal
keuangan mikro hingga lembaga non formal telah menjdi alternatif pembiayaan
mikro yang keberadaannya menyesuaikan kebutuhan masyarakat lingkungannya.
Selain itu, kini pun hadir lembaga pembiayaan mikro yang berbasiskan syariah
seperti BPRS dan BMT. BPRS merupakan BPR yang dioperasionalkan sejarah syariah.
Sedangkan BMT walaupun sebagian BMT nya berada di bawah mentri koperasi dan
dianggap serupa dengan koperasi tapi
sebenarnya memiliki pola yang tidak hanya berbeda secara syariah tapi
juga berbeda dari aspek lainnya.
Kondisi masyarakat Indonesia yang
mayoritas berada di kalangan menengah ke bawah serta masyarakat muslim yang
mencapai 88 % penduduk menjadikan pembiayaan seperti BMT cocok diterapkan.
Bagaimanapun
juga, penulis cenderung mendefinisikan kondisi pembiayaan mikro ideal secara
sederhana sebagai suatu kondisi dimana masyarakat
terutama kalangan menengah kebawah dan unbankable
dapat mengakses dengan mudah, adil, dan meringankan, mendapatkan pelayanan dan tidak memiliki potensi permasalahan atau
menyusahkan di masa depan.
Kegagalan dalam mengelola pembiayaan mikro ini akan memberikan akibat buruk yang sangat
besar. Ia akan menurunkan standar hidup (living standards), dan meningkatkan
risiko ekonomi, serta ketidakstabilan keuangan. Namun,
hal yang paling berbahaya adalah kondisi ini akan menghambat upaya
penanggulangan kemiskinan dan berpotensi meningkatkan jumlah orang miskin
Indonesia.
Terlepas dari semua itu, hal yang sangat ironis menurut penulis
adalah meskipun banyak pihak tahu bahwa
peran pembiayaan mikro dalam
menanggulangi kemiskinan sangat
besar, banyak pihak yang belum terlalu mementingkan kondisi pembiayaan mikro ini sendiri. Baik di kementrian
keuangan maupun media, sangat jarang terdengar kajian pembiayaan mikro. Oleh karena itu, penulis
sangat tertarik untuk meneliti bagaimana
peran pembiayaan mikro syariah Baitul Maal wat
Tamwil dalam
menanggulangi kemiskinan Indonesia,
kondisi pembiayaan mikro di Indonesia, menganalisis akar permasalahannya,
dan mencari solusi atas permasalahan tersebut.
Rumusan masalah
penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah peran BMT dalam penanggulangan
kemiskinan Indonesia?
b. Bagaimanakah assesment pembiayaan mikro Indonesia?
c. Apa risiko yang ada pada kondisi tersebut?
d. Apa sumber permasalahan utama kondisi
tersebut? dan
e. Apa solusi yang bisa ditawarkan terhadap
permasalahan tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui:
a. Peran Islamic
Microfinance BMT dalam penanggulangan kemiskinan Indonesia,
b. Assesment
pembiayaan mikro Indonesia,
c. Risiko yang ada pada kondisi tersebut,
d. Sumber permasalahan utama kondisi tersebut,
dan
e. Solusi yang bisa ditawarkan terhadap
permasalahan tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat
dilakukannya penelitian ini, di antaranya adalah:
a. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini bisa
dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk merumuskan penanggulangan
kemiskinan Indonesia
b. Bagi dunia keilmuan, terutama dunia
mahasiswa, penelitian ini bisa dijadikan sebagai salah satu pemicu ataupun role
model kontribusi mahasiswa bagi bangsa Indonesia.
1.5 Sistematika Penulisan
Karya tulis ini terdiri dari lima bab. Bab I
merupakan Pendahuluan, yang menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, serta metode penulisan
makalah. Bab selanjutnya, Bab II,
merupakan Tinjauan Pustaka. Pada Bab
ini, dijelaskan beberapa teori yang sangat berkaitan dengan tema penelitian
ini. Teori ini berkisar dari teori peran dan fungsi BMT,
teori Pembiayaan Mikro Syariah dan teori kemiskinan.
Bab III merupakan Metode Penulisan.
Pada Bab ini dijelaskan sifat penelitian, teknik pengumpulan dan pengolahan
data, serta teknik pengambilan kesimpulan dan perumusan rekomendasi.
Bab IV merupakan inti, yaitu
pembahasan. Pada Bab ini dibahasa kondisi pembiayaan mikro di Indonesia
ditinjau dari berbagai indikator. Lalu
dari kondisi tersebut diambil kesimpulan apa permasalahan pada pembiayaan
mikro Indonesia dan diakhiri dengan solusi atas permasalahan
tersebut.
Terakhir Bab V, merupakan penutup. Berisi
kesimpulan dan saran, serta pernyataan keterbatasan penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Peran dan Fungsi BMT
Pengertian
Baitul Maal wa Tamwil adalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang dioperasikan
dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam membela
kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari
tokoh – tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang
berintikan keadilan (PKES, hlm.24, 2006). BMT
bukan hanya sebuah lembaga yang berorientasi bisnis, tetapi juga sosial,
lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Oleh karena itu
BMT menjadi harapan bagi masyarakat atau UKM untuk mendapatkan pembiayaan.
Dalam beberapa operasional BMT, LKMS tersebut juga melakukan pemberdayaan umat. ( www. Damandiri.or.id)
BMT adalah lembaga yang memberikan dukungan terhadappeningkatan
kualitas ekonomi pengusaha mikro dan pengusaha kecil bawah berlandaskan system
syariáh. Lembaga ini terdiri dari dua bagian yang disebut dengan Baitul Mal (membangun dari sisi sosial) dan Baitul Tamwil
(membangun dari sisi sosial) Baitul mal
adalah lembaga yang kegiatannya menerima dan menyalurkan dana zakat, infaq dan
sadaqoh. Sedangkan Baitul Tamwil mengembangkan usaha produktif dan investasi
dalam meningkatkan kualitas usaha ekonomi pengusaha kecil bawah dan mikro
diantaranya dengan cara memotivasi kegiatan menabung dan pembiayaan usaha
ekonomi. Sedangkan apabila dilihat dari status badan hukumnya, BMT merupakan
organisasi keuangan informasl dalam bentuk Kelompok Simpan Pinjam (KSP) atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
(Mohammad, 1989:17-18).
BMT mempunyai
peraan penting dalam:
- Menjauhkan masyarakat dari prakterk ekonomi non syariah
- Melakukan pembinaan dan pendanaan usahan kecil
- Melepas ketergantungan pada rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam meneyediakan dana segera.
- Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata
- Meningkatkan jumlah pengusaha dari kelompok mikrodan menengah
- Mewujudkan pemberdayaan masyarakat berbasis lokal dan komunitas
2.2 Teori Pembiayaan Mikro
Menurut definisi yang dikeluarkan
Micro Credit Summit (1997), Keuangan Mikro
adalah
" Program pinjaman uang terhadap keluarga miskin untuk digunakan sebagai
usaha yang memberikan hasil dan income dalam memenuhi kebutuhan pribadi dan
keluarganya "
Definisi ini jelas menyatakan yang berhak untuk
mendapatkan pinjaman tersebut adalah keluarga miskin dengan prinsip pinjaman,
tanpa pengecualian apakah si miskin nanti dapat memenuhi dan melunasi hutang
atau tidak. Dalam sumber lain yang menjelaskan tentang micro finance disebutkan
bahwa " keuangan mikro (microfinance)
meliputi pinjaman, tabungan-tabungan, asuransi, layanan transfer, dan berbagai
produk keuangan yang ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah
(low-income clients). Micro finance
memiliki cakupan lebih luas dari micro credit karena dalam membantu
permasalahan masyarakat miskin tidak terbatas pada aspek pinjaman saja
melainkan juga aspek tabungan, asuaransi dan jasa keuangan lain . Sedangkan
limit dari keungan mikro berkisar dari 0-5 juta.
2.3 Teori Pembiayaan Mikro
Syariah
Dalam
Albaqarah 273, Allah berfirman:
Menurut Imam Nawawi ayat ini menjelaskan
bahwa orang miskin tidak akan meminta-minta karena mereka memiliki rasa Iffah atau self-esteem yang membuat mereka tidak akan menghinakan diri dengan menjadi
pengemis.
Dalam
hadist Imam Bukhori dan Muslim memberikan pengertian lain tentang orang miskin,
yaitu orang miskin sebenarnya bukanlah orang yang minta-minta tetapi orang yang
tidak mendapatkan kepedulian dan perhatian dari orang kaya, tidak pula
mendapatkan sedekah darinya sehingga dia dapat memenuhi kebutuhannya. Karena
orang miskin sejati mempunyai martabat sehingga ia tidak
akan
meminta-minta, itulah miskin sesungguhnya yang lebih berhak untuk menerima
sedekah, bukan berarti orang yang minta-minta tidak miskin tetapi tidak
sempurna kemiskinannya
Ayat dan hadist diatas menjadi teori
dasar keuangan mikro dalam Islam mencakup program bantuan charity kepada mereka
yang membutuhkan, dengan kata lain keuangan mikro Islam adalah " program
bantuan sosial kepada orang miskin dilanjutkan dengan memberikan pinjaman modal usaha dan jasa keuangan lainya sesuai
dengan prinsip syariah ". (Mughni,
2008)
Prinsip ekonomi islam meletakkan modal sebagai faktor produksi nomor tiga, setelah manusia
dan alam, bukan merupakan factor produksi nomor satu. Modal sebagai factor
produksi yang ketiga karena orientasi ekonomi dalam Islam adalah manusia, bukan
modal dengan landasan sebagai
berikut:
- Kerja merupakan unsur produksi terpenting, dengannya bumi diolah dan dikeluarkan segala kebaikan dan kemanfaatan hidup.
– “Dia-lah
yang menjadikan kamu sekalian khalifah di muka bumi …”
(QS Fathir : 39)
- Manusia dapat mengorganisasikan faktor-faktor produksi untuk meningkatkan nilai dari barang dan jasa.
– “…dan
yang telah menciptakan kamu dari bumi
dan menyuruh kamu memakmurkannya…” (QS Hud :61)
Oleh karena itu,
dari segi sosial lembaga keuangan mikro syariah LKMS memposisikan failitas
peningkatan skill manusia berada diatas modal sehingga dalam praktek lapangan
pun LKMS bercirikan pengembangan diri nasabahnya.
2.4 Teori Kemiskinan
Kondisi
kemiskinan yang dialami sekelompok masyarakat berbeda beda atau bersifat
heterogen, oleh karena itu perlu dilakukan tingkatan untuk dapat mengetahui
kondisi terparah dari kemiskinan. Tingkatan dari kondisi kemiskinan yang
terdapat dalam masyarakat dapat dikelompokan dalam tiga tingkatan (Sahyuti,
2006 : 95), yaitu :
1. Kelompok yang paling miskin (destitute),
merupakan kelompok yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan, tidak
memiliki sumberpendapatan, dan tidak memiliki akses terhadap pelayanan sosial.
2. Kelompok miskin (poor), merupakan kelompok
kemiskinan yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan, namun masih
memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar
3. Kelompok Rentan (vulnerable group) merupakan
kelompok miskin yang memiliki kehidupan yang lebih baik, namun mereka rentan
terhadap berbagai perubahan sosial disekitarnya..
Menurut
Kuncoro (2000: 107) yang mengutip Sharp, penyebab kemiskinan adalah:
1.
Secara mikro kemiskinan minimal karena
adanya ketidaksamaanpola kepemilikan
sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.
Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan
kualitasnya rendah;
2.
Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas
sumberdaya manusia. Kualitas
sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang
pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya
ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya
diskriminasi, atau karena keturunan
3.
Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga
penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan
(vicious circle poverty). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan
pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas
sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima.
2.5 Teori Keuangan
Islam
Teori Keuangan Islam
didasarkan pada larangan 'riba. 'Riba
dilarang dalam segala bentuk dan maksud [1]. Dengan
demikian, tujuan utama keuangan Islam dan perbankan adalah untuk memberikan
masyarakat Muslim dengan alternatif Islam etis untuk sistem perbankan
konvensional yang didasarkan pada 'riba ([15] Ziauddin, 1991).
Riba
'dapat dibedakan paling tidak dua jenis utama, yaitu kredit riba (riba'
al-nasi'ah) dan surplus riba (riba 'al-fadl) ([2] Az-Zuhayli, 2006). Kredit riba 'adalah keterlambatan
dalam penyelesaian utang jatuh tempo, tanpa memandang apakah hutang pokok
penjualan atau pinjaman. Muslim
ahli hukum mendefinisikan 'riba al-nasi'ah di pinjaman membawa kepada pemberi
pinjaman tetap kenaikan setelah selang waktu, atau perpanjangan waktu selama
periode tetap dan peningkatan kredit melalui kepala sekolah. Di sisi lain, surplus riba (riba
'al-fadl) adalah penjualan barang serupa dengan perbedaan di jumlah dalam enam
kategori kanonis dilarang barang: emas, perak, gandum, jelai, garam, dan
tanggal kering. Ini 'riba adalah
dengan cara kelebihan atas dan di atas jumlah komoditi maju oleh pemberi
pinjaman kepada peminjam.'Riba juga ada jika ada baik ketidaksetaraan atau
keterlambatan dalam pengiriman barang yang ditawarkan.
Seperti yang dijelaskan oleh [11]
Qureshi (1991), Imam Fakhruddin Razi dalam bukunya al-Tafsir al-Kabir
menekankan bahwa pada dasarnya ada tiga alasan etis untuk melawan hukum dari
'riba. Alasan pertama adalah
dimana kreditur dapat memastikan pendapatan dari bunga yang dibayarkan oleh
debitur yang akan mengarah pada eksploitasi dan hidup dalam keadaan berkurang
yang merupakan ketidakadilan besar.Pengisian kelebihan atau surplus dalam
pertukaran satu komoditas terhadap yang lain akan mengarah pada eksploitasi
terhadap peminjam.Peminjam harus membayar kembali bunga di atas kepala sekolah. Ini akan membuat pemberi pinjaman
lebih baik dengan mengorbankan peminjam.Selain itu, kecaman keras transaksi
berbasis bunga ini dimaksudkan untuk menegakkan keadilan dan melindungi
kelompok miskin (yaitu peminjam).
Dengan kata lain, bunga atau riba
'mendukung kemungkinan untuk menumpuk kekayaan di tangan beberapa, dan dengan
demikian hal itu menunjukkan kekhawatiran bahwa manusia akan sesama manusia
menurun.
Kedua, karena kepentingan atau 'riba yang telah ditentukan dan kreditur yang pasti untuk menerima bunga yang dikenakan, mungkin mencegah kreditur dari yang terlibat dalam pekerjaan apa pun karena hal ini tentunya mudah untuk menerima pendapatan dari bunga pada pinjaman ([11] Qureshi , 1991). Dalam situasi ini, kreditur belum melakukan upaya apapun atau menjalani segala kesulitan dalam memperoleh pendapatan dan ini akan menghambat perkembangan urusan duniawi. Akhirnya melawan hukum riba 'adalah karena adanya akhir simpati bersama, goodliness manusia, dan kewajiban karena praktek riba' dapat menyebabkan meminjam dan pemborosan ([11] Qureshi, 1991).[1]
Kedua, karena kepentingan atau 'riba yang telah ditentukan dan kreditur yang pasti untuk menerima bunga yang dikenakan, mungkin mencegah kreditur dari yang terlibat dalam pekerjaan apa pun karena hal ini tentunya mudah untuk menerima pendapatan dari bunga pada pinjaman ([11] Qureshi , 1991). Dalam situasi ini, kreditur belum melakukan upaya apapun atau menjalani segala kesulitan dalam memperoleh pendapatan dan ini akan menghambat perkembangan urusan duniawi. Akhirnya melawan hukum riba 'adalah karena adanya akhir simpati bersama, goodliness manusia, dan kewajiban karena praktek riba' dapat menyebabkan meminjam dan pemborosan ([11] Qureshi, 1991).[1]
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Metode
Penulisan
Penulisan yang
bersifat kualitatif ini pada dasarnya merupakan suatu metode yang
holistik, yang
memadukan analisis data dengan aspek-aspek yang terkait. Berbagai permasalahan yang ada didiskusikan
berdasarkan teori untuk selanjutnya dianalisis dan dibuat kesimpulan yang
relevan dengan pembahasan.
3.2 Pengumpulan
Data
Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur. Data yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder. Data
sekunder ini berasal dari buku-buku,
jurnal, media massa, laporan kementrian
(pemerintah), serta berbagai literatur
dari internet yang berhubungan dengan
kemiskinan, pembiayaan mikro, dan hal-hal yang relevan dengan
permasalahan yang dikaji dalam makalah
ini. Buku-buku maupun jurnal yang digunakan dalam penelitian ini didapat
dari Perpustakaan FEUI, Jurnal on-line, serta koleksi pribadi.
3.3 Pengolahan Data, Pengambilan Kesimpulan, dan
Perumusan Rekomendasi
Pengolahan data
dilakukan dengan melakukan analisis tren dan proporsi melalui grafik. Lalu
kemudian dibandingkan dengan teori
sehingga didapat kesimpulan. Perumusan rekomendasi
dilakukan dengan melakukan analisis akar permasalahan dan memberikan rekomendasi
yang menyentuh akar permasalahan tersebut.
3.4 Sifat dan
Bentuk Laporan
Sifat dan bentuk laporan
yang akan disajikan adalah bersifat deskriptif dan analitis. Deskriptif karena
karya tulis ini berusaha menjelaskan dan memberi gambaran pentingnya BMT sebagai pembiayaan mikro
syariah bagi penanggulangan kemiskinan
di Indonesia. Analitis karena berusaha menilai kondisi pembiayaan mikro
Indonesia dan mencari akar permasalahan, serta solu
BAB IV
PEMBAHASAN
Sampai
tahun 2011, terdapat 13,33 % penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan
nasional, atau dengan kata lain, terdapat 30, 02 juta rakyat Indonesia yang hidup dengan
pendapatan di bawah US$1,5 (PPP) per hari.
Grafik 1: Grafik
Komposisi Orang Miskin di Indonesia di tahun 2011
Sumber : BPS
BMT menanggulangi
kemiskinan melalui pemberdayaan kepada UMKM khususnya kelompok dibawah garis
kemiskinan dan di batas garis kemiskinan, yaitu dengan melakukan tiga kegiatan
sebagai berikut :
- Pembiayaan
Pedagang kecil ataupun masyarakat menengah ke bawah dalam memperoleh dana pembiayaan untuk memperluas usahanya ataupun membangun usaha baru bagi masyarakat menengah ke bawah relatif sangat sulit, maka BMT mampu menjangkaunya untuk memperoleh pembiayaan yang diberikan oleh BMT tanpa menghilangkan unsur kehati-hatian dalam penyaluaran pembiayaannya.
- Pembinaan
Pedagang Kecil dan masyarakat menengah ke bawah dalam melakukan usahanya dan agar mampu mempertanggungjawabkan pembiayaannya, maka BMT sering kali memberikan pembinaan kewirausahaan maupun pengelolaan keuangan. Bentuk pembinaan dapat dilakukan dengan cara mengadakan seminar ataupun pelatihan. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan keterampilan yang dimiliki oleh penerima pembiayaan. Dalam program pembinaan ini, BMT dapat melakukan pembinaan pelatihan kewirausahaan untuk masyarakat umum, hal ini akan dapat meningkatkan nilai positif bagi masyarakat umum sekaligus membangkitkan semangat berwirausaha kepada masyarakat umum. Dengan demikian program pembinaan dapat memberikan peningkatan jumlah penyaluran dana BMT dengan meningkatnya jumlah penerima pembiayaan yang telah mendapatkan pembinaan terlebih dahulu.
- Pemasaran Produk / Jasa
Untuk membantu kelancaran usaha dari penerima pembiayaan dan
menjawab kerisauan para anggota penerima pembiayaan, maka BMT dapat melakukan
bantuan kepada penerima pembiayaan usaha tersebut dengan cara menghubungkan
antara penjual dan pembeli bahan baku yang tergabung dalam penerima pembiayaan.
Dan bahkan BMT dengan bekerja sama dengan lembaga bisnis dalam lingkup usaha
besar mampu melakukan pemasaran kepada masyarakat luas terhadap hasil usaha
penerima pembiayaan.
Dengan
demikian BMT secara aktif mampu menuntaskan kemiskinan dan berhasil menggerakan
sektor riil, kegiatan BMT dengan program CSR secara nyata telah membangun suatu
masyarakat apalagi masyarakat tersebut merupakan daerah operasional BMT
tersebut berada. Dengan adanya BMT yang
secara aktif melakukan program CSR dalam pembangunan berkelanjuatan
(sustainable development) dengan pemberdayaan masyarakat atau UKM tentunya
dapat menghidupkan sektor riel.
Pengaruh BMT secara nasional memang
belum bisa dirasakan karena berdasar data Perhimpunan BMT Indonesia, dilengkapi
pencermatan atas data Pinbuk, data kementerian koperasi, maka diperkirakan ada
sekitar 3.900 BMT yang operasional sampai dengan akhir tahun 2010 (http://permodalanbmt.com, Oktober 2011). Jumlah ini masih jauh sedikit jika
dibandingkan dengan total LKM (lembaga keuangan mikro) yang saat ini tercatat sekitar 61.000 LKM pada 2011 yang
tersebar di Indonesia, angka ini hampir mendekati jumlah 75.000
desa di negeri ini. (http://www.neraca.co.id, Januari 2012)
Penelitian mengenai pengaruh BMT
secara nasional dalam penanggulangan kemiskinan belum banyak yang dilakukan
dengan data terbaru. Dari penelitian yang ada disimpulkan bahwa BMT sangat diperlukan pengusaha kecil
mikro.[2] dilihat dari
prosedur pembiayaan dan
jangkauan pelayanannya yang
sangat efektif dalam melayani kebutuhan pembiayaan
modal kerja jangka
pendek.
Penelitian BMT lain menghasilkan pendapatan
bisnis rata-rata, laba, asset awal dari nasabah yang bergabung adalah Rp. 3,434,120.10, Rp. 803,379.90, dan Rp. 10,002,598.04, masing-masing, dan
dalam kondisi terakhir (saat penelitian dilakukan) itu meningkat menjadi Rp. 7,742,279.41, Rp. 1,877,972.79, dan Rp. 25,854,341.67, masing-masing.[3]
Tingkat non-performing
financing (NPF) atau tingkat pembayaran hutang juga merupakan indikator penting
dari efektivitas pembiayaan. Rendahnya
NPF atau tingginya tingkat pembayaran menunjukkan bahwa pembiayaan BMT efektif
dalam mengembangkan usaha mikro
nasabah.Nasabah yang mampu mengembangkan bisnis mereka
akan memperoleh keuntungan dan selanjutnya mereka dapat membayar kembali modal
serta bagian laba atau mark-up untuk BMT.
Tingkat NPF dari BMT (2002-2005) masih
kurang dari 5 persen atau tingkat pengembalian lebih besar dari 95 persen.. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan
BMT masih efektif.[4]
Hasil di atas
menunjukkan bahwa pembiayaan BMT mampu meningkatkan kinerja bisnis nasabah efektif. Ini merupakan bukti bahwa Islam
pembiayaan mikro dapat diterapkan untuk mengembangkan nasabah. Hal
ini sesuai dengan temuan [20] Ramadhan (1997) di mana pembiayaan Islam (profit
loss sharing) telah berhasil dalam melayani kebutuhan pembiayaan dari nasabah.
Selain itu, pembiayaan BMT tidak
hanya meningkatkan kinerja bisnis nasabah, tetapi juga meningkatkan pendapatan
rumah tangga dari nasabah. Pendapatan
rumah tangga dari nasabah
pada saat pertama mereka bergabung BMT berbeda secara signifikan dari kondisi
terakhir ketika survei dilakukan. Yang
rata-rata pendapatan rumah tangga meningkat dari Rp. 893,041.67 ke Rp. 2,150,813.7 per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan
rumah tangga rata-rata meningkat lebih dari 100 persen. Selanjutnya, peningkatan pendapatan
rumah tangga disertai dengan peningkatan tabungan, kemampuan untuk memenuhi
persyaratan kemampuan, dasar untuk membayar biaya sekolah untuk anak-anak
mereka dan membayar biaya perawatan medis dari anggota rumah tangga dan,
apalagi, peningkatan agama kegiatan. Ini berarti bahwa pembiayaan mikro
Islam potensial untuk pengentasan kemiskinan.[5]
4.2 Assessment Keidealan Pembiayaan
Mikro Indonesia
Tidak ada kualifikasi khusus
dan baku dalam meng-assess
pembiayaan mikro yang ideal Selama kualifikasi tersebut bisa mengakomodir
pemberdayaan masyarakat yang terlibat didalamnya dan menjamin tidak akan
mengalami permasalahan dalam menjalankan
fungsinya di masa mendatang, maka indikator tersebut dapat digunakan sebagai
indikator pemberdayaan masyarakat melalui pembiyaan mikro yang ideal. Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan
tiga kualifikasi yakni adanya program peningkatan aset fisik dan modal manusia secara simultan; adanya
lingkungan maksro yang kondusif; kredit
mikro tepat sasaran, murah, mau berbagi risiko secara adil (Tika, 2010)
4.2.1 Kualifikasi 1: Program Peningkatan Aset fisik dan Modal Manusia secara Simultan
Modal finansial tidaklah cukup dalam
mengentaskan kemiskinan seseorang. Dalam meningkatkan aset fisik dan modal
manusia secara simultan diperlukan modal non finansial lainnya. Menurut Friedmen
(2001) diperlukan pengembangan
pada aset, bakat, dan keterampilan individu dan menyalurkan mereka ke dalam
kepemilikan usaha kecil. Selanjutnya,
[9] Goldmark (2001) mengungkapkan bahwa masa depan nasabah mikro tergantung pada layanan yang lebih
luas tersedia, baik keuangan dan non keuangan, di mana pemilik usaha kecil
dapat membangun hubungan dengan bisnis yang lebih besar dan pasar yang lebih
menguntungkan . Layanan yang secara langsung
menargetkan kegiatan pemilik bisnis 'dapat meliputi pelatihan, akses teknologi,
bantuan pemasaran, saran bisnis, pemantauan, dan informasi. Pelayanan ini
dapat diberikan melalui technical
assistance dalam usaha.
Tabel 1 Hambatan
Usaha Masyarakat Mikro dan Menengah Kebawah
Tabel 1
diatas menunjukkan bahwa dalam industri kecil mikro, pengusaha mikro menghadapi
masalah modal sebesar 36%, masalah
manajemen dan produksi 26, 69%, dan diikuti 17, 36% masalah persaingan.
Manajemen produksi, dan persaingan berkaitan erat dengan bagaimana pengusaha
megelola bisnisnya. Pengusaha mikro terutama mereka yang berasal dari kelompok yang paling miskin (destitute), kelompok miskin (poor), serta kelompok rentan (vulnerable group) merupakan
kelompok miskin yang lahir dari penyebab keterbatasan sumber daya. Sumber daya
tersebut tidak hanya modal, tapi yang
paling penting adalah sumber daya manusia (skill).
Lembaga
Keuangan Mikro mayoritas memiliki faslitas pendampingan. Sayangnya, dalam
pengamatan penulis banyak yang masih menjadikannya sebagai attribute/simbol semata. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut
mengenai sejauh mana pendampingan di LKM, alasan utamanya, dan
pengaplikasiaannya di lapangan. Akan tetapi, pada hakikatnya BMT menjadikan
pendampingan adalah hal yang paling utama dan pertama.
Ini mengacu pada
model
asli produksi Solow-Ramsey, mengenai
peran dua faktor penting dalam fungsi produksi, yaitu: modal dan tenaga kerja. Kemudian, model Solow-Ramsey menjelma
dalam bentuk per kapita, yang menunjukkan hubungan antara pendapatan per kapita
dan modal per kapita. Oleh karena
itu, lebih tinggi per kapita modal akan menghasilkan lebih tinggi per kapita
income. Akibatnya, jika tujuannya adalah untuk mengurangi kemiskinan melalui
keuangan mikro program, maka modal menjadi elemen penting untuk keberhasilannya. Namun,
pandangan kita menyimpang dari model Solow-Ramsey asli dalam arti bahwa modal
diperkenalkan berdasarkan prinsip
bagi hasil. Selanjutnya,
agar model ini bekerja, LKM harus memainkan peran dalam menyediakan
modal ini
Lembaga keuangan mikro saat ini yang mengucurkan dananya
sekitar 0-50 juta walaupun sebenarnya dari definisi keuangan mikro sendiri
berkisar 0-5 juta. Dengan rentang
definisi yang luas ini, menyebabkan
lembaga mikro akan lebih suka untuk memberikan pembiayaan yang lebih
besar kepada orang miskin yang telah memiliki usaha yang risikonya lebih kecil.
Ini berbeda dengan
konsep BMT yang dalam meningkatkan aset fisik dan modal manusia pun, BMT tidak
hanya mengucurkan dana kepada mereka yang memiliki usaha produktif dan
memerlukan pendampingan. BMT juga menyediakan
pelayan khusus untuk kelompok sangat miskin (destitute), yang
tidak mungkin langsung dibina dalam kegiatan usaha. Kegiatan
pemberdayaan the pooerst of the poor dilakukan
melalui baitu maal nya.
BMT mengeluarkan mereka yang berada
di kelompok paling miskin (destitute) dan kelompok miskin (poor) agar dapat
memenuhi kebutuhan pokoknya melalui pemberian dana secara cuma-cuma untuk
mereka yang mustahiq zakat atau peminjaman tanpa tambahan/ return yakni qard
ward hasan. Setelah kelompok ini bisa memenuhi kebutuhannya pokoknya, barulah
secara gradual diberikan pembiayaan dengan pengembalian bagi hasil. Sebelumnya,
mereka pun dibina dan disediakan pelatihan untuk meningkatkan skill.
Gambar 1: Analisa Pemberdayaan Masyarakat melalui BMT dalam
Penanggulangan Kemiskinan secara Gradual
Keterangan
:
=Merupakan peran yang dijalankan
baitul maal
=Merupakan peran yang
dijalankan baitul tamwil
Jadi, dalam
memenuhi kualifikasi peningkatan aset fisik dan manusia, LKM tidak hanya harus
menyediakan pendampingan bagi masyarakat miskin yang memiliki usaha saja. Akan
tetapi, disediakan pemberdayaan secara gradual yang mencakupi semua kelompok
miskin mulai dari sangat miskin hingga miskin.
4.2.2 Kualifikasi 2: Lingkungan Makro yang Kondusif
Lingkungan makro yang dimaksud
terdiri dari kebijaan moneter dan perbankan yang berpihak atau setidaknya
netral terhadap sektro riil, kebijakan fiskal dan redistribusi yang berkeadilan
kebijakan perdagangan dan investasi yang tidak memarginalkan kelompok lemah,
kebijakan lingkungan hidup dan pengelolaan SDA yang berkelanjutan, dan
lain-lain. Kebijkan mikro dapat terhapus
manakala kebijakan makro tidak bersahabat (Tika, 2010)
Di awal 2012, ini beredar isu akan dilakukannya pembahasan
RUU-pengetatan LKM oleh Kemenkeu yang sebeanrnya sudah bergulir sejak 2011. Alasanya, keberadaan LKM ini perlu diatur karena saat ini di
pasar ada banyak lembaga keuangan selain bank yang menghimpun dana dari
masyarakat. Pemerintah mengatakan bahwa pengetatan ini berfungsi agar LKM bisa dijalankan dengan tertib dan bertanggungjawab.
Akan tetapi, beberapa ekonom
termasuk ekonom Samuel Securitas, Lana Sulistyaningsih, Aris Yunanto
beranggapan adanya perketatan LKM ini
akan mematikan usaha mikro sendiri karena keberadaannya yang mudah, murah, dan
accesable itulah yang menjadi penunjang bagi kaum miskin
Pemerintah khawatir jika tidak dikendalikan, akan ada bubble dan usaha mikro sendiri yang akan
dirugikan. Tapi LKM adalah ujung tombak kredit mikro yang harus tetap dijaga
keberadaannya.
Apalagi dari sejarahnya, bubble ekonomi
justru terjadi di bank makro bukan LKM karena LKM terutama syariah bergerak di
sektor riil dan memiliki pengembalian yang rata-rata jauh lebih besar dan cepat
dibanding industri bank makro (www.neraca.co.id)
Menurut penulis, hanya dalam skala
besar dan luas, LKM dengan sistem bunga memang berpotensi menciptakan bubble economy dengan asumsi masyarakat
yang dibiayai di sektor ini adalah masyarakat menengah ke bawah, mendapatkan
pembiayaan dengan mudah. Apalagi jika perbandingan suku bunga ditentukan
keadaan makro. Ini sesuai dengan teori keuangan islam yang menjelaskan bahwa bunga
terutama pada kaum miskin justru akan mendorong orang dalam kegiatan meminjam dan pemborosan.
4.2.3 Kualifikasi 3: Reformasi kebijakan dan institusi
yang tepat sasaran, murah, dan mau berbagi secara adil.
Dalam proses reformasi pembangunan
keuangan mikro, hendaknya memiliki karakter massive
outreach, far reaching impact, dan financial sustainaibilty.
Agar mampu menjangkau masyarakat miskin secara luas dan
masif, kredit mikro harus murah.
Banyak rasionalitas ekonomi yang beranggapan bahwa mahalnya kredit mikro secara
umum adalah tingginya tingkat risiko dan besarnya operational cost dari mikro sehingga risiko UMKM yang lebih tinggi
dikompensasi dnegan bunga yang lebih tinggi sehingga terciptalah siklus yang
tidak berujung. Risiko tinggi membawa peluang pada kredit tinggi tetapi dengan suka bunga tinggi membawa pada peluang kegagalan mengembalikan
kredit yang lebih tinggi pula (Tika, 2010)
Akibatnya, sekitar 30,02 juta
orang kelompok yang berada dibawah garis
kemiskinan yang termasuk dalam kelompok
yang paling miskin/destitute dan kelompok
miskin/poor; serta kelompok berada
digaris kemiskinan yakni kelompok rentan makin lemah dan rentan. Hingga, ini melemahkan mereka untuk menjadi wirasahawan
dan memperkecil peluang usahanya berhasil.
Dari segi harga BMT dengan lembaga
keuangan mikro lain bersaing dengan tingkat harga yang hampir sama. Akan
tetapi, tingkat pengembalian BMT jauh lebih besar hampir 95% dibandingkan
dengan lembaga keuangan lain. Hal ini karena pinjaman BMT dalam jumlah yang
kecil 1-5 juta dan adanya pendampingan intensif dari BMT, kontrol bisnis, dan membangun hubungan yang baik merupakan faktor penting
yang tidak dapat diabaikan dalam mencapai efektivitas pembiayaan BMT.
Dengan
tingkat pengembalian hampir yang sama, BMT jauh dianggap lebih murah dan mudah bagi
masyarakat miskin karena prinsip yang digunakan adalah bagi hasil. Bagi
hasilnya pun disesuaikan dengan kondisi usaha nasabah.
Tabel 2: Tingkat Harga (BungaBagi Hasil) Pembiayaan
Mikro
Lembaga Keuangan Mikro
|
PNPM
|
KUR
|
BMT
|
tingkat bunga
|
36% pa
|
20%-22% pa
|
35-38%*
|
*=tingkat bagi hasil disetarakan bunga
|
Sumber: hasil
olahan penulis dari berbeagai sumber[6]
Lain halnya dengan lembaga non
syariah seperti Manajemen PNM terikat dengan suku bunga. Di tahun 2011
ini saja, mereka kesulitan menurunkan
tingkat bunga pinjaman itu. Penyebabnya adalah PNM juga tidak bisa menekan
rasio beban biaya operasional karena selain harus membina masyarakat, mereka pun
dituntut untuk melunasi dana yang diperloleh perbankan
dengan bunga sekitar 14%-17% efektif per tahun. Hal ini dapat merugikan pemberi modal
dan penerima modal. Manakala kredit macet, pemberi modal akan rugi dan tentu
kesulitan untuk menagih kepada mereka yang secara ekonomi tidak mampu. Bagi
penerima modal pun mereka dituntut harus menyetorkan keuntungan kepada pemberi
modal sejumlah modal walaupun mereka sedang dalam keadaan rugi.
BMT dengan asas pengadaan modal investor
dengan tujuan bisnis dan sosial memberi
manfaat sangat signifikan dibanding yang
lain. Dari segi sosial melalui sumber ZISWAF (zakat, infaq, shadaqah, waqaf), ketersediaan
dana tidak menuntut pengembalian (return).
Sedangkan dari segi profit, prinsip bagi hasil menyebabkan investor pun
menerima keuntungannya disaat pengusaha mikro untung. Apalagi tren sekarang ini,
investor yang menanamkan modalnya di BMT telah secara sadar memahami bahwa
tujuan utama mereka menanamkan bukan untuk mendapatan hasil yang tinggi
melainkan lebih pada asas saling membantu kaum papa disekitarnya.
4.3 Permasalahan yang Berpotensi Muncul dari Situasi
Kekinian dan Pemetaan Permasalahan
Berdasarkan penjelasan di atas,
merupakan sesuatu yang sangat wajar apabila penulis menyimpulkan bahwa kondisi pembiayaan
mikro Indonesia tidak ideal untuk
pembiayaan mikro dalam menanggulangi kemiskinan. Jika hal ini tidak segera diselesaikan,
maka kemiskinan akan semakin merambak nantinya.
Hal yang lebih mengkhawatirkan lagi
adalah apabila kondisi ini ini terus
dibiarkan, maka fungsi lembaga keunagan
mikro yang sangat penting dalam
penanggulangan kemiskinan akan terganggu.
Pemerintah akan menghadapi kendala banyaknya kerdit macet dari pembiayaan
diberikan, masyarakat yang
kertegantungan dengan pemberian dana cuma-cuma pemerintah, tidak berubahnya
kesejahteraaan penerima pembiayaan sebelum dan sesudah. Padahal jika seseorang
telah keluar dari garis kemiskinan, mereka akan lebih peduli dengan keadaan
sosial, politik, budaya dan pendidikan sehingga masalah kompleks bangsa dari
berbagai sektor ini dapat dimitigasi secara bertahap. Misalkan di
sektorpendidikan, masyarakat yang telah memiiki kecukupa dari segi pemenuhan
kebutuhan pokok dan telah berada di lingkungan yang mendorong untuk selalu
berusaha lebih baik dengan ilmu yang semakin bertambah akan menyadari arti
pentingnya pendidikan. Sehingga pendidikan dijadikan sebagai bagian dari
kebutuhan. Keluarga tersebut akan mengusahakan pendapatan yang lebih melalui
usaha yang lebih optimal untuk memenuhi target tersebut.
Begitu juga ketika
masyarakat telah mulai terdidik, akan meyadari arti pentinngya kehidupan peduli
politik agar aspirasi mereka tersampaikan dengan baik. Mereka pun terdorong untuk
melaksanakan kehidupan demokrasi yang sehat di negaranya.
Atas segala penjelasan di atas,
berikut adalah peta permasalahan pembiayaan mikro Indonesia.
Gambar 2 Peta
Permasalahan Pembiayaan Mikro di Indonesia
4.4 Solusi yang Ditawarkan: Menuju Kondisi Pembiayaan
Mikro Indonesia yang Sustainable melalui
Upaya-Upaya Pengembangan Pembiayaan Mikro
Mengetahui betapa tidak idealnya kondisi pembiayaan mikro untuk
masyarakat miskin di Indonesia, membuat penulis berpikir bahwa Indonesia memerlukan
tindakan yang cepat dan tepat. Berdasarkan pemetaan permasalahan pada bagian
sebelumnya, terlihat bahwa permasalah utama
pembiayaan mikro Indonesia
terletak pada sasaran yang belum tepat dan berbagi risiko kurang adil.
Pada karya tulis ini, penulis ingin memfokuskan solusi pada peningkatan lembaga
keuangan mikro non Bank khususnya BMT. Hal ini dikarenakan BMT hampir mendekati
kualifikasi lembaga pembiayaan ideal untuk pengentasan kemiskinan Indonesia.
Terlebih lagi, masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim menjadi sumber
pembiayaan mikro yang besar disertai dengan semakin berkembangnya isu
perekonomian syariah di Indonesia.
Jika jumlah penyedia keuangan non
bank tinggi, maka masyarakat miskin non bankable bisa memperoleh pendanaan
dengan lebih mudah.
Oleh karena hal di atas, maka
diperlukan strategi yang tepat untuk
meningkatkan BMT. Pertanyaan yang mucul setelah itu adalah bagaimana
potensi pembiayaan BMT dan penerimanya?
Jika dibandingkan dengan negara yang ukuran ekonominya hampir sama, potensi
sumber dana BMT Indonesia tergolong banyak terutama dari ZIWAF dikarenakan
mayoritas muslim berada di Indonesia
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan PEBS FEUI dengan skenario optimis potensi dana ZIS
secara nasional sebesar Rp 1, 3 Triliyun. Bahkan For Foundation mengklaim bahwa
potensi bis amencapai 19, 1 Triliyun. Sedangkan berdasarkan data Baznas 2008, total penerimaan ZIS Indonesia 2007
hanya mencapai Rp 348, 943 Milyar. Sedangkan untuk wakaf sendiri, data yang
penulis dapatkan dari situs Departemen Agama tanah wakaf yang tersebar di
seluruh Indonesia mencapai 2,7 miliar m2 yang belum terbermanfaatkan yang dapat
dijadikan sumber BMT. Belum lagi, wakaf tunai yang kini semakin diminati
masyarakat Indonesia. Sayangnya pengelolaannya masih berfokus di lembag abesar
dan belum terdistribusi dengan baik di LKM non bank seperti BMT.
Oleh karena itu, penulis memberikan
solusi yakni adanya kebijakan atau dorongan dari masyarakat untuk menyetorkan ZISWAF
mereka melalui BMT. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, BMT yang
paling efektif adalah BMT yang berbasis komunitas terutama masjid, pesantren,
dan sekolah.
4.5 Peran Mahasiswa yang Cerdas dan Berkarakter
Mahasiswa Indonesia yang cerdas dan
berkarakter merupakan suatu keharusan dalam pembangunan bangsa, terutama dalam
hal menjamin bahwa tersedianya pembiayaan mikro yang menanggulangi kemiskina.
Sudah sangat banyak contoh dan bukti bahwa pembiayaan mikro yang optimal akan
mendorong sejahteranya masyarakat miskin
Mahasiswa sebagai pemimpin masa
depan harus bisa memperbaiki kondisi tersebut dengan membuat sistem yang lebih
baik. Minimal, sebagai salah satu bagian penyuplai tenaga kerja nantinya,
mahasiswa bisa berkomitmen dan mempraktekkan pelayanan publik yang profesional
dan berintegritas. Perluny atenaga manajerial yang profesional di sektor ini
disebabkan operasional BMT tidak semudah
bank. Selain sistemnya yang baru, program-program pendampingan yang intens
butuh diambil alih oleh mahasiwa yang berkompeten seperti melalui kegiatan
magang.
Terdapat dua hal utama yang dapat dilakukan
oleh mahasiswa dalam membantu upaya peningkatan pembiayaan mikro, yaitu dari
aspek kajian dan penyikapan, serta dari aspek pencerdasan. Dari aspek kajian
dan penyikapan, mahasiswa dapat memperbanyak kajian yang berkaitan dengan
potensi pembiayaan mikro BMT, lalu upaya untuk
meningkatkannya. Mahasiswa pun juga dapat melakukan kajian terhadap
isu-isu kotemporer serta tindak lanjut
atas laporan berbagai lembaga.
Setalah melakukan kajian, mahasiswa
juga dapat melakukan dengar pendapat
(hearing) dengan pejabat yang berwenang dan melakukan tindak lanjut berupa aksi
jika diperlukan.
Hal
lain yang juga bisa dilakukan oleh mahasiswa adalah melakukan pencerdasan
kepada publik bahwa mendorong ketersedian pembiayaan mikro yang sesuai dengan
masyarakat Indoensia merupakan sesuatu
yang sangat penting demi menjaga kedaultan bangsa. Mahasiswa juga bisa turun
hingga ke level pendidikan dasar dan menengah. Terakhir, mahasiswa haruslah
menjadi bagian masyarakat yang kritis. Mahasiswa harus berusaha menjadi pihak yang mengingatkan
pemerintah akan kekeliruan, baik yang sengaja maupun tidak sengaja mereka
lakukan.
Hal yang paling nyata dan
implementatif yang bisa dilakukan mahasiswa adalah dengan mendirikan BMT
Kampus, yakni BMT yang dijalankan di lingkungan kampus sebagai role model
masyarakat daam pendiriannya. Pembanguan ini dapat dimulai dari
mahasiswa-mahasiswa yang tertarik pada ekonomi syariah baik berada di kampus
dengan jurusan syariah maupun tidak. Saat ini di Indonesia telah ada Forum
Silaturrahmi dan Studi Ekonomi Islam yang membawahi 210 Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) se-Indonesia. Gerakan BMT Kampus bisa dimulai dari
kampus-kampus yang telah memilki ketertarikan dengan isu ekonomi dan bisnis
syariah. Saat ini telah ada beberapa kampus yang tergabung di KSEI yang telah
memiliki BMT seperti Tadzkia, UNPAD, IPB, UII, dan beberapa lainnya.
Gambar
3 Peta Wilayah Jaringan Kelompok Studi Ekonomi Islam dalam
Pembangunan BMT Kampus
Sumber: data FoSSEI
milik pribadi
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Kondisi pembiayaan mikro Indonesia memegang peranan yang sangat penting bagi perekonomian terutama
dalam hal penanggulangan kemiskinan. Dalam pembiayaan mikro terdapat banyak
program pro penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, penyediaan pembiayaan
mikro ideal merupakan hal yang sangat
penting dalam upaya penanggulangan
kemiskinan tersebut. Untuk mengukur keidealan tersebut, penulis menggunakan tiga kualifikasi
yakni adanya program peningkatan aset
fisik dan modal manusia secara simultan;
adanya lingkungan maksro yang kondusif;
kredit mikro tepat sasaran, murah, mau berbagi risiko secara adil
Berdasarkan assessment penulis, dapat disimpulkan bahwa kondisi pembiayaan mikro Indonesia belum ideal.
Berdasarkan pemetaan masalah yang penulis lakukan, penulis berkesimpulan bahwa sasaran
yang belum tepat dan berbagi risiko yang kurang adil menjadi penyebab utama.
Oleh karena itu, penulis memformulasikan dua solusi utama yang dapat
diimplementasikan untuk meningkatkan jumlah
LKMS BMT melalui pembangunan BMT
berbasis komunitas mesjid, sekolah, ataupun pesantren. Selain itu, penulis juga
mengusulkan dibentuknya BMT kampus yang tersebar di kampus-kampusIndoensia
sebagai role model aplikatif dari
pembiayaan mikro syariah di masyarakat.
Penulis menutup karya tulis ini
dengan menekankan bahwa peningkatan pembiayaan mikro syariah tidak hanya tugas
pemerintah. Semua elemen masyarakat bisa bergerak termasuk mahasiswa dan
kampus. Pada akhirnya pembiayaan mikro untuk kelompok miskin yang menuju
sejahtera akan meningkat dan upaya penanggulangan kemiskinan bisa terus
berjalan.
5.2 Saran
Beberapa hal yang penulis sarankan
melalui karya tulis ini adalah:
Pertama untuk pemerintah,
organisasi masyarakat agar dapat menerapkan solusi yang ditawarkan penulis. Kedua,
bagi rekan-rekan mahasiswa,
penulis sangat menyarankan agar para mahasiswa aktif melakukan berbagai
kajian dan penyikapan atas isu keuangan mkiro Indonesia, serta melakukan
pencerdasan kepada masyarakat. [U3] Selain itu, karya tulis ini diharapkan dapat menjadi role model
bagi kontribusi mahasiswa terhadap perekonomian nasional. Penulis sangat
menyarankan teman-teman mahasiswa untuk menumbuhkan budaya menulis dan riset di
kampus. Ketiga, bagi dunia keilmuan, penulis sangat mengharapakan agar karya
tulis dilanjutkan dan dikembangkan baik dari segi analisis maupun
rekomendasinya.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Keterbasan
utama penelitian ini adalah keterbatasan waktu yang
mungkin
menyebabkan
analisis pada karya tulis ini masih kurang dalam. Dalam memperbaiki pembiayaan mikro Indonesia, penulis hanya
berfokus pada peningkatan jumlah LKM non Bank, BMT, yang setelah ditelaah sesuai dengan keadaan
pembiayaan mikro yang dibutuhkan masyarakat.
Alquran dan
Terjemahan. Depok: Alhuda Kelompok Gema Insani
Hadisumarto, Widiyanto
bin Mislan Cokro
dkk. 2010 Humanomics Improving
the effectiveness of Islamic micro-financing: Learning from BMT experience. http://search.proquest.com/docview/203018189/fulltext/1358ECF0F60823CA53/1?accountid=17242#center (19 Maret
2012)
http://www.pkesinteraktif.com/bisnis/umum/keuangan-mikro/629-pemerintah-meyakini-bmt-sebagai-kekuatan-ekonomi-.html Diakses tanggal (19 Maret 2012)
http://www.neraca.co.id/2012/01/17/lembaga-keuangan-mikro-akan-dikebiri/. Diakses tanggal (19 Maret 2012)
PEBS FEUI.2010. Keungan Mikro Syariah Berjalan Lambat Di
Jalur Yang Kurang Diregulasi. Depok: PEBS FEUI
PEBS FEUI.2010. Zakat Er Baru Menuju Pertumbuhan Yang
Berkelajuta. Depok: PEBS FEUI
Prasetya, Rully. 2011.Menuju
Kondisi Fiskal Indonesia yang Sustainable Melalui Upaya-Upaya Peningkatan
Penerimaan Perpajakan Demi Menyukseskan Upaya Penanggulangan Kemiskinan di
Indonesia
Siutmorang, Jannes.Kaji
Tindak Peran Koperasi dan UKM sebagai Lembaga Keuangan Alternatif
[1] Disadur dari
Widiyanto bin Mislan Cokro dkk. 2010 Humanomics Improving the effectiveness of
Islamic micro-financing: Learning from BMT experience.
http://search.proquest.com/docview/203018189/fulltext/1358ECF0F60823CA53/1?accountid=17242#center
(19 Maret 2012)
[2] Penelitian Jannes Siutmorang
(Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumber Daya UKMK) berjudul Kaji
Tindak Peran Koperasi dan UKM sebagai Lembaga Keuangan Alternatif menggunakan
sample t yang dilaksanakan di 9
(sembilan) propinsi yang
meliputi : Sumatera
Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur,
Bali, NTB dan Sulawesi Selatan
[3]
Hasil penelitian Widiyanto
bin Mislan Cokro Hadisumarto; Ismail,
Abdul Ghafar B.
Humanomics denganmenggunakan 60 BMT dan 204 pengusaha sebagai sampel dari daerah Jawa
[4] Widiyanto bin Mislan Cokro dkk.
2010 Humanomics Improving the effectiveness of Islamic micro-financing:
Learning from BMT experience.
http://search.proquest.com/docview/203018189/fulltext/1358ECF0F60823CA53/1?accountid=17242#center
(19 Maret 2012)
[5]
idem
[U1]Pastikan
bahwa ‘SImpulan” yang akan dibuat Sentia bisa menjawab seluruh rumusan masalah
ini.
[U2]Good
job., Kalau bisa dibandingkan dengan peran koperasi konvensional, lintah darat,
bank, microfinance, dll.
[U3]Coba
deh kalo sempat Sentia cari2 informasi tentang BMT nya anak2 UNS.. dulu waktu
mahasiswa, saya pernah kesana.. ok lho.. coba di UI ada juga J
Coba juga kalo bisa interview ke Pak Imam dan Pak Rizki (Departemen Manajemen)
dan Pak Banu. Beliau2juga aktif menggerakkan BMT .. J
[U4]Untuk
Daftar Pustaka, coba manfaatkan lagi fasilitas yang ada di Word. Caranya? Klik
Help (F1), search: How to make bibliography.
nice paper
BalasHapusHalo, saya Ibu Joyce, pemberi pinjaman pinjaman swasta yang memberikan pinjaman kesempatan seumur hidup. Apakah Anda membutuhkan pinjaman mendesak untuk melunasi utang Anda atau Anda membutuhkan pinjaman untuk meningkatkan bisnis Anda? Anda telah ditolak oleh bank dan lembaga keuangan lainnya? Apakah Anda membutuhkan pinjaman konsolidasi atau hipotek? mencari lebih karena kita di sini untuk membuat semua masalah keuangan Anda sesuatu dari masa lalu. Kami meminjamkan dana kepada individu yang membutuhkan bantuan keuangan, yang memiliki kredit buruk atau membutuhkan uang untuk membayar tagihan, untuk berinvestasi di bisnis di tingkat 2%. Saya ingin menggunakan media ini untuk memberitahu Anda bahwa kami memberikan bantuan yang handal dan penerima dan akan bersedia untuk menawarkan pinjaman. Jadi hubungi kami hari ini melalui email di: joycemeyerloanfirm@gmail.com
BalasHapus