Bank Pertanian Syariah Tri-Agri: Solusi
Pengoptimalan Sektor Pertanian Melalui Inovasi kelembagaan.
Puspa Rini, Rahma Suci Sentia & Sulistiadi Dono
Iskandar
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
paper diikutsertakan dalam FRPS (Forum Riset Perbankan Syariah) 2011
Abstrak
Pertanian merupakan sumber penghidupan utama
bagi negara agraris seperti Indonesia. Hal ini terlihat jelas dengan tingkat
serapan tenaga kerjanya yang tinggi sekitar porsi rata-rata 40,3% dalam lima
tahun terakhir. Dalam perhitungan PDB sendiri, pertanian menyumbang nilai
tambah sebesar 45%. Akan tetapi, kredit program pemerintah, kredit lembaga
formal dan kredit non formal sebagai sumber pembiayaan petani yang tersedia
belum mampu mendorong perkembangan potensi pertanian Indonesia. Diperlukannya
sebuah lembaga pembiayaan khusus untuk pertanian, semisal bank pertanian, telah
menjadi wacana yang berkembang. Namun banyaknya kegagalan dan kesuksesan yang
dialami negara-negara yang telah memiliki
bank pertanian menjadi landasan pembelajaraan seperti apa seharusnya proses pendirian
bank pertanian yang sesuai denagn tipikal negara seperti Indonesia.
Karya Tulis ini menawarkan sebuah
program pembiayaan pertanian yang sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai
negara agraris yang dipernuhi Sumber Daya Alam pertanian dan Sumber Daya
Manusia. Pada karya tulis ini penulis menyarankan untuk memanfaatkan sektor
perbankan syariah untuk menjadi pelopor dalam pembangunan bank pertanian
mengingat pesatnya perkembangan sektor perbankan syariah selama sepuluh tahun
terakhir.
Kata
kunci: bank pertanian, syariah, agricultural.
Agriculture is a main livelihood for an
agraris country such as Indonesia. For the last five years, agricultural sector
has absorbed about 40,3% of Indonesian labor. As one of nine sector of GDP, Agricultural contribute
about 45% of added value. Unfortunately, The government with all of their
credit scheme is still not able to maximize the potential of agricultural
sector in Indonesia. It is realized that we need a specific financial
institution to pass on credit into this agricultural sector. But with so many
failure and success that has been experienced by countries which has built
agricultural bank give us important lesson to analyze what the best type of
agricultural bank is for a country like Indonesia.
This paper provide a financing program
which compatible with tha Indonesia’s conditions as an agraris country filled
by abundant natural and human resources. In this paper writer recommend to use
sharia banking sector as a catalyst in building the agricultural bank as the
rapid grow of sharia banking sector in Indonesia in the last decade.
Keywords:
Agricultural bank, Sharia, Agricultural
Kata
Pengantar
Puji
Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penulis pun mengucapkan terima
kasih kepada segenap pihak yang telah
membantu baik secara moril maupun materiil.
Pertanian sampai saat ini masih menjadi mata pencaharian
terbesar penduduk Indonesia.Namun sampai saat ini juga pertanian Indonesia
belum optimal dalam semua sisi baik pengelolaan maupun hasil yang
didapat.Kesulitan pendanaan menjadi masalah klasik untuk berkembangnya sector
ini.Peranan perbankan nasional pun masih minim, apalagi kontribusi perbankan
syariah.Tingkat resiko yang besar membuat perbankan enggan fokus untuk sector
yang menjadi keunggulan kompetitif Indonesia di mata dunia ini.Kurang
terpolanya skema pendanaan pertanian menjadi masalah utama.
Berdasarkan permasalah diatas, penulis mengajukan gagasan
melalui karya tulis berjudul Bank
pertanian Indonesia komprehensif
terintegratif berbasis tri-agri:agrikultur,
agribisnis, dan agroindustri. Karya tulis ini memberikan gagasan
pengelolaan pendanaan pertanian serta bagaimana menginvestasikannya.
Akhir kata, penulis menyadari keterbatasan penulis sebagai
manusia, karena kesempurnaan hanya milik Allah saja, sehingga masih terdapat
banyak kekurangannya.Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan
agar dapat membatu penulis dalam pembuatan karya-karya selanjutnya.Semoga karya
tulis ini bermanfaat bagi kita semua.
Depok, 10 Agustus 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
I.1.1
Potensi Pertanian di Indonesia
Pertanian
merupakan sumber penghidupan bagi negara agraris seperti Indonesia.Kontribusi
pertanian tersebut mencakup aspek PDB kedua terbesar, mayoritas produk ekspor, dengan tingkat serapan tenaga
kerjanya yang tinggi sekitar porsi rata-rata 40,3% dalam lima tahun terakhir (www.businessnews.co.id).
Dalam perhitungan PDB sendiri, pertanian
menyumbang nilai tambah sebesar 45% [1].
Isu ketahanan pangan nasional serta perlunya swasembada pangan di tengah
situasi lingkungan yang tidak menentu pun menjadi alasan kekinian sehingga
pertanian perlu menjadi fokus utama bangsa Indonesia.
Indonesia
sebagai negara agraris yang justru mengimpor pangan dan pertanian, memang
sedang mengalami transformasi dari negara dengan basis pertanian menjadi negara
berbasis industri.Akan tetapi, industri yang dikembangkan di negara Indonesia meniru
negara yang memiliki keunggulan kompetitif di bidang ilmu pengetahuan dengan sumber daya alam (SDA)
dan sumber daya manusia (SDM) yang terbatas.Seperti halnya industri
telekomunikasi dan jasa yang hanya mampu menyerap sedikit SDM justru menjadi
raksasa industri di Indonesia.Sedangkan industri manufaktur yang seharusnya
menjadi andalan malah ditinggalkan.Sebuah negara maju memang harus unggul di
bidang industri. Indonesia pun bisa berperan disana dan menjadi pesaing unggulan jika industri yang
dikembangkan sesuai dengan tipikal negaranya, yakni agroindustri- reseource based industry-dan agribisnis
Potensi
pertanian Indonesia yang mampu mengglobal di tingkat internasional baik dari
segi produk hulunya ( pangan dan pertanian ) hingga hilir (dalam bentuk agribisnis),
harus segera dikembangkan. Bukan saja karena bermanfaat bagi skala makro atau
global tapi sekaligus memberikan efek berkelanjutan dan berkemanfaatan untuk
skala mikro pertumbuhan produktivitas
ekonomi yang tinggi ditentukan oleh tingginya pertumbuhan produktivitas
(Pakpahan, 2009). Oleh karena itu, butuh penyadaran kepada
pemerintah, pengusaha, dan pihak stakeholder terkait bahwa potensi kebangkitan Indonesia
bisa segera diwujudkan jika potensi pertaniaan digarap serius oleh bangsa ini.
I.1.2
Kondisi Pembiayaan Pertanian di Indonesia
Pembiayaan
pertanian yang ada di Indonesia sekarang, dapat diperoleh petani melalui kredit
program pemerintah, kredit lembaga formal, dan kredit lembaga non formal.
1.
Kredit Program Pemerintah
Kredit
yang dikucurkan pemerintah hingga saat terdiri dari: Kredit Ketahanan Pangan
dan Energi (KKP-E), Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK-SUP), Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). Disamping itu juga
ada pembiayaan syariah yang meliputi i) pengembangan skema pembiayaan berbasis
syariah; dan ii) pengembangan kelembagaan usaha petani yang berasal dari
kelompok usahatani. Juga ada program tambahan yaitu 1) program fasilitas skim
pelayanan pembiayaan pertanian (SP-3) dan ii) kerjasama pemanfaatan bantuan
Luar Negeri (www.deptan.go.id).
Pembiayaan ini penulis bagi menjadi program pemerintah yang langsung
mengatasnamakan pemerintah dan program tidak langsung-pemerintah menggunakan
lembagalain seperti bank sebagai perpanjangan tangan.
Kendala
utama dari program langsung pemerintah, yakni terbatasnya dana pemerintah yang
dialokasikan dari anggaran pemerintah. Irrasionalnya anggaran yang dikucurkan
tersebut menyebabkan petani harus menanggung 71 persen biaya produksi beras dan
sisanya baru oleh pemerintah. Padahal biaya usaha tani rata-rata Rp 7 juta/ hektar/ tahun (Kompas, Juli).
Dana
KUR yang bisa dinikmati di sektor pertanian yang terdiri dari agribisnis,
kelautan, perikanan, perkebunan, dan peternakan hanya berjumlah 27% dari dana
yang dikucurkan (Tika, 2010). Dalam praktiknya, dana yang terbatas tersebut
tidak diterima utuh oleh petani seperti rencana awal program (khususnya untuk
program dana bergulir) karena kurangnya ketegasan, pengawasan, dan sanksi yang
tidak jelas[2].
Tingkat
pengembalian petani di kredit program langsung
pemerintah termasuk yang paling buruk. Campur tangan pemerintah yang
terlalu banyak disinyalir merupakan penyebab rendahnya tingkat pengembalian
tersebut.Campur tangan pemerintah yang berlebihan juga menciptakan kondisi
informasi yang tidak simetris antara sebagian besar masyarakat (dalam hal ini
petani) dengan kelompok masyarakat lainnya.
Hal ini membawa implikasi yang luas
berupa rendahnya aksesibilitas pelaku agribisnis terhadap sumberdaya modal,
teknologi,peningkatan kemampuan, informasi pasar dan lain sebagainya (Syukur
dan Windarti, 2001). Padahal menurut Agus Al wafier [3],pemerintah
semestinya memerankan dirinya cukup sebagai avalis
(penjamin)kredit usaha rakyat di bank agar memperkuat posisi tawar petani. Penulis menganalisis adanya peran pemerintah
yang begitu dominan dalam pinjaman menyebabkan para petani secara psikologis
tidak merasa terikat utnuk melunasi pinjamannya.Pinjaman pemerintah dianggap sebagai bantuan bukan
pinjaman yang harus dibalikkan.
Untuk dana program
tidak langsung pemerintah yang bersifat lebih komersil dan kuantitasnya besar (seperti
KKP-E[4]),
kesulitan justru terletak pada sulitnya akses petani ke bank-bank tersebut.
Sumber dana KKP-E berasal dari Bank Pelaksana dan Resiko KKP-E ditanggung
sepenuhnya oleh Bank Pelaksana. Peran pemerintah antara lain menyediakan
subsidi suku bunga dan risk sharing untuk komoditas padi, jagung dan kedelai.
Keputusan akhir kredit ada pada Bank mengingat resiko kredit sepenuhnya
ditanggung Bank sehingga bank pun sangat berhati-hati dan membatasi pembiayaannya.
Hanya petani yang memilki akses informasi dan berskala besar, kecil resiko yang
terlayani melalui pembiayaan ini (www.deptan.go.id)
Kebijakan pemerintah
untuk menjamin pinjaman para petani pun, tidak direspon positif dari pihak bank. Bank tetap meminta petani memberikan
jaminan senilai 130% dari total pinjamannya atau sertifikat tanah. Padahal,
rata-rata petani Indonesia menyewa tanah dan tidak memilki aset tetap yang
dapat dijamin.Hanya beberapa petani yang memilki tanah sendiri yang belum
bersertifikat.Sedangkan untuk mengurus setifikasi tanah, petani harus
mengeluarkan biaya lagi yang jumlahnya cukup besar.
2. Kredit
lembaga formal
Kredit lembaga formal
terdiri dari pembiayaan dengan kredit program dan non-program. Kredit
nonprogram merupakan kredit yang tidak dihususkan utnuk pertanian tapi petani
bisa meminjam danadengan syarat-syarat berlaku umum.Sayangnya, lembaga keuangan
formal termasuk bank tidak menjadikan sektor pertanian menjadi fokus pembiayaan
mereka bahkan mereka cenderung mengabaikannya.Resiko yang tinggi dan sifatnya
yang musiman menjadi kendala yang ditakutkan bank.Timpangnya alokasi kredit
tersebut bukan semata-mata disebabkan rendahnya kemampuan sektor ini dalam hal
mengembalikan kredit, tapi lebih disebabkan karena sangat rendah keberpihakan
terhadap petani disamping aturan main (kelembagaan) yang kaku (Nurmanaf et
al., 2006)
Lain halnya dengan kredit
program, kredit lembaga formal memiliki prosedur administrasi yang lebih mudah,
Sayangnya, realisasi penyalurannya justru lebih lambat karena prosedur dan
sasaran program yang sudah ditentukan sebelumnya.Dalam pelaksanaannya selalu
melibatkan kelompok-kelompok tani yang berperan aktif sebagai penanggung jawab
(Nurmanaf et al., 2006).
3. Kredit
lembaga non formal
Lembaga non formal yang
dimaksud adalah pedagang (pedagang input maupun pedagang output pertanian),
rentenir dan kelompok.Kredit dari lembaga ketiga ini merupakan kredit termudah
dan termahal yang dapat diakses petani.Prinsip kepercayaan dan saling mengenal
menjadi jaminan anatara debitur dan kreditur.Walaupun bunga yang diambil
relatif lebih tinggi, petani tidak merasa keberatan karena kemudahan akses
(lokasi yang dekat) dan administrasi yang sederhana menjadi hal utama bagi
mereka.
I.1.3 Pembiayaan Pertanian oleh
Bank Syariah
5,15% dari total kredit yang diberikan
oleh perbankan yang sebesar Rp 1.730 triliun yang baru tersalurkan ke sektor
pertanian. Bank Indonesia (BI) mengharapkan pembiayaan kredit yang disalurkan
oleh perbankan syariah dapat naik dua kali lipat pada tahun ini atau sekitar Rp
3,52 triliun.
Sampai dengan akhir 2010, penyaluran kredit kepada sektor pertanian oleh perbankan nasional mencapai Rp 91 triliun atau 5,15% dari total kredit perbankan, di mana Rp 1,76 triliun atau hanya 1,96% merupakan pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah.[5]Perbankan syariah sebagai bagian perbankan nasional turut berkontribusi dalam sector keuangan yang salah satunya membiayai sector pertanian. Pangsa pembiyaan (total) bank syariah per 2007 masihh 2,8% dari total kredit yang disumbangkan perbankan nasional. Dari total kecil persentase tersebut, 30,25 % diberikan pada sector jasa usaha, konsumsi 22,94%, sedangkan untuk sector pertanian hanya 3%. Ini merupakan tantangan bagi perbankan syariah. Adanya ketakutan akan resiko pertanian yang membuat pendanaan untuk sector ini terhambat serta belum ada skema menguntungkan antara perbankan syariah yang ingin fokus pada sector pertanian merupakan hambatan utama. Belum terpolanya skema pembiayaan syariah untuk sector pertanian menjad rujukan kami membuat paper ini.
Sampai dengan akhir 2010, penyaluran kredit kepada sektor pertanian oleh perbankan nasional mencapai Rp 91 triliun atau 5,15% dari total kredit perbankan, di mana Rp 1,76 triliun atau hanya 1,96% merupakan pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah.[5]Perbankan syariah sebagai bagian perbankan nasional turut berkontribusi dalam sector keuangan yang salah satunya membiayai sector pertanian. Pangsa pembiyaan (total) bank syariah per 2007 masihh 2,8% dari total kredit yang disumbangkan perbankan nasional. Dari total kecil persentase tersebut, 30,25 % diberikan pada sector jasa usaha, konsumsi 22,94%, sedangkan untuk sector pertanian hanya 3%. Ini merupakan tantangan bagi perbankan syariah. Adanya ketakutan akan resiko pertanian yang membuat pendanaan untuk sector ini terhambat serta belum ada skema menguntungkan antara perbankan syariah yang ingin fokus pada sector pertanian merupakan hambatan utama. Belum terpolanya skema pembiayaan syariah untuk sector pertanian menjad rujukan kami membuat paper ini.
I.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ini
adalah berkontribusi dalam Forum riset Perbankan Syariah Bank Indonesia dan memberikan
gagasan mengenai strategi
pembangunan Bank Pertanian untuk memberikan kontribusi dalam kemajuan pertanian
Indonesia
I.3 Rumusan Masalah
Permasalahan yang muncul dari pembahasan
pendanaan sektor pertanian adalah
- Apa saja strategi dan inovasi Bank Pertanian yang dapat menyalurkan kredit secara efektif?
- Apa peran yang bisa dilakukan oleh perbankan syariah dalam meningkatkan produktivitas sektor pertanian?
BAB
II
KAJIAN
TEORI
II.1 Urgensi
Pertanian dalam Perekonomian Nasional
Dalam riset ADB (Asean
Development Bank) dinyatakan bahwa setiap sektor pertanian tumbuh 10 persen
maka jumlah orang miskin di Negara tersebut berkurang 1,5 sampai 12 persen
(Susila dan Hafidhuddin,2008). Studi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian
saat ini masih memegang peranan penting di dalam pengentasan kemiskinan.
Data Badan Pusat
Statistik (BPS) menyebutkan bahwa dalam lima tahun terakhir kontribusi sektor
pertanian menjadi lebih baik dalam pengembangan perekonomian Indonesia. Hal ini
bisa terlihat dari kontribusi pertanian di luar kehutanan dan perikanan yang
meningkat sebesar 11,5% pada tahun 2010.
Sektor pertanian merupakan tempat bergantung masyarakat karena 38% persen penduduk bekerja di sektor pertanian.
Sektor pertanian merupakan tempat bergantung masyarakat karena 38% persen penduduk bekerja di sektor pertanian.
Menurut BPS, sektor
pertanian akan menjadi basis perekonomian bangsa sebab segala hal menyangkut
bangsa ini ada di sektor pertanian. Dapat dipastikan bahwa sektor pertanian
telah menjadi tumpuan ketahanan pangan dan energi, yaitu memberi kontribusi
berupa biofuel dari tanaman jarak dan sawit.
BPS juga mencatat, pada 2006, kontribusi sektor pertanian terhadap total PDB sebesar 13% dengan laju pertumbuhan 3,4%. Sementara pada 2010 meningkat menjadi 15,3% dengan laju pertumbuhan 2,9%. Memang diakui pula bahwa walaupun masih lebih sedikit dibandingkan sektor industri pengolahan yang pada 2010 menyumbang 24,8% terhadap PDB, namun dari segi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian adalah sektor terbesar. Pada 2010, dari 108,21 juta penduduk Indonesia yang bekerja, asebanyak 38% bekerja pada sektor pertanian.
BPS juga mencatat, pada 2006, kontribusi sektor pertanian terhadap total PDB sebesar 13% dengan laju pertumbuhan 3,4%. Sementara pada 2010 meningkat menjadi 15,3% dengan laju pertumbuhan 2,9%. Memang diakui pula bahwa walaupun masih lebih sedikit dibandingkan sektor industri pengolahan yang pada 2010 menyumbang 24,8% terhadap PDB, namun dari segi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian adalah sektor terbesar. Pada 2010, dari 108,21 juta penduduk Indonesia yang bekerja, asebanyak 38% bekerja pada sektor pertanian.
II.2 Konsep Islam
dalam Pembangunan Pertanian
Menurut Hafidhuddin (2008), terdapat beberapa konsep islam
yang sangat relevan dengan kondisi pertanian saat ini. Pertama, pentingnya
keberpihakan kepada petani dimana ajaran islam mengajarkan untuk membela kaum
yang lemah
“Pertolonganmu terhadap orang lemah adalah sodaqoh yang paling afdol.” (HR.Ibnu Abi Ad-Dunia dan Asysyihaab)
Kedua, penyediaan kebutuhan permodalan dan bantuan pemasaran. Salah satu alasan mengapa ada akad salam dalam ekonomi islam, karena petani sangat membutuhkan pemodalan. Ketiga, Inovasi dan diversivikasi produk, dimana islam mengajarkan untuk menggunakan akalnya. Keempat, memanfaatkan kekayaan alam secara optimal dan bijak. Semua yang ada di dunia ini adalah untuk manusia
“tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. (QS: Luqman:20)
II.3 Konsep Bank
Pertanian
Berdasarkan kajian
ontologi, Nuswantara (2002) mendefinisikan bank Pertanian sebagai “bank umum
dan BPR yang secara operasional mempunyai fungsi utama dalam melayani
kegiatan-kegiatan sektor riil (investasi, produksi dan distribusi) di bidang
pertanian, terutama dalam hal pemberian kredit. Ada empat aspek yang menjadikan
indikator seberapa besar bank tersebut melayani bidang pertanian yaitu,
portfolio kredit yang diberikan, jumlah nasabah (debitur) yang dilayani, letak
dan jumlah kantor yang dimiliki, dan skim kredit yang dimiliki.
II. 4 Perbandingan
Bank Pertanian di Berbagai Negara
1.
Agricultural Bank of China (ABC)7
ABC didirikan pada tahun 1949.Dewasa ini ABC
sudah memiliki cabang bukan hanya di seluruh penjuru RRC tetapi juga sudah
menyebar di Hongkong dan Singapura.Jumlah karyawannya sekitar 300 ribu orang
dan diukur oleh nilai asetnya merupakan bank terbesar ke dua di RRC. ABC
mengalami pasang surut yang cukup besar, yaitu mengalami masa
penggabungan-pembubaran bank ini, hingga akhirnya pada tahun 1979 ABC
ditetapkan sebagai holding company dengan nama “Agricultural Bank of China Ltd.
Net profit ABC pada tahun 2008 mencapai US$ 7.5 miliar. Non Performing Loan ABC
pada tahun 2008 sekitar 4.3 %, dari total pinjaman US$ 440 miliar untuk
mendukung pertanian, agribisnis dan sektor perdesaan secara keseluruhan. Pertanian
di RRC berkembang sangat maju dalam 40 tahun terakhir.
2.
Bank for Agriculture and Agricultural Cooperative (Thailand)8
Di Thailand terdapat 9 lembaga keuangan yang
menjalankan fungsi secara terspesialisasi.Satu diantaranya adalah the Bank for
Agriculture and Agricultural
Cooperatives (BAAC).BAAC memiliki 590 cabang. Di
antara bank yang ada di Thailand, BAACmemiliki jumlah cabang terbanyak. BAAC
didirikan pada tahun 1966 oleh Pemerintah Thailand.Pada tahun 2003, BAAC telah
bermitra dengan 5.37 juta rumah tangga petani, atau 93 % daritotal petani
Thailand.Sumber dana untuk BAAC yaitu 8 % dari pinjaman (7 % dari pinjaman
asing terutama JBIC danADB) dan 1 % pinjaman domestik. Selama 10 tahun terakhir
BAAC mencapai kondisi yangmakin mandiri dan mampu mengurangi ketergantungan
terhadap pinjaman asing dan domestik.BAAC menerapkan kebijakan yang mengkaitkan
antara suku bunga dengan kinerja, yaitu insentifbunga diberikan kepada mitra
peminjam yang memiliki kinerja dan track record yang baik.Produktivitas tenaga
petugas pencari nasabah diukur oleh kemampuannya mendapatkan nasabahpetani
sekitar 500-500 orang. Petugas bank mengorganisasikan petani ke dalam kelompok
sekitar15 orang per kelompok. Seorang petugas bank diberikan portfolio pinjaman
antara US$ 390.000-US$ 940.000.
3.
Taiwan Agricultural Bank
Pemerintah Taiwan, dalam rangka memperbaiki sistem
pembiayaan pertanian,menyelenggarakan ‘National Conference of Agricultural
Finance’ pada tanggal 30 November2002. Dalam konferensi ini dicapai konsensus
terhadap 5 (lima) hal pokok, satu di antaranyaadalah mendirikan Bank Pertanian
Taiwan. Pendirian Bank Pertanian dilandasi oleh TheAgricultural Finance Act yang
diberlakukan mulai 30 Januari 2004.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
Metode Yang kami Gunakan Merupakan
Studi Kualitatifdari berbagai sumber kepustakaan, baik cetak ataupun
elektronik, diantaranya adalah:
·
Jurnal
·
Buku Teks
·
Website/Internet
BAB IV
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Konsep Bank Pertanian
Terintegrasi
Penulis
menggagas sebuah bank pertanian Indonesia
komprehensif terintegratif berbasis tri-agri[6],
yakni agrikultur[7],
agribisnis[8],
dan agroindustri[9].
Agrikultural digolongkan kepada kegiatan on-farm
yaitu kegiatan yang dilakukan langsung di sawah, lading dan kebun. Sedangkan
agribisnis dan agroindustri termasuk kegiatan off-farm
ataukegiatan yang menitikberatkan pada kegiatan pasca panen..
Gambar 1 Kegiatan Usaha Bank Tani 3-Agri
IV.1.1
Skema Pembiayaan Bank Pertanian
Bank
tani berpola integratif dan komprehensif diperlukan sebagai daya dukung
berkelanjutan dalam pengembangan potensi ekonomi negara dengan Sumber Daya Alam
pertanian berlimpah. Adapun skema pembiayaan atau pendanaan yang ditawarkan
terdiri dari:
1.
Skema
Pembiayaan Terpisah; merupakan pembiayaan masing-masing
subsektor agrikultur, agribisnis, dan agroindustri secara terpisah. Ini berguna
untuk nasabah yang telah memiliki pasar tersendiri tapi membutuhkan pembiayaan.
Dengan adanya pembiayaan di ketiga sektor meskipun terpisah diharapkan dapat
menjadi sebuah strategi diversifikasi risiko kredit.
Gambar 2. Skema Pembiayaan Terpisah
2.
Skema
pembiayaan Integratif; merupakan pembiayaan yang
menghubungkan ketersediaan bahan dari agrikultur untuk memenuhi input bagi
agribisnis maupun agroindustri. Skema ini memberikan solusi berupa kemudahan
rantai supply sektor pertanian. Bagi agrikultur, skema ini memberikan jaminan
pemasaran produk setelah diolah. Bagi agribisnis dan agroindustri menjamin pasokan
yang ada. Melalui pola ini, dapat dihindari pula penumpukan surplus bahan
pertanian di suatu wilayah sedangkan defisit di daerah lainnya yang akan
menyebabkanpengusaha agribisnis dan agroindustri
kesulitan mencari pemasok. Dengan adanya akad sedari awal berupa pemesanan
produk kepada penyedia (agrikultur) -yang berdasarkan data bank tani memiki
kemampuan memenuhi stok-, maka kendala lambatnya pertumbuhan kedua sektor ini
akibat alasan tidak tersedianya bahan dapat teselesaikan
Gambar 3. Skema pembiayaan Integratif
Akad
yang bisa digunakan dan direkomendasikan, misal :
1.
Ketika bank cukup berperan secara pasif,
atau hanya sebagai wakil (wakalah), dapat digunakan akad salam atau mudharabah[10].
2.
Ketika bank berperan aktif, dapat
digunakan akad salam parallel atau mudharabah parallel.
IV.2 Rekomendasi Skema:
Penyaluran dana untuk Pertanian
IV.2.1 Salam
Secara
definisi bai' as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian
hari sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Contoh salam seperti pemesanan
hasil pertanian, perikanan dan peternakan. Berikut beberapa jenis Salam:
·
Pertama, model akad Salam Tunggal Hakiki
dimana bank benar-benar melakukan pembelian barang dan kemudian terjun langsung
dalam bisnis penjualan barang itu.
·
Kedua, model akad Salam Tunggal Semu
dimana bank tidak benar-benar bermaksud membeli barang, karena setelah itu bank
menjualnya kembali kepada penjual pertama dengan atau menyuruh menjualnya ke
pihak lain dengan akad wakalah.
·
Ketiga, model akad Salam Paralel dimana
bank melakukan dua akad Salam secara simultan, yakni: akad Salam dengan nasabah
yang butuh barang dan akad Salam dengan nasabah yang butuh dana untuk
memproduksi barang.
Adapun
manfaat dari penggunanaan akad salam dalam penyaluran dana pertanian antara
lain
- Pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek,yaitu 2-6 bulan.
- Secara alami harga komoditas akan terjaga (hedging /lindung nilai), tidak dimainkan para tengkulak, karena harga gabah petani ikut terjaga.
- Petani tidak perlu pusing memikirkan bagaimana menjual gabah demi mendapatkan uang untuk mengembalikan kredit. Sebagai penjual, kewajibannya hanya menyediakan gabah/komoditas, bukan uang.
- Pemerintah tidak perlu menyediakan berbagai macam fasilitas kredit program hanya untuk satu jenis usaha, seperti kredit masa tanam, kredit pembelian komoditas, kredit bibit dan sebagainya. Karena dengan pembiayaan salam, semua sudah satu paket (all-in) dalam salam.
- Petani mendapat pelunasan dimuka sehingga ia bisa menggunakannya untuk membeli bibit, pupuk dan pemeliharaan.
Gambar 4. Skema pembiayaan bank pertanian melalui mekanisme
Salam
Sumber: hidayat (2006)
dan srihono (2006) dimodifikasi oleh penulis
IV.2.2.
Mudharabah
Mudharabah adalah suatu
bentuk perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan modalnya kepada
pengusaha/pengelola, untuk diniagakan dengan keuntungan akan dibagi bersama
sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan kerugian, jika ada,
akan ditanggung oleh si pemilik modal.
Dalam menyalurkan kredit pada sector agrikutural,
apabila digunakan pada skim mudhorobah, maka bank bertindak sebagai penyedia
dana (shohibul maal) untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan dalam menjalankan
usaha tersebut dari mulai pembelian bahan baku hingga biaya panen. sedangkan
pengusaha agricultural bertindak sebagai pengelola dana (mudhorib). Apabila
dari hasil panen nanti terdapat keuntungan yang didapat, maka keuntungan itulah
yang kemudian akan di bagi sesuai kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah.
Gambar 5. Skema
Pembiayaan Bank Pertanian Melalui Mekanisme Mudhorobah
Sumber: hidayat (2006)
dan srihono (2006) dimodifikasi oleh penulis
IV.3. Inovasi Kelembagaan
Dalam bank Pertanian
Integrasi ini diperlukan suatu inovasi
kelembagaan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan keamanan dari kegiatan usaha yang dilakukan,
inovasi tersebut meliputi:Perlunya inovasi dalm bidang regulasi, pooling fund,
format persaingan, Sumber Daya Manusia, dan Stabilisasi pendapatan (Hakim,2010).
Selain itu Agus Pakapahan [11]menjelaskan
bahwa ada kriteria inovasi kelembagaan
yang harus dipenuhi yakni berorientasi bisnis untuk
mampumeleveragemodaluntuk menciptakan nilai tambah, mampu mengorganisasi sarana
produksi dengantepat, mampumenyangga harga produk ,mampu melakukan inovasi teknologi dan melakukan edukasi kepada
petani.
Inovasi-inovasi tersebut
antara lain:
1. Pendirian melalui konversi Bank
Untuk
mendirikan sebuah bank yang memilki fokus pasar tertentu memerlukan biaya
finasial dan non financial yang besar[12].Tidak
saja biaya pembangunan infrastruktur, taoi juga biaya peregulasian, persiapan,
sosialisasi ke masyarakat, edukasi, dan lain sebagainya. Agar efektif dan
efisien, bank tani diharapkan merupakan konversi dari bank yang telah ada baik
bank yang berencana mendirikan BUS maupun bank syariah yang selama ini telah
memiliki fokus di prtrtanian-.
2. Pemanfaatn dana waqf tunai, dana
IDB, dan saham dari masyarakat atau publik
Untuk mendukung sumber modal, pemanfaatan dana
zakat ataupun waqf tunai, bantuan dari IDB (Islamic development Bank), serta
saham dari publik atau masyarakat bisa menjadi sebuah alternatif. Pendirian
bank ini tidak boleh membebani APBN pemerintah secara langsung seperti subsidi.
Dikhawatirkan ketika pemerintah berperan seperti itu, maka akan tumbuh persepsi
bank tani adalah bantuan pemerintah yang dana pembiayaannya tidak harus
dilunasi segera kewajibannya atau bahkan tidak perlu menunaikannya
3.
Pooling Fund
Seluruh
pembiayaan pertanian harus terpusat guna mencapai economics of scale.Segala jenis kredit pembiayaan petani yang ada
terutama yang berasal dari program pemerintah baik langsung ataupun tidak
langsung dittiadakan dan digantikan perannya oleh bank tani sehingga
meminimalisir jumlah alternetif investasi.sehingga jumlah DPK bank pertanian
dapat bertambah dan termaksimalkan.
4. Penyediaan Sumber Daya Manusia Strategis
melalui Socialentrepreneur dan
Program “Indonesia Menanam”
Dalam
jajaranEksekutif dibutuhkan pimpinan bank tani yang berjiwa bisnis dan juga sosial
(socialentrepreneur) serta berlatar banker. Socialentrepeneur diperlukan
agar pemimpin dapat meggerakkan bank tani ini dalam wilayah bisnis bukan charity atau pun sipil-pemerintahan. Orientasi
kepada bisnis memacu bank utnuk selalu mengembangkan usaha dan inovasi
produknya guna meningkatkan profit perusahaan sehingga stakeholder tertarik
utnuk berinvestasi.Akan tetapi, bisnis tersebut dilingkupi dengan tujuan social[13].Bank
menggerakkan bisnisnya guna meningkatkan kesejateraan sosial petani.
SDM
stategis terpenting lainnya diperlukan di lembaga penelitian bank berupa institute research yang menyediakan info
potensi pertanian Indonesia dan model pembiayaan yang dapat digunakan.Selain
itu, pengawas yang akan berperan langsung di BPRS dan LKS merupakan SDM
berkualifikasi, seperti mereka yangmerupakan sarjanatamatan institusi pertanian
di bidang pertanian. Untuk dapat menarik SDM potensial ini, diperlukan sebuah
kegiatan yang memilki brand sehingga
sarjana tersebut terdorong utnuk berkontribusi.
Bank Tani dapat meniru pola Indonesia Mengajar
yang menyediakan tenaga pengajar
berkualifikasi dan terseleksi utnuk daerah-daerah yang mengabdi selama
lebih satu tahun. “Indonesia Menanam” bisa
menjadi sebuah brand yang didukung pemerintah, bank Indonesia, bank tani, serta
stakeholder terkait. Sarjanatersebut diharapkan dapat menajdi pengawas,
pendidik, sekaligus mentor bisnis bagi nasabah-nasabah di daerah terkait. Peran
pengawas sangatlah signifikan mengingat rata-rata petani Indonesia tidak memiliki
tingkat pendidikan yang dapat memacu mereka untuk mendorong tingkat
produktivitas hasil usaha secara inovatif.
Gambar
6. Tahapan dalam kegiatan agribisnis (Kastaman,2005)yang mesti diawasi
Gambar
7. tahapan dalam
kegiatan agroindustri (kastaman, 2005) yang perlu diawasi
5. Stabilisasi Pendapatan
Belajar
dari kegagalan bebrapa Pengalaman dari bank-bank pertanian yang didirkan di
Amerika [14]dan
Eropa serta pola pengkreditan pertanian yang ada di Indonesia disimpulkan bahwa
ciri khas pertanian yang hasilnya serta
nilai penjualannya tidak dapat diprediksi
menjadi penyebab ketidakstabilan bank pertanian. Situasi alam yang
menyebabkan gagal panen, hasil panen yang tidak sesuai perkiraan atau harga
jual yang berfuktuasi, menjadi beban yang sangat berat untuk petani dalam
mengembalikan pinjaman yang ia lakukan.
Prinsip
syariah menjamin perlindungan akan ketidakpastian ini melalui akad yang
digunakan. Dalam transaksi ekonomi berbasis syariah, segala kegiatan perjanjian
yang menghubungkan dua belah pihak atau lebih, dan kegiatannya berhubungan dengan
masa depan, harus lebih dahulu dijelaskan secara spesfifik kuantitas dan
kualitasnya sedari awal sejak perjanjian itu dibuat. Contoh kasus yang cukup
umum untuk pertanian adalah akad salam,sedangkan untuk pertanian level besar
seperti agri bisnis dan industri bisa menggunakan mudharabah
Untuk
mengatasi adanya kemungkinan nasabah tidak mampu melunasi pembiayaan yang
diberikan kepadanya, dapat diatasi dengan menerapkan Pola menabung dan asuransi
di bank pertanian. Asuransi dengan akad tabarru memberikan jaminan perlindungan
sewaktu-waktu jika petani tidak bisa memenuhi perjanian yang telah disepakati
disebabkan adanya major force seperti
bencana alam.Sedangkan tabungan dapat digunakan sebagai sistem wealth management [15]
sendiri, ketika mereka mengahadapi kondisi kesulitan utnuk memeunhi cicilan
dalam jangka pendek.
Stabilisasi
pendapatan tidak hanya diperoleh melaui prinsip syariah dan program tabungan
dan asuransi saja, Memastikan petani dapat mencegah peluang terjadinya resiko
usaha sejak dini merupakan langkah paling baik.Oleh karena itulahketerbatasa
petani dari segi pengetahuan mengenai resiko seperti ini, dapat diatasi melalui
pengawasan dari mentor bisnis yang ada di BPRS/ LKMS.
6. Aksesibilitas
Bank
tani yang terpusat di satu wilayah harus memilki kepastian menjangkau pertanian
hingga pelosok daerah. Oelh karena itu diperlukan peran BPRS dan LKMS yang
telah dikonversi khusus sebagai BPRS atau LKMS pertanian
7. Penyedian Skim Pembiayaan yang variatif
Akad
yang dapat digunakan variatif dan tidak terbatas dan menyesuaikan dengan produk yang
diusahakan, wilayah, tingkat resiko, dan nasabah itu senditi.
8. Pengintegrasian Supply Chain
Di
negara maju, bank pertanian didirikan dengan tujuan pemenuhan industri.Oleh
karena itu, peralatan dan teknologi pertanian negara maju yang minim SDA jauh
lebih canggih dibandingkan negara berkembang.negara-negara maju mengembangkan
pertanian secarakomprehensif melalui kebijaksanaan negara dalam membela dan
memajukan kepentinganpertanian. Hasilnya adalah terjaganya surplus hasil-hasil
pertanian yang tinggi sehinggaketahanan pangannya terjaga baik.
Transformasi
pertanian terjadi secara cepat yangdiperlihatkan oleh jumlah petaninya yang
tinggal sekitar 2 % , yang diikuti olehpeningkatan rata-rata luas areal per
petani 37.6 hektare. Bahkan di Amerika Serikat, luaslahan per petani mencapai
hampir 200 hektare.Pada tahun 2002,perusahaan seperti Nestle dan Unilever
masing-masing mencapai nilai penjualan US$54.2 miliar dan US$ 25.6 miliar, kedua perusahaan ini tumbuh berkat pasokan
pertanian yang terjamin.bandingkan dengan pengeluaran Pemerintah Indonesia pada
tahun yang sama untuk pertanian dan sumberdaya alam hanyalah Rp 4.29 triliun[16]
saja.
9. Diversifikasi Risk
Pendirian
bank tani yang membiayai pertanian
hingga agroindustri dapat megurangi ketakutan sebagian pihak terkait akan
berdirinya bank tani yang membiayai pertanian yang memiliki resiko tersendiri. Dengan
dibaiayainya, bisnis dan ndustri dari pertanian itu sendiri, dapat membantu
perusahaan manakala sewaktu-waktu terdapat risko dari agrikultur yang tak dapat
dihindari
10. Modal Sosial berupa nilai religious
dan trust.
Trust
dipeoleh dari kedekatan LKMS/ BPRS denagn nasabah. Oleh karena itu , diperlukan
pola pembangunan melalui LKMS dan BPRS yang telah ada dan dikonversi menjadi
LKMS dan BPRS khusus pertanian.
11. Regulasi yang mendukung
Pihak
BI harus langsung turun tangan menghilangkan asumsi bahwa pertanian memliki
risiko tinggi dan mendorong bank syariah yang ada utnuk menjadi peolopor bank
pertanian.
Melalui
regulasi yang mengikat, Pemertintah sendiriharus memastikan dirinya berperan sebagaiavalis dan
penjamin bagi petani di bank pertanian. Selain itu, pemerintah harus
pulamengadakan progam sertifikasi tanah untuk para petani yang rata-rata belum
memilki setrifikat agar dapat digunakansebagai jaminan ketika mengajukan
pembiayaan.
BAB V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
1. Konsep
bank pertanian yang sesuai untuk pengembangan sektor pertanian di Indonesia
adalah konsep bank pertanian terintegrasi antara sektor agrikultural, agribisnis
dan agroindustri. Dimana konsep tersebut menggunakan dua skema pembiayaan,
terpisah dan integratif.
2. Konsep
akad yang cukup sesuai untuk dapat diterapkan dalam rancangan ini adalah akad
salam ataupun mudhorobah baik tunggal maupun parallel. Namun tidak menutup
kemungkinan digunakannya akad lain yang memang sesuai.
- Untuk menjamin konsep bank pertanian beserta skema pembiayaan yang dimaksud dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka ada beberapa inovasi bersifat kelembagaan yang harus dilakukan, yaitu:
-
Pendirian melalui konversi Bank
-
Pemanfaatn dana waqf tunai, dana IDB,
dan saham dari masyarakat atau publik
-
Pooling fund
-
Penyediaan Sumber Daya Manusia Strategis
melalui Socialentrepreneur dan
Program “Indonesia Menanam”
-
Stabilisasi Pendapatan
-
Aksesibilitas
-
Penyedian Skim Pembiayaan yang variatif
-
Pengintegrasian Supply Chain
-
Diversifikasi Risk
-
Modal Sosial berupa nilai religious dan trust.
-
Regulasi yang mendukung
V.2
Saran
1. Pemerintah harus segera mengoptimalan
sektor pertanian di Indonesia selambat-lambatnya sebelum MEA terbentuk, salah
satunya adalah dengan cara merealisasikan bank pertanian.
2. Pemerintah harus segera membentuk
payung hukum yang jelas dan bersifat mengikat di sektor pertanian khususnya
dalam hal pembiayaan.
3. Bank Indonesia sebagai regulator
perbankan di Indonesia harus turut serta dan pro aktif dalam mendorong berdirinya
bank pertanian oleh bank syariah yang telah ada.
(n.d.). Retrieved from
www.businessnews.co.id.
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_pangan/perkembangan-industri-agrikultur/. (n.d.).
Analisis Kebijakan
Pertanian. Volume 5 No. 2, . (2007, Juni ). 5 (2), pp. 99-109.
Didu, D. I. (2003,
April). Kinerja Agro Industri Indonesia. 8 (2), pp. 16-25.
Hakim, d. B. (2010).
“Perlukah reformat kredit Untuk Agribisnis? Tantangan dan Prospek Pengembagna
Pertanian ke depan’.
Hidayat, A. (2006).
“Skim Pembiayaan bagi Pengembangan Pertanian dan Perikanan,”. Seminar
Regional dan Diskusi Terfokus, ISEI. Makassar.
http://www.businessnews.co.id/featured/prospek-pembiayaan-sektor-pertanian-oleh-bank-syariah.php. (n.d.).
http://www.fp.brawijaya.ac.id/academic/pdf/13_7makalah.pdf. (n.d.).
KASTAMAN, R. (2005).
MANAJEMEN PRAKTIS USAHA BIDANG AGRIBISNIS dan AGROINDUSTRI. Acara Kegiatan
Pembekalan Peningkatan Keterampilan Dan Wawasan Pegawai Dalam Masa Persiapan
Purna Tugas. Jatiluhur, Purwakarta.
Kompas . (2011, Juli ).
Nurmanaf, A. E. (2006).
Analisis Sistem Pembiayaan Mikro Dalam Mendukung Usaha Pertanian di
Pedesaan. Laporan Penelitian, Pusat Analisis Sosek dan kebijakan Pertanian,
Departemen Pertanian.
Pakpahan, A. (2009).
TRANSFORMASI PERTANIAN, MENGAPA MEMERLUKAN BANK PERTANIAN? . Seminar “Menuju
Pendirian Bank Pertanian”, kerjasama IPB, Bank Indonesia dan Departemen
Pertanian . Bogor.
Srihono, A. (12-13
April 2006,). Pengembangan Pembiayaan Pertanian dan Perikanan di Sulawesi,
Maluku, dan Papua. Seminar Regional dan Diskusi
Terfokus, ISEI, “Pembangunan Pertanian dan Perikanan Sebagai Basis Pengembangan
Ekonomi Kawasan Timur Indonesia. makassar.
Syukur, M. d. (2001).
Karya Usaha Mandiri: Sebuah Skim Pembiayaan.
Tika. (2011). In Islamic
Economic Outlook 2011. lembaga penerbit PEBS FEUI.
Zain, Y. d. (n.d.).
SKEMA PEMBIAYAAN PERBANKAN DAERAH MENURUT KARAKTERISTIK.
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_geo_054387_chapter2.pdf.
(n.d.). Retrieved august 13, 2011
[1]http://www.fp.brawijaya.ac.id/academic/pdf/13_7makalah.pdf
[2] Analisis Kebijakan Pertanian. Volume
5 No. 2, Juni 2007 : 99-109
[3] Pengajar ekonomi pembangunan dari institute agama
islam negeri Syekh Nurjati Cirebon
[4]Kredit Ketahanan Pangan dan
Energi (KKP-E) yang dulu dikenal dengan Kredit Ketahanan Pangan (KKP), sudah
berjalan sejak Oktober 2000 merupakan penyempurnaan dari KUT (Kredit Usaha
Tani), KKPA (Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya), serta Kredit
Koperasi Pangan (KKP). KKP ditujukan untuk membantu permodalan petani dan
peternak dengan suku bunga terjangkau sehingga mereka dapat menerapkan
teknologi rekomendasi budidaya dan dapat mengembangkan agribisnisnya secara
layak.
[5]http://www.suarapembaruan.com/ekonomidanbisnis/pembiayaan-perbankan-syariah-ke-agribisnis-minim/4152
[6]Sesuai tulisan Dr. Ir. Muhammad Said Sidu, peneliti
agroindustri BPT dalam Agrimedia volume
8 no2-April 2003, penulis mengasumsikan agrikultural (pertanian secara umum),
agribisnis, serta agroindustri merupakan
tiga hal yang seharusnya dibedakan dalam tataran praktis. Akan tetapi, secara
struktur resmi seperti di data Badan Pusat Statistik memang belum ada pembedaan
yang jelas di antara ketiga sektor karena memang sulit dipisahkan.Penulis
memilih untuk tidak menggunakan kata pertanian atau agrikultur saja secara
umum, melainkan menekankan lebih jelas agribisnis dan agroindustri guna memandu
alur pemikiran masyarakat mengenai pertanian sehingga pertanian bisa diamati
sebagai sektor yang bisa berkembang lebih luas hingga tingkat industri. Akan
tetapi, penulis juga memilih untuk tidak menghilangkan kata agrikultural
(pertanian yang dikenal secara umum) dan mewakilkannya langsung pada kata
agribisnis atau agroindustri yang
merupakan bagian dari agrikultur. Hal ini berguna agar bank pertanian
ini tetap dikenal dari pola dasar agrikultur atau pertanian sesuai persepsi
awam masyarakat, tidak langsung menuju kepada pertanian yang berorientasi
bisnis saja atau industri. Oleh karena itu, pada akhirnya, penulis pun
menyarankan bahwa bank pertanian yang akan didirikan di Indonesia, memiliki
nama Bank Pertanian (Syariah), bukan menggunakana nama komersil lain, seperti
bank X supaya memudahkan penginternalisasian dan promosi kepada petani bahwa
ini adalah bank tani yang hadir untuk seluruh petani tanpa melihat skala
produknya atau jenis subsector pertanian yang ia kembangkan.
[7]Agrikultur adalah proses memproduksi
makanan, panganan, serat, dan banyak hasil-hasil kebutuhan lain di sektor
pertanian tanaman-tanaman tertentu dan pertambahan hewan-hewan lokal
(ternak)..( http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_pangan/perkembangan-industri-agrikultur/)
[8]Agribisnis adalah
kegiatan usaha yang membudidayakan tanaman, ternak mulai dari saat awal
pertumbuhan hingga menghasilkan produk siap konsumsi dan siap olah untuk proses
lebih lanjut
(Kastaman,2005). Agrobisnis ditekankan pada kegiatan pertanian dengan
tujaun utama bisnis sedangkan agrikultur terbatas pada kegiatan memproduksinya
baik untuk bisnis atau pun non bisnis.Contoh kegiatan agrikultur atau pertanian
non bisnis adalah konservasi perkebunan nasional.
[9] Agroindustri adalah usaha yang mengolah bahan mentah
dari pertanian termasuk di dalamnya tanaman dan ternak sedemikian rupa
menghasilkan produk hasil olahan yang beragam jenis dan manfaatnya (Kastaman,2005).
[10] Disesuaikan
dengan trend pola pembiayaan yang berkembang di sektor pertanian
[11] Agus Pakpahan
dalam tulisannya TRANSFORMASI
PERTANIAN, MENGAPA MEMERLUKAN BANK PERTANIAN?
[12]Alasan Mentri
Pertanian Indonesia periode 2009-2014 belum mendukung pendirian khusus bank
pertanian adalaha adanya pertimbangan biaya besar utnuk mendirikan bank.Oleh
karena itu, beliau menyarankan pengoptimalisasian lembaga yang sudah ada.
[13]Tujuan
social yang dimaksud diperoleh dari kegiatan usaha bisnis. Ini Berbeda dengan
CSR yang meupakan kegiatan social yang didanai dari usaha yang murni profit
oriented
[14]dedi Budiman
Hakim (2010) dalam tulisannya “Perlukah reformat kredit Untuk Agribisnis?
Tantangan dan Prospek Pengembagna Pertanian ke depan’
[15] Di Bank agrikultu Taiwan, meraka justru meilki wealth
management division yang berguan mendidik pertain agar bisa mengatur kekayaan
mereka sehingga memiliki saving aynag dapat digunakan sewaktu-waktu
[16]Makalah
singkat disampaikan pada Seminat “Menuju Pendirian Bank Pertanian”, kerjasama
IPB, BankIndonesia dan Departemen Pertanian, Bogor, 11 Mei 2009 TRANSFORMASI PERTANIAN,
MENGAPA MEMERLUKAN BANK PERTANIAN? Oleh Agus
Pakpahan
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut