Pemudi yang lahir 23 tahun lalu ini memulai hidupnya di kota Bukittinggi,
Minangkabu. Disina adat dan agama bersinergi -Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah-. Di negeri inilah,
dia menemukan masyarakat yang luar biasa mengajarkannya tentang totalitas
berprestasi dunia dan akhirat. Negri yang melahirkan tokoh-tokoh bangsa yang hampir
selalu dikaitkan dengan sisi religiusitas. Dia belajar agama dan dunia bisa
hidup tanpa sekularisasi.
Melihat kaya dan miskin hidup berdampingan dan arif, sudah menjadi hal yang
lumrah ia temui di sekitarnya. Rumahnya tepat berada di antara kompleks
perumahan pemulung dan penjaja kaki lima Bukittinggi dan rumah-rumah pengusaha
kaya di kota ini. Dan baginya kesenjangan
itu baru dikenal lima tahun lalu, saat menginjak kaki di kota Jakarta dan
kampusnya tercintanya, Universitas Indonesia.
Sentia memilih berkuliah di Fakultas Ekonomi UI karena ia bercita dapat
berkontribusi memperkecil kesenjangan ekonomi Indonesia. Sejak SD, dia selalu
resah melihat kesenjangan yang dipaparkan di media massa. Dia selalu bingung mengapa
ada orang miskin yang benar-benar miskin dan kaya yang benar-kaya, yang tidak
pernah dia dapati di lingkungan tumbuhnya dulu. Mungkin ini naif, tapi seperti
itulah stigma yang melekat di kepalanya.
Di kampus UI, dia tergolong biasa saja tapi untungnya diberikan kesempatan
untuk hidup bersinergi dengan orang-orang luar biasa. Salah satu momen terbaik
dalam hidupnya adalah mengenal komunitas kajian kecil keuangan syariah. Ia
telah mengubah cara pandang Sentia
tentang ekonomi dan mengembalikan mimpi kecilnya. Dari sana dia belajar otodidak
mengenai keuangan islam, sebuah keuangan
yang sempat dia anggap alternatif atau second
choice dari ilmu yang dipelajari di kampus.
Dipecut semangat untuk menjadi ahli keuangan islam yang dapat membantu
masyarakat miskin. Sentia belajar keras untuk dapat menspesialisasi keilmuanya di keuangan syariah. Saat itu, sumber tenaga
dosen dan mata ajar yang disediakan masih minim, yang memaksanya untuk mencari
sumber di luar kampus, seperti seminar,kajian dengan mengunjungi pakar atau sekolah-sekolah
ekonomi islam bahkan secara ‘ ilegal’. Keterbatasan media dikampus, memang
menjadikan ketertarikannya dengan keuangan islam saat itu, masih sebatas
mencari tahu, mempelajari, berdiskusi,
meneliti, atau membuat karya sederhana berupa tulisan.
Selama menjadi mahasiswa, Sentia aktif di jejaring organisasi nasional
FoSSEI (Forum Studi Silaturrahmi Ekonomi Islam) hingga kampus di SHINE (Study and Research of Islamic Economic and
Business) UI yang membuatnya belajar dan berprestasi. Di tingkat internasional,
ketertarikannya terhadap isu keuangan mikro islam membuat salah satu finalis mahasiswa
berprestasi FEUI ini diberikan
kesempatan menyampaikan penelitian dan gagasannya di The Fifth Foundation of
Islamic Finance Conference (FIFC) yang dihadiri oleh guru besar Durham University, Habieb Ahmed. Ini
pula yang membuatnya diterima sebagai salah satu delegasi Indonesia di HPAIR Conference (Harvard Project for Asian
and International Relations). Di
masyarakat, saat tinggal bertetangga dengan masyarakat kawasan kumuh Manggarai,
ia juga berinisiatif mengembangakan program Sanggar Anak Manggarai (Sanggarai) dan
mengajak rekanan dan alumni UI lainnya berbagi inpirasi dengan mengajar atau
melakukan gerakan kecil melek finansial disana.
Sentia memang bukan siapa-siapa. Sekarang, dia mengabdi di kampus sebagai
asisten dosen dan Junior Research Assistant di Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah
(PEBS) UI. Sentia tengah mempersiapkan dirinya agar bisa melanjutkan pendidikan
di keuangan islam dari kampus terbaik Durham University, INCEIF, atau IIUM. Tahun
ini, selain dia mendapat kesempatan emas
membantu penelitian terkait keuangan syariah
dari salah satu Ph.D Candidate
dari Cambridge University, ia juga
memanfaatkan ‘waktu tunggu’nya ini dengan belajar di program intensif Bahasa Arab dan Alquran. Sentia
percaya pada kesuksesan orang-orang besar dari negeri Minangkabu. Mereka yang
terus belajar dunia dan kembali kepada Alquran.
Diakhir tahun ini, Maybank Islam,
bank islam terbesar ketiga di dunia, memberikannya kesempatan sebagai penerima
beasiswa S2 INCEIF 2015. Suatu prestasi yang tidak dia sangka karena disaat
seleksi final, dia mesti bersaing dengan pesaing berkompeten lain dari Asia
Tenggara dan dia menjadi satu-satunya kandidat muslimah.
Sentia percaya bahwa belajar adalah ibadah dan berprestasi adalah dakwah.
Dia bercita keuangan islam akan memiliki tempat dalam strategi pengentasan
kemiskinan rakyat Indonesia. Dengan izin Allah, semoga Sentia dapat berfastabiqulkhairat disini. Aamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar