Ramadhan, Bulan Kebangkitan Ekonomi
Oleh Rahma Suci Sentia
Ramadhan dan consumption-
transfer
Tanpa disadari, ramadhan dan ekonomi islam merupakan dua hal yang
saling terkait. Ramadhan yang menjadi momen ketika seorang hamba harus
menahan diri dari rasa lapar, haus, serta menjauhkan diri dari hal-hal yang
membatalkan puasa merupakan masa ketika semua umat muslim di muka bumi secara serempak
meminimalkan tingkat konsumsi sehingga berkurang secara agregat (keseluruhan ). Gunanya untuk mewujudkan consumption-
transfer dari kelompok kaya ke kelompok miskin sehingga proporsi
konsumsi kelompok miskin dalam konsumsi agregat akan meningkat. Pembagian ‘kue ekonomi secara
adil’ pun terwujudkan. Sebuah keadilan yang diidamkan dan akhirnya mewujudkan masyarakat yang madani.
Tidak akan terdengar kata ‘lapar’ dari rumah-rumah kumuh. Apalagi berita
kematian karena gizi buruk. Semua terpenuhi kebutuhannya.
Ramadhan dan consumption- switching
Ramadhan pun ‘memaksa’ seseorang untuk
lebih beretika dalam mengkonsumsi. Berlebih-lebihan, boros, dan menggunakan
barang-barang tidak ber-etika mulai dari alkohol, rokok, hingga DVD porno. Bukan hanya konsumsi barang/jasa ‘haram’ itu
saja,bahkan seorang muslim akan terkontrol dari konsumsi barang-barang tidak bermanfaat
yang selama ini terlihat seolah menyenangkan atau bermanfaat. Contohnya saja,
berkurangnya konsumsi menonton tanyangan gosip atau film-film asing/ korea
yang sekarang lagi mengerogoti anak muda bahkan seorang aktivis sekalipun.
Ramadhan dan penjauhan diri dari riba (interest)
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya."(Al-baqarah:279)
Jika seorang hamba telah
mengurangi dan menjaga diri dari konsumsi yang tidak bermanfaat sedikitpun di
mata Allah, tentu ia pun harus menyadari bahwa diantara konsumsi-konsumsinya
yang dimilkinya sekarang mungkin saja masih ‘kotor’ karena bergumul dengan
riba atau bunga. Baik itu bunga yang ia dapatkan karena ia menginginkannya
sejak awal atau ia dapatkan tanpa ia minta. Atau bisa jadi ia tidak pernah
mengambil ‘riba/ bunga tapi uang yang gunakan digunakan untuk transaksi riba.
Misal, seseorang yang menabung di bank konvensional tapi ia tidak mengambil
bunga bank-nya. Akan tetapi, patut disadari ia telah membantu perkembangan
transaksi haram yang bernama ‘riba’ itu sendiri. Jika ia tak bisa dihindari
dan benar-benar tidak ada pilihan lain, boleh jadi contoh si pelaku tadi dibenarkan.
Akan tetapi, di masa dimana perkembangan ekonomi syariah sedang menuju titik
puncaknya dengan berbagai fasilitas yang tidak kalah jauh bahkan lebih baik
dari lembaga keuangan konvensioanl, apakah kita masih harus membuat alibi
bahwa ‘tidak ada pilihan lain?’
Ramadhan sebagai proses pendekatan
diri seorang hamba kepada khaliqnya mengharuskan seorang hamba berada di
dalam kondisi menerima fitrahnya dan tidak menyalahinya. Riba (interest) yang termasuk dalam tujuh
dosa besar selain syirik sudah seharusnya ditinggalkan oleh setiap hamba
karena apa artinya ibadah puasa, tarawih, sedekah, tilawah quran yang
dilakukan jika harta seseorang masih mengandung hal yang dilaknat Allah dan
menjauhkannya dariNya, yaitu riba (interest). Maka, jauhilah riba (penggunaan
bunga dalam transaksi)!!!
Ramadhan dan income-transfer
"Seutama-utamanya shadaqah, adalah di
bulan Ramadhan." Demikian sabda Rasulullah Saw (HRTirmidzi)
Di dalam ilmu cost management, dikenal istilah transfer pricing dalam
suatu organisasi atau perusahaaan. Sebuah langkah transfer biaya diantara
divis-divisi perusahaan yang bisanya
dilakukan perusahaan untuk menekan biaya di dalam produksi atau operasi dan
meningkatkan profit perusahaan secara keseluruhan. Sebenarnya, tidak hanya
sebuah perusahaan yang dapat melakukan langkah ini, sebah negara pun dapat
mengatasi masalah perekonomian dengan cara ini. Cara ini dikenal dengan transfer pendapatan. Akan
tetapi, sayangnya negara kita dan hampir keseluruhan negara belum menerapkan
cara ini dengan benar. Cara yang benarr itu dinamakan sedekah-sebuah instumen
filantropi di dalam islam baik yang bersifat wajib seperti zakat ataupun sunah- Dengan
instrument filantropi yang mentransfer pendapatan orang kaya ke orang miskin,
maka permintaan barang dan jasa orang miskin akan meningkat. Jika seorang ekonom mempelajarinya
lebih dalam dengan setumpuk rumus dan model ekonomi dan analisisnya, ia akan
dapat mendapati bahwa pendapatan sebuah negara akan bergerak tumbuh dengan cepat dikarenakan multiplier
effect dari konsumsi orang miskin yang justru mengembangkn pertumbuhan
ekonomi di setor riil.
Dan kesemua rumusan yang mungkin
membingunkan itu, akan kita dapati dan semakin dirasakan efeknya ketika
dibulan ramadhan. Sepelit-pelitnya orang pun, pasti ia tidak akan meyia-nyiakan
waktu untuk bersedekah. Belum lagi
zakat fitrah yang pasti wajib dibayar oleh setiap hamba sebelum menyambut Id
Fitri. Dan zakat maal yang biasanya dirapel
kaum berkemampuan untuk membayarnya di bulan ini.
Ramadhan dan knowledge-economy
Negara seperti India dan China yang semakin
ditakutkan bangsa Eropa dan Amerika, lahir dengan kekuatan dan keunggulan
kompetitif yaitu unggul berbasis pengetahuan.
Ekonomi mereka maju dengan teknologinya karena mereka belajar dan
beramal secara kontiniutas. Mereka membuktikan bahwa bukan negara dengan sumber daya alam yang
melimpah yang akan jaya dan kaya, tapi
negara dengan pengetahuan luas dan SDM yang cerdasa lagi berkualitas.
Ramadhan merupakan
masa dimana hamba diharuskan banyak belajar dan memahami hakekat ilmu. Dengan
puasa ilmu akan mudah dipahami. Ini dikarenakan filter iman dan taqwa-input sekaligus ouput dari ramadhan- ini
menyerang langsung fitrah
akal ilmiah dan firah dari manusia.
Disaat kondisi ini pula, manusia akan diberi pemahaman yang lebih
baik terhadap nilai dan ajaran agama yang akan berpengaruh signifikan terhadap variabel-variabel
ekonomi yang penting seperti konsumsi, tabungan dan investasi, lapangan kerja
dan produksi, serta distribusi pendapatan. Manusia pun akan berkutit dengan teori ekonomiyang mengatakan sumber
daya alam itu terbatas sedangkan kebutuhan manusia tidak terbatas. Dengan
memperdalam ilmu agama, mereka akan diilhami pengetahuan bahwa konsumsi
manusia ada batasnya sedangkan sumber daya alam ini tidak ada batasnya karena
Allah telah menjamin kecukupan segala isi bumi dan langit untuk
hamba-hambanya.
|
REFERENSI
1. Alquranul karim
2. Tulisan Yusuf Wibisono (Wakil
Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) FEUI) dimuat di Koran
Tempo, Selasa, 25 Agustus 2009
|
Senin, 06 Agustus 2012
Ramadhan, Bulan Kebangkitan Ekonomi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar