“Menjadi Guru”
Sabtu 21 Januari 2012 pukul 04.10,
kumandang azan yang mendayu membangunkan pagiku. Seperti kebiasaanku
ketika di asrama PPSDMS, meski dalam keadaan setengah sadar, aku akan
bergegas sholat berjamaah. Udara dingin desa Bojong menjadi godaan
tersendiri bagiku untuk mendirikan sholat. Akan tetapi, Puput, adik
angkatku, yang berusia 3 tahun dengan penuh semangat menghampiri kamarku
dan mengajakku berjamaah dengannya dan kakaknya Fariz (10 tahun). Dia
sepertinya sangat senang diajar sholat sejak pertama kali aku datang ke
rumah ibu bapak dan mengajak si kecil sholat.
Sahabat,
pagi ini selepas subuh, aku mempersiapkan media belajar sambil ditemani
senandung almatsurat dari netbookku. Rutinitas yang berbeda dari
hari-hari biasanya. Ini adalah hari pertamaku mengajar di SD 2 Bojong,
Kecamatan Pamempeuk, Garut. Aku bukanlah seorang guru, tapi dengan
seizin Allah, Ia memberikanku kesempatan selama 23 hari menjadi bagian
dari 30 pengajar Gerakan UI Mengajar. Sebuah
kesempatan untuk berbagi inspirasi dan mimpi. Sebuah peluang untuk
mengabdi nyata pada bangsa dari kini, di tengah kesibukan aktivitas
belajar di kampus, orbganisasi, dan tentunya dakwah kampus.
Pagi ini kumulai dengan membaca kembali pesan seorang teman
‘Said
Qutb berkata orang besar adalah orang yang memikirkan dan
memperjuangkan kebaikan untuk masyarakatnya. Semangat mengabdi, Bu Guru’.
Pesan-pesan
semangat dan harapan dari sahabat-sahabatku seperti inilah selalu
memberikan spirit tersendiri bagiku. Hingga menjadikan aku berpikir
berkali-kali, “apa yang bisa kuperbuat sebagai pengajar disini agar 23
hari kehadiranku bisa dirasakan manfaatnya oleh anak-anakku menuju
sekolah yang lebih madani.
Kubuka
catatanku dan sebuah harapan besar tertoreh di halaman pertamanya
“Menjadi Guru yang dekat dari hati ke hati”. Bismillah Ya Allah. Aku
ingat dahulu aku berangan sekali agar anak-anakku bisa meneladani keteladan sederhana Rasulullah. Aku juga berangan agar bisa membantu mereka menjadi pribadi aktif, partispatif, berani bermimpi, kreatif dan mengetahui potensi diri.
Aku percaya bahwa segala ketidakberdayaan dan kekurangan kita kini
bukanlah hal yang akan menjadikan kitatidak sukses, bahkan seringsekali
kekurangan itu yang akan menjadikan kita bernilai dan kuat jika kita
bisa menghadangnya. Kesuksesan, semua ditentukan dari apa yang kita
citakan, harapkan, percayakan dan usahakan sejak dini.Dan tentunya
ditentukan oleh siapa yang menjadi sosok yang berpengaruh dalam hidup
kita. Dan aku ingin sekali mereka mencintai Muhammad dan menjadikannya
role model mereka.
Menjelang
dhuha, akupun mempersiapkan berbagai hal mulai dari konsep hingga
teknis untuk merombak kelas 6 menjadi kelas ternyaman dan teasyik bagi
anak-anak. Setelah 2 hari sebelumnya mensurvei kondisi sekolah, kelas,
dan mencari masalah dan kebutuhan anak-anak, akhirnya aku siap dengan
nama kelas bintang, aturan
main kelas bintang, MHMMD (Merencanakan Hidup Mengelola Masa Depan) ala
Bojong, Presensi Sang Bintang, Papan Prestasi Sang Bintang, Pohon
Harapan, ‘nyanyian anak Indonesia’,goyang duyu, dan tentunya mars Kelas
Bintang. Kelak kebiasaan menyiapkan media ajar menjadi kesibukanku
setiap malam sehabis mengajar ngaji di rumah mang Encuk. Aku akan
disibukkan dengan menyiapkan media ajar kreatif yang costless seperti permainan harta karun matematika, kartu urut, kartu gambar, dan yang palin gseru tentunya misi reporter cilik.
—
Dibanding
pengajar-pengajar yang lain rumah kayuku terletak paling jauh ke
sekolah, tepatnya di dekat sungai, sedangkan sekolah berada jauh diatas.
Hikmahnya, aku mungkin menjadi pengajar yang paling banyak disapa dan
menyapa masyarakat sekitar karena rute perjalanan yang lumayan jauh
mengharuskan aku bertemu masyarakat Bojong yang lebih banyak dan
tentunya rajin menyapa.
“Wilujeng
Enjing”, sapaku menyapa anak-anak yang saat itu sedang bergegas mendaki
bukit kecil, tempat sekolah kami terletak. Sejurus dengan malu-malu
mereka meraih tanganku dan tasku. Dalam beberapa hitungan detik,
serombongan pasukan anak-anak berbaju pramuka tampak turun kebawah bukit
dan menyambutku dan tanganku sambil menorehkan seyum sumringah. Ada
rasa yang begitu luar biasa, ketika tanganmu disentuh dan dipanggil bu
guru.
—
Satu
hal yang paling kupelajari dari kelas bintang dan desa Bojong, mereka
tidak butuh hal-hal besar dari kita, tidak juga materi. Mereka hanya
butuh semangkuk dorongan dan kepercayaan dari kita. Mereka hanya butuh
kita yang memperlihatkan kepada mereka‘jendela dunia’agar tahu bagaimana
hidup ini, bagaimana mereka hidup didalamnya, dan apa peran penting
yang bisa mereka bawa. Semua kupelajari dari kelas bintang disaat aku
mengajak mereka membuat sendiri aturan main kelas.
Aturan
main kelas bintang dibuat hampir 3 jam di pertemuan pertama. Itu semua
hasil pemikiran anak-anak setelah hampir 1-2 jam aku menceritakan
kisah-kisah orang desa yang sukses mengubah lingkungan dan
mencapai cita-citanya. Tentu saja, aku selipkan kebiasaan dari
orang-orang hebat itu. Habibie, Soekarno, Hatta, SBY, Thomas Alfa
Edison, Bambang Pamungkas, Barack Obama, kisah sukses beberapa temanku
dan pastinya Muhammad menjadi daftar playlist tokoh yang menginspirasi
mereka hari itu. Setelah berkoar-koar dengan cerita ini, akhirnya mereka
secara aklamasi menyebutkan aturan-aturan main yang ingin mereka
terapkan. Ada aktif, jujur, membaca sebelum dan sesudah belajar, belajar
kelompok, bersih dan rapi , datang tepat waktu, patuh pada kebenaran
(bukan patuh pada ibu atau siapa tapi kebenaran yang datang hanya dari
Allah ), dan tidak berisik sendiri (tapi boleh berisik bersama dengan
syarat untuk belajar) .
Aku
tidak berharap dalam 23 hari, aturan-aturan ini bisa menjadi kebiasaan
dan akhirnya menjadi karakter mereka. Hanya saja aku berharap ada satu
dari mereka yang membiasakan satu saja aturan ini hingga akhirnya
menjadi karakter kuatnya di masa depan. Dan orang itulah yang akan
menjadi pemuda yang akan mengubah desa Bojong menjadi desa madani.
—
Mereka Super/26 Januari 2012.Tak
disangka, pelajaran penjaskes hari ini adalah mengambil pasir di sungai
karena sekolah mau memperbaiki beberapa bagian tempat berwudhu. Dan
tentu pekerjanya tak lain tak bukan addalah guru-guru itu sendiri.
Sungguh super guru disini kerja merangkap tanpa digaji lembur.
Aku
pun menemani anak-anak dengan penampilan yang sebenarnya sangat tidak
cocok untuk naik turun dari sungai ke sekolah yang ada di atas . Hari
itu dengan seragam hitam dan blezer hitam, sepatu sedikit berhak, aku
menemani mereka ke bawah dan tentu ikut bermain pasir sambil bernyanyi
Mars Kelas Bintang “Mimpi dan Cita” . Bapak guru terlihat kebingungan
denga tingkah saya dan sontak melarang aku, “Adiuh ibu biar teh
anak-anak aja”.
Jam
10 hari ini aku begitu lapar walaupun aku sudah tepar pada ronde
pertama putaran untuk turun naik dari sungai ke atas bukit sekolah tapi
letihnya begitu dahsyat. Anak-anak sepertinya juga tepar tapi wajarlah
padahal mereka harus melewati 4 ronde.ha ha
iHari
ini aku mendadak diminta menggantikan jadwal mengajar Pak Budi. Awalnya
aku sedkit bingung mau mengajarkan mereka apa, disaat sebenarnya mereka
begitu lelah harus mengangkut pasir dan juga bermain sepakbola
setelahnya. Untunglahku memilki persediaan mengajar yang seharusnya
diajarkan minggu depan. Kotak ajaib yang berisi kartu urut pecahan
berwarna warni akhirnya menjadi senjataku untuk media hari ini. Walaupun
sebenarnya aku was was menagajarkan mereka dikondisi melelahkan seperti
ini ditambaha 50 % mereka masih belum bisa perkalian 1-5, tapi entah
mengapa aku percaya para bintang, siswaku di kelas bintang pasti sanggup
mengerjakannya. Tampak mereka begitu antusias mengerjakan misi kartu
urut yang tampak menarik di hadapan mereka. Waktu 40 menit kuberikan ke
mereka untuk mengerjakannya dalam kelompok.
Dan
tentunya aku mengingatkan ke mereka tentang pentingnya pemilihan
leader, “ayo anak-anak kalau di dalam kelompok, yang pertama kali harus
ada apa??. “pemimpin, ibu, jawab mereka. Hmhm senang rasanya mereka
ingat dan masih begitu mengingat perlunya pemimpin seperti yang
kuajarkan beberapa hari yang lalu. “Ayo berganti jadi pemimpin ya..gak
boleh sama seperti kemaren. Harus kita pergilir…..”kan.”, tambah mereka.
Semua
berpacu dalam misi. Akupun senang dengan pola kelompok ini karena
setiap anak yang berkemampuan dalam matematika telah kuajarkan untuk
mengajarkan yang lain, dan bukan membantu mengerjakan. Dan dengan inipun
aku bisa fokus membantu secara one to one
ke anak-anak yang masih jauh kemampuannya. Hari ini aku tidak bisa
bernafas sama sekali. Karena segera setelah selesai berkunjung ke satu
kelompok untumengajarkan anak yang paling belum bisa, aku akan mendapat
panggilan dari kelompok lain. Tak henti. Mereka termakan kata ‘malu
bertanya sesat dijalan’.
Hari
ini setelah sholat berjamaah di mesjid, kami makan bareng sebelum
sekolah siang. Seperti biasa lauk mereka adalah mie. Disayangkan memang,
karena kemaren dan kemarennya lagi hampir 90% dari mereka membawa mie.
Tapi dibawah kesederhanaan itulah rasa sayang dan keakraban kami
terbentuk. Semangkuk mie cinta.
—
03 Februari 2012.Sahabat,
Jika kemaren aku merasa begitu karena beberapa anak membuat rusuh di
kelas ,kini aku merasa begitu bahagia…..hari ini semua anak kelas
bintang membaca buku sebelum masuk kelas. Ajaib. Dari hanya 1 yang
membaca di hari pertama aturan main dijalankan terus, 8,16, 18, 19, 22,
16, 19, 24. Aku suka angka 24.ajaib tuk anak-anak yang tidak suka
membaca buku
Kebiasaan
membaca di kelas bintang menjadi kebiasaan paling bertahan bahkan
hingga kini disaat aku tak lagi disana. Semua karena kekuatan saling
menasehati dalam kebaikan dari anak-anak sang bintang, kekuatan Alashr.
Demi
masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk
kesabaran (AlAshr 1-3)
Sedari
awal aku telah merasa khawatir untuk hari ini, hari-hari terakhir, dan
hari disaat kelak aku meninggalkan desa ini. Aku takut mereka melupakan
mimpinya, aku takut tak kan ada lagi kobaran semangat mereka, aku ingin
semangat dan impian, dan semangat pantang menyerah selalu berkobar dari
hati mereka. Aku pun menanamkan kebiasaaan saling mengingatkan,
membantu, dan menasehati teman dalam hal kebaikan ibarat gelas berisi
air yang harus terus dibagi agar tidak tumpah.
Kelak,
Hari-hari setelah kepergianku, selalu ada saja laporan dari beberapa
anak yang kutunjuk sebagai asisten dan mata-mataku . Yang nyonteklah,
yang tidak baca buku, yang tidak bersih dan rapi, mereka melaporkan
perkembangannya. Dan tentu aku akan selalu memberi kesempatan pada
asistenku untuk menasehati temannya sembari aku menitipkan pesanku untuk
yang melanggar aturan main. Pesan kasih sayang dan harapan, tentunya.
—
Minggu-minggu
terakhir ini pun, aku kunjungan ke beberapa rumah anak-anakku. Rumah
anak-anak yang butuh pendampingan khusus adalah rumah yang paling
pertama kukunjungi. Dari pertemuan itu, aku tahu bahwa mungkin mereka
keliatan tidak pintar untuk mata pelajaran seperti matematika di kelas
tapi mereka sangat pintar di hal-hal yang lain. Pintar seni musik, tari,
gambar, sepak bola, public speaking, unterpersonal skill, dan menulis.
Dan mereka dengan kemampuan skill luar biasa ini yang mungkin tak pernah
diliat orang lain sebagai sebuah kelebihan, hampir semua mereka bercita
sebagai dokter.
Aku
pun mengunjungi rumah-rumah yang bintang kelas, merekalah yang kelak
menjadi asistenku. Yang secara rutin melaporkan keadaan personal, kelas,
dan sekolah hingga saat ini.
—
Hari
terakhir kepergianku. Aku tidak bisa untuk tidak menagis tapi aku tidak
pernah mengucurkan air mata karena perpisahan ini. Justru aku menangis
bahagia disaat hari terakhir perpisahan aku menanyakan kabar cita-cita
mereka. 19 dari 24 anakku kini berani bermimpi untuk melanjutkan kuliah
padahal hanya 1-2 yang mau kuliah saja adalah keajaiban di desa ini. Ari
tetap saja kekeh hanya akan SMP. Sedangkan Mila, Agung, Ade, Anggi mau
sampai SMA. Padahal di SD ini di desa ini tamatan SMP adalah hal yang
ajaib apalagi jika kau berani bermimpi lebih. Ya, inilah ceritaku
terlalu banyak cerita inspiratif yang ingin kuceritakan tentang desa
Bojong, tentang anak-anaknya yang berjuang dalam keterbatasan, tentang
orangtua yang begitu berharap pada anak-anaknya. Dan aku yakin semua
kita pasti memiliki cerita inspiratif asalkan kita melibatkan hati dan
tekad untuk melakukan sesuatu perubahan disana.
Teruntuk
anak-anakku yang kusayangi karena Allah dan RasulNya: Eca, Reza, Sindi,
Anggi, Nuri, Uci, Nurul, Reli, Ari, Ade, Winky, Anggun, Mila Y.A,
Agung, Rifal, Nina, Siti, Wida, Cika, Ipar, Imam, Minarti, Susi, Mila.K.
Kelas Bintang!!!!! Yes, We are Stars……:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar