*Cerita
ini berawal dari sebuah cerita Ridwansyah Yusuf Achmad tentang Kampus
Madani berjudul “Ini mimpiku, kawan. Aku begitu terinspirasi dengan
cerita tersebut. Saking aku sukanya, aku akhirnya merangkai ulang dengan
kehidupanku, kehidupan kampusku, dan mimpiku, mimpi kita. Jika ada
kesamaan itu bukan tanpa kusengaja tapi dengan sengaja banyak kesamaan.
Hmhmhm ralat!!!Bukan banyak kesamaan lagi tapi memang dasar ceritanya
adalah cerita kakak RYA ini yang kusesuaikan dengan kehidupanku. Jika
teman-teman ingin membaca tulisan versi RYA dengan kehidupan kampusnya
silahkan kunjungi http://ridwansyahyusufachmad.com/2010/10/19/ini-mimpiku-kawan/*
________________________________________________________________________________________________________
Asholaa tu khoiyyum minna naum….
Asholaa tu khoiyyum minna nauuum…..
Allahu Akbar… Allahu Akbar….
Laa ilaaha ilallah…..
Lantuntan azan yang mendayu membangunkan pagi, seperti muslim lainnya, meski dalam keadaan setengah sadar, aku dan keluarga bergegas ke mesjid untuk ibadah subuh berjamaah. Udara dingin yang menusuk kulit seakan menjadi godaan tersendiri bagi umat muslim untuk sholat di masjid.
Sobat, pagi itu selepas subuh aku pun kembali lagi ke kamar untuk mempersiapkan kuliah pagi ini. Sobat, ini adalah hari pertama bagiku untuk mengajar di kampus yang telah mendidik ku menjadi seorang sarjana yang tangguh. Dan ternyata Allah mengizinkan diriku untuk kembali merajut indahnya islam di kampus perjuangan ini setelah merantau ke negeri Britania Raya.
Setelah memulai pagiku dengan mempersiapkan sarapan keluarga dan membereskan rumah seperti biasa, akupun memerapihkan rak buku, memilah antara buku yang berhubungan dengan akademik, buku agama, dan buku umum lainnya. Dalam tumpukan buku-buku agama, terselip sebuah buku, buku yang sangat berkesan untukku, Sobat itu adalah buku Sayyid Qutb yang berjudul petunjuk jalan. Pagi itu aku terbawa pada masa-masa silam dimana buku berwarna hijau itu aku baca saat masih mahasiswa. Sebuah mimpi akan seorang revolusioner muslim yang sangat kuat, Imam Sayyid Qutb telah mengubah pemikiran anak muda sesuai saya dulu menjadi pribadi yang terus dan terus ingin berjuang.
“Orang besar adalah orang yang memikirkan dan memperjuangkan kebaikan untuk masyarakatnya”. Perkataan beliau inilah yang paling menginspirasi hidupku hingga kini.
Dalam indahnya khayal buku tersebut, aku berpikir “apa yang bisa aku lakukan sebagai seorang dosen untuk membuat kampus ku menjadi kampus yang madani”. Pikiran ku pun terbawa pada sebuah angan masa lalu, kampus madani. Sebuah cita-cita seorang mahasiswa bersama seorang sobat-bernama ai- yang ingin melihat kampusnya penuh nuansa Islam. Mimpi yang terdeklarasikan Januari 2011 di taman-taman indah di jalan-jalan kecil kampus kuning. UI, Universitas Indonesia
Aku pun terbawa suasana mimpi kampus madani sembari merapihkan rak buku kayu yang sudah berdebu. Aku coba bersihkan setiap debu yang melekat, menyusun buku demi buku sehingga menjadi rak buku yang nyaman untuk digunakan. Tak lama setelah itu, aku bergegas membuka laptop ku dan menyiapkan mata kuliah hari ini, “hmm.,manajemen resiko keuangan syariah dan, fiqh muamalah ekonomi kontemporer dua mata kuliah, oke, bismillah”. Dua mata kuliah yang belum pernah kudapatkan di masaku kuliah dulu. Alhamdulillah, kini makara abu-abu, telah membuka jurusan keuangan syariah sendiri. Melonjaknya antusiasme keingintahuan mahasiswa terhadap ekonomi, manajemen, dan akuntansi syariah di zamanku tampaknya mendorong para dosen terutama bikrorasi kampus untuk menyegarakan membuka jurusan baru di tahun 2013. Di tahun yang sama dengan tahun kelulusanku. Ah...dulu sempat terbersit untuk bisa mencicipi jurusan syariah di kampus ini dan menjadi asdos di jurusan tersebut. Tapi jalanku beda. 2013 bisa dikatakan sangat telat untuk membuka jurusan syariah di kampus pelopor gerakan ekonomi syariah. Akan tetapi, aku beruntung bisa tetap berjuang di kampus ini dengan title dosen. Ya menjadi dosen , sembari sibuk melaksanakan peran utama dan peratama musllimah di rumah dan tentunya mengurus Lab School of Islamic Economic and Business, sebuah sekolah bisnis setara SD, SMP, SMA dengan konsep sekolah alam.Alhamdulillah.....:)
Pagi itu hingga menjelang dhuha aku mencoba menyiapkan dengan sepenuh hati presentasi dua kuliah ku hari itu. Sebenarnya rasa inginku untuk bergegas ke kampus semakin penuh semangat karena rasa penasaran dari diri untuk mengetahui apa yang bisa aku lakukan untuk membuat kampus madani. Aku sudah berjanji dengan adik-adik ku yang masih mahasiswa, bahwa aku akan membuat legenda bersama mereka. Bukan hanya sekedar legenda, melainkan realisasi akan harapan besar indahnya islam di kampus ini.
…..
Dengan mengendarai sepeda motor aku melaju ke kampus dan berencana memakirkan sepeda motorku di parkiran kampus. Sebuah pemandangan sangat menakjubkan aku rasakan, senyum sapa dan salam yang sangat tulus terlontar dari petugas parkir di kampus. Tiada keluhan atau omelan kepada pengendara yang memarkirkan motor tidak rapih. Mereka menegur dengan sangat santun dan membantu merapihkan motor dengan baik. Tiada kata kasar atau mimik marah yang terpancar, ketulusan melayani sangat terasa dalam setiap gerak-gerik mereka merapihkan motor.
Saya tertarik pada sikap mereka, sembari merapihkan motor saya mengajak mereka berbincang santai,
“Apa kabar pak ? sibuk nih ya banyak motornya”saya memulai menyapa
“ah udah biasa bu, namanya mahasiswa, mereka udah susah susah kuliah, kita harus dukung mereka biar kuliahnya bener”
“wah si Bapak bisa aja, enak ya kerja di kampus ? gaji naik kah? Hehe”
“alhamdulillah bu, sekarang bisalah kita hidup lebih baik, meski cuma juragan parkir, kampus bener-bener merhatiin kami”
“alhamdulillah ya pak, maaf nih pak kalo adik-adik mahasiswa kadang suka gak rapih, saya duluan ya, pak”
“iya bu, kami senang bantu mahasiswa, hati-hati ni”
Percakapan singkat tersebut sangat menyentuh hati saya, dan saya menjadi berpikir bahwa kampus ini sudah sangat memperhatikan kesejahteraan civitasnya, bukan hanya dosen dan karyawan, melainkan keseluruhan sistem kampus. Bahkan hingga petugas parkir sudah diberikan kelayakan pendapatan.
Saya kembali teringat dengan wajah tulus yang diberikan oleh petugas parkir, mereka tiada ada rasa jengkel terhadap ulah mahasiswa yang tidak rapih, mereka telah menyadari bahwa mereka memiliki tugas yang sangat mulia yakni memberikan rasa aman bagi para calon pemimpin bangsa kelak, para mahasiswa. Subhanallah, saya hanya mampu mengucapkanlafadz itu, betapa indahnya kampus ini ketika penghuninya sudah memiliki visi yang mulia dalam menjalani kehidupan.
……
Perjalanan ke program studi keuangan syariah cukup dekat dari parkiran, memakan waktu hanya sekitar sepuluh menit dengan berjalan santai. Aku pun menikmati pemandangan yang sangat indah di kampus ini, tempat kumpulan ATM di kampus telah berubah, beberapa label syariah sudah menyertai nama bank yang ada disana. Saya pun memperhatikan, tampaknya yang menggunakan bank konvensional hanya non-muslim
Sangat wajar saya berpikir, mengapa antrian di bank syariah menjadi sangat panjang, karena semua muslim telah menggunakan bank syariah. Saya pun menyapa seorang mahasiswa jurusan akuntansi, seorang mahasiswa tingkat tiga yang kebetulan pernah bertemu sebelumnya,
“Assalamualaikum” saya menyapa
“waalaikumsalam bu sentia” ia menjawab salam ku
“lagi antri di bank ya ? ikutan bank syariah ya ?” saya bertanya iseng ingin tahu
“iya bu, sejak beberapa tahun lalu. Saat pendaftaran, setiap mahasiswa boleh memilih untuk menggunakan kartu tanda mahasiswa dari bank syariah atau konvensional”
“wahhh, subhanallah… mantabbb… trus jadi yang muslim banyak yang ke syariah ya?”
“tidak hanya muslim bu, bahkan beberapa non-muslim juga pada ikut pengen punya KTM bank syariah” ia menjawab dengan penuh semangat
“wah hebat, oke..oke.. lanjtin antrinya,, jangan telat kuliah saya ya nanti”
“iya bu, insya Allah”
Kami pun berpisah, saya tertawa sendiri mengetahui informasi barusan, ternyata lingkungan pendidikan di kampus ini sudah mendukung keberadaan bank syariah. Dan caranya pun tidak memaksa, mereka memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memilih apakah ingin menggunakan perbankan syariah atau tidak. Dan lebih hebatnya lagi, bukan hanya mahasiswa keuangan syariah saja yang menggunakannya, justru mahasiswa dari jurusan akuntansi, manajemen, dan ekonomi pun tak mau ketinggalan. Walau mereka, baik yang muslim dan nonmuslim, tidak berada di jurusan syariah, jangan dikira semangat-semangat menggerakkan roda ekonomi syariah mereka pun begitu kuat. Sebuah kesadaran nurani untuk mewujudkan Indonesia yang lebih adil dan bermartabat melalui ekonominya yang adil dan rasional.
Rasa syukur pun aku panjatkan, betapa tidak. Perbankan syariah yang telah dibuat oleh para yahudi telah membuat ekonomi dunia menjadi ekonomi yang kosong. Jumlah mata uang yang dicetak telah melebihi jumlah cadangan emas sebuah negara. Bagaimana mungkin harga emas ditukar hanya dengan selembar kertas. Dan sistem syariah yang sesuai dengan ketentuan Islam dapat menyelamatkan dunia dari bubble economic development.
Sobat, ini cerita tentang sebuah kampus yang telah berhasil menanamkan ekonomi syariahdengan cara yang baik, bahkan non-muslim menjadi nyaman untuk menggunakannnya. Dalam hati aku berpikir “inikah kampus madani?”.
………
Pagi yang cerah di iringi daun mahoni yang beguguran, dedaun kering pun berjatuhan basah karena hujan yang mengguyur kota petir semalaman. Petugas kebersihan menyapu daundaun kering itu dengan riang seakan sedang bermain. Aura bahagia sangat terasa pada diri mereka. Para mahasiswa yang akan melewati daundaun yang akan disapu pun tampak sopan, mereka sedikit membungkukan badan sembari menyapa petugas kebersihan dengan “misi, Pak”. Sebuah kebiasaan yang sangat baik, mereka benar-benar menghormati setiap orang.
Dalam asyiknya menyaksikan kesopanan mahasiswa itu, pandanganku teralihkan pada pemandangan yang lain. Aku melihat seorang mahasiswa yang memegang bungkus bekas makanan sembari berjalan. Aku pun menjadi bertanya dalam hati “mengapa tidak dibuang aja sampahnya”. Mata ku mengikuti mahasiswa itu berjalan, hingga ia membuang sampahnya pada tempat sampah bertuliskan “sampah anorganik”. Pemandangan yang sangat cantik, seorang mahasiswa rela memegang cukup lama seonggok sampah demi membuangnya di tempat sampah khusus untuk plastik. Ia rela melewati beberapa tempat sampah yang organik untuk menjaga kualitas lingkungan kampusnya. Atau dengan kata lain -saya berpikir- jiwa kampus yang berwawasan lingkungan bukan lagi sekedar pembangunan infrastruktur melainkan sudah menjadi kebiasaan hidup dari mahasiswa.
Langkahku pun berlanjut ke arah program studi tempat aku mengajar, sambil memandangi beberapa majalah dinding di kampus. Tempat mahasiswa menempelkan publikasi kegiatannya. Aku memperhatikan dengan seksama, tiada ada lagi saling meniban atau merusak publikasi kegiatan lain. Semua tersusun dengan sangat baik sehingga orang-orang dapat membaca dan menyerap informasi dengan sangat baik.
Aku juga memperhatikan tidak ada propaganda gelap yang isinya berupa provokasi yang cenderung desktruktif. Bisa jadi memang aspirasi sudah bisa di sampaikan dengan baik kepada yang bersangkutan atau yang bertanggung jawab, sehingga tidak perlu lagi ada “surat kaleng” atau “kampanye gelap” yang hanya menggangu ketentraman mahasiswa.
Langkahku pun terhenti di depan lift program studi ku. Dan aku pun kembali memandang sekeliling sembari merenungkan kembali makna kampus madani. Dan aku pun menyimpulkan,
“kampus madani bukan hanya sekedar keadaan dimana semua muslim menjalankan ibadah dengan baik, tetapi lebih mendalam dari itu, sebuah keadaan dimana Islam telah diterima oleh semua civitas academica baik muslim dan non-muslim. Islam telah menjadi sistem sosial dari kehidupan kampus.”
………
Kuliah pagi ini adalah kuliah pertama bagiku sebagai seorang dosen. Seperti orang pada umumnya, sesuatu yang pertama selalu penuh gairah. Seperti yang iklan sering sampaikan,kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda. Ya, aku pun ingin menyiapkan kuliah pertama dengan baik, memberikan kesan yang baik bagi mahasiswa. Aku datang ke ruang kuliah lebih awal sekitar 15 menit, untuk menyiapkan segala kebutuhan perkuliahan.
Setiba di ruangan, aku segera menyalakan laptop ku, dan memeriksa kembali presentasi perkuliahan yang akan disampaikan. Saat sedang asyik melihat dan mengecek presentasi, seorang mahasiswa datang, “anak mufe nih tampaknya” aku membatin dalam hati seketika setelah melihat tampilannya yang bercelana bahan.
Mahasiswa itu pun menyapa ku dengan senyuman yang tulus, “kuliah manajemen resiko perbankan syariah, bu?”
Aku terkaget menjawab,”iya, silahkan duduk, saya menyiapkan laptop dan infocus dulu ya”
Tetapi mahasiswa ini bukannya duduk, ia justru menghampiri ku seraya berkata pendek “saya bantu ya bu”
Aku pun kaget kembali, “makasih yaa, saya atur laptop saya dulu”.
Sambil ia mengatur infokus ia pun bertanya pada saya “bu sentia ? yang dulu pernah aktif di SHINE FSI FEUI dan FoSSEI?????
Aku menjawab dengan senyum, “iya, saya Rahma Suci Sentia jurusan akuntansi konvensional, hooo, iya kabarnya saya aktif di organisasi yang katanya Rumah Ukhuwah Kita, hehee” aku menjawab setengah bercanda
Mahasiswa tersebut berkata kembali , “wah bu, saya pernah membaca buku ibu, ternyata sekarang orangnya jadi dosen saya” ia berkata bersamaan dengan ia mencolokkan kabel infokus ke laptop ku
“aku pun tersenyum”.. pembicaraan kami pun berakhir dengan mulai berdatangannya mahasiswa ke kelas. Aku memperhatikan mahasiswa barusan duduk di barisan terdepan dan bergegas menyiapkan buku catatannya.
Aku pun memulai kelas ini dengan memperkenalkan diriku sebagai seorang dosen muda yang baru mengajar. Tak kusangka, beberapa dari mereka tampak mengenalku –setidaknya namaku-, “mungkin mereka aktivis mahasiswa atau penggiat ekonomi syariah di kampus”.
“perkenalkan nama saya Rahma Suci Sentia dulu pernah seperti Anda semua jadi mahasiswa di FE, saya angkatan 2009, ada pertanyaan untuk sesi kenalannya?”
Seorang mahasiswi di barisan tengah mengacungkan tangan dan bertanya, “S2 dan S3 nya dimana bu?”
“saya kebetulan mengambil MA Islamic Finance dan mendapatkan kesempatan visiting research di Al-Azhar University Cairo dan Oxford University, Inggris, ini baru saja selesai bulan lalu, alhamdulillah”. Untuk S3nya doakan saja 1-2 tahun lagi di Program Islamic Studies Al-Azhar Cairo. Tergantung dengan keadaan kampus, ‘jawabku tersenyum penuh semangat.
Seorang mahasiswa di barisan belakang bertanya lagi, “ibu dipanggilnya siapa?”
“panggil Sentia saja atau uni sentia, gak harus dipanggil ibu juga, saya sih santai saja, yang penting kita saling menghormati ya… oke. Kita mulai perkuliahan ya”
Perkuliahan pertama bagi aku tampak cukup menyenangkan, aura mahasiswa yang masih semangat kuliah menjadi energi tersendiri bagi ku dalam menyampaikan ilmu yang pada diriku. Aku memperhatikan dalam kelas, beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang duduk di barisan depan adalah mereka yang tampaknya seorang aktivis dakwah, dan mereka sangat aktif bertanya di kelas, begitu juga teman-teman yang lainnya. Pertanyaan datang bertubi-tubi dan membuat susana kelas sangat dinamis.
Aku kembali berpikir di tengah perkuliahan, “sepertinya semua mahasiswa sudah memahami hakekat mereka sebagai mahasiswa, seorang yang tidak pernah haus untuk mendapatkan ilmu. Memang benar firman Allah yang pertama “bacalah”, memang Allah memerintahkan kita untuk selalu terus menambah ilmu”
“Sobat, kampus madani bukan hanya sekedar tentang simbol-simbol Islam yang terpampang dengan besar, melainkan adanya pembudayaan nilai-nilai Islam kepada seluruh civitas academica, ketika semua mahasiswa –tak pandang bulu baik muslim maupun bukan- memaknai menunut ilmu secara syamil , maka salah satu mimpi kampus madani telah terwujud.”
Pelajaran pun usai dengan energi positif yang terpancar dari mata mahasiswa, mereka tampak sangat bergairah untuk mengikuti perkuliahan. Buat aku pun menjadi modal besar yang setidaknya membuat diri ini semakin percaya diri menjadi seorang pendidik.
Dalam kesibukan merapihkan infokus dan laptop, aku tertarik pada pemandangan yang unik diantara para mahasiswa. Mereka mendiskusikan kembali perkuliahan yang telah disampaikan, dan mereka saling mengecek ulang catatan perkualiahan diantara mereka. Aku melihat seorang muslimah yang berjilbab lebar tampaknya menjadi teladan dalam hal catat-mencatat perkuliahan, ia cukup banyak dikerumuni oleh teman-temanya yang lain.
Aku pun tersenyum dalam hati,”alhamdulillah ternyata para aktivis dakwah sudah memahami pentingnya menjaga kualitas akademik, tentu mereka telah jadi teladan untuk teman-temannya”
………
Siang setelah kuliah pertama aku menaiki tangga menuju lantai tiga gedung program studiku, disana terdapat ruangan kerja untukku. Ruang kerja yang berukuran panjang dan lebar tiga meter. “cukuplah untuk dosen muda”, saya merapihkan ruangan yang akan saya tempati kedepannya. Sebuah komputer sudah tersediakan dengan spesifikasi yang baik, rak buku tersedia, dan aku tinggal memindahkan buku di kardus dan merapihkan ke rak buku. Ku beri sedikit hiasan di dinding ruangan yang baru saja kubeli di toko.
Siang itu aku punya waktu sekitar dua jam sebelum kuliah selanjutnya, dan aku putuskan untuk mengisi waktu itu dengan merapihkan ruang kerja dan bertemu dengan adik-adik Forum Studi Islam FEUI dan SHINE UI yang telah menghubungiku malam sebelumnya. SHINE UI sekarang telah menjadi UKM UI tersendiri, berpisah dari FSI FEUI. Ya, inilah evolusi yang harus dijalanai seiring gencarnya ekonomi syariah yang tidak hanya berpengaruh ke fakultas ekonomi saja. Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas Teknik pun tampaknya ikut berevolusi dengan situasi ini. Keuangan syariah tidak hanya membutuhkan ahli ekonomi syariah, tapi juga SDM hukum bisnis syariah yang kompeten, teknik informasi dan ilmu komputer yang mengerti basis operasionalisasi syariah yang unik dan tidak bisa ditangani oleh para ahli yang tidak mengerti dasar ekonomi syariah. SHINE UI mewadahi mereka semua, penggiat perekonomian syariah Sedangkan untuk FSI FEUI, sebagai ibunya SHINE UI tetap menyokong supply-supply SDM untuk menggiatkan SHNE UI. FSI FEUI fokus pada fungsinya sebagai lembaga dakwah dan belajar islam tanpa harus kehilangan core competence ekonomi syariahnya. Ya, seharusnya kesuksesan orang, kelompok, dan organisasi memang diukur dari seberapa besar dia bisa melahirkan next generation yang jauh luar biasa dari mereka. Dan kita belajar dari FSI FEUI dan SHINE. Kaderisasi SDM mereka yang begitu ciamik hingga tak perlu bajak membajak SDM seperti kisah-kisah di kampus dan bank syariah ketika zaman saya dahulu.alhamdulillah.....
Waktu menunjukkan pukul 12.30, bunyi jarum jam menemani siang itu. Angin berhembus meniupkan pohon-pohon rindang dan memberikan pemandangan indah dai jendela lantai tiga. Dalam lamunan menikmati keindahan, tiba-tiba pint ruangan ku berbunyi, seseorang mengetok pintu tersebut.
“tok tok tok”…”assalamualaikum ni sentia”
“waalaikumsalam, masuk masuk, buka aja pintunya”
“permisi ni, maaf nih ganggu waktunya”
“silahkan silahkan, santai aja.. silahkan duduk, ada yang bisa saya bantu?”
“ini ni, kami berencana membuat seminar di dalam kampus tentang pemuda dan peradaban, kami rencananya ingin mengundang ni sentia sebagai pembicara, kami berharap ni sentia bisa menyampaikan tentang bagaimana dunia internasional memandang perekonomian syariah di Indonesia, dan kesempatan indonesia untuk menjadi bagian dari pemimpin peradaban keuangan syariah dunia”
“acaranya kapan ya ?”
“dua pekan lagi, hari sabtu”
“okelah, saya agendakan insya Allah, oh ya gimana SHINE sekarang ? bagaimana animo mahasiswa dengan isu keuangan syariah dan keterkaitannya bangsa?”
“alhamdulillah ni, sekarang mahasiswa sudah lebih bisa kritis dengan isu perekonoiman bangsa dan keterkaitanya dengan syariah . Mereka sudah bisa menempatkan mimpi mereka menjadi bagian dari pembangunan bangsa. Acara yang akan kita adakan, tahun lalu juga kita adakan dan sekitar 3000 mahasiswa hadir”
“wah mantabb yaa, bentuk gerakan mahasiswa gimana ? masih hobi demo kah ?”
“hehehe, aksi massa sekarang tetap ada ni, cuma lebih rapih dan terencana. Kita bisa buktiin ke masyarakat kalau mahasiswa bisa menyuarakan aspirasi dengan cara yang sopan dan tertib. Gerakan sosial masyarakat juga berkembang, mahasiswa sekarang sangat senang mengikuti semacam K2N mahasiswa, Gerakan UI Mengajar, Desa Binaan, Social act yang membuat mereka lebih dekat sama masyarakat”. Bahkan sekarang kita sudah punya BMT sendiri, hasil kerjasama kita dengan program Bank Mahasiswa FEUI dan desa binaan FEUI.
“wah seneng yaa, coba dari dulu udha seperti ini”
“ya Alhamdulillah ni, kan ini juga berkat efek bola salju kakak angkatan diatas”
“hmhmh bisa aja kamu, oh ya konflik pemikiran gimana di kampus sekarang ? makin seru ?”
“masih ni, tapi sekarang elegan ni perdebatan pemikirannya. Selebihnya kita akrab. Dan kita sudah bisa menerima perbedaan pandangan yang ada. Temen-temen yang pemikirannya Islam juga semakin bisa menebar pemikirannya dengan cara yang elegan sehingga mahasiswa menerimanya dengan sangat baik. Pada akhirnya, kita sadar kalau Islam lahir bukan untuk di paksakan, tetapi untuk disentuh dengan hati”
“hoo, nice… terus sekarang berarti pemikiran ideologi Islam diterima temen-temen?”
“yah begitu ni, mereka bahkan yang non-muslim bisa menerima sistem Islam tidak hanya sekedar melihat sisi ritual ibadah saja, tetapi mereka bisa menerima Islam sebagai sistem tata kehidupan yang komprehensif, akhirnya dengan proses dialekta yang ada. Semakin banyak mahasiswa yang menjadikan Islam sebagai prinsip hidup”
“wah hebat yaa… perjuangan berat ya pastinya, saya dari dulu merindukan yang kayak begini, toh memang pada akhirnya kan Islam itu rahmatan lil ‘alamiin. Saya pikir keadaan sekarang sangat baik, kalo temen-temen udah bisa memandang syiar Islam bukanlah syiar ibadah saja, tetapi syiar pedoman hidup,, okelah… sukses yaa gerakannya”
“siap ni, mohon bimbingannya”
“iya Insya Allah, kabari aja kalo butuh bantuan”
“Sobat, Kampus madani bukan berarti kita mendoktrin Islam secara paksa kepada civitas academica, kampus madani berarti adanya sebuah kebutuhan dan keinginan dari para civitas untuk mengenal Islam dengan kesadaran diri. Pada akhirnya bila Islam kita yakini yang terbaik, Islam dapat menjadi pemersatu dari semua pemikiran yang ada.”
………
Sekitar pukul satu siang aku memasuki ruang kuliah lagi untuk mengajar mata kuliah kedua hari ini. Yah, jadwal perkuliahan kini berbeda sekali dengan jadwal kuliahku yang dahulu. Kini tak ada lagi jadwal yang bentrok dengan jadwal umat muslim sholat. Kuliah sesi 2 berakhir jam 12 dan kuliah sesi 3 dimulai jam 13. Pemahaman mengenai pentingnya mendahulukan kewajiban yang utama dan pertama (mendirikan sholat kepada Pemilik Ilmu Semesta) diatas kewajiban lain (belajar menuntut agama Allah) sepertinya telah menjadi bagian pemahaman civitas. Dan civitas pun mampu mengelolanya agar tidak merugikan pihak manapun termasuk non muslim hingga mereka dapat mengerti. Toleransi antar beragama telah tumbuh subur disini.
Kali ini aku mengajarkan fiqh muamalah ekonomi kontemporer merupakan mata kuliah pilihan bagi mahasiswa jurusan selain jurusan ekonomi syariah. Biasanya hanya para aktivis penggerak utama ekonomi syariah yang berani mengambil mata kuliah ini-untuk skala anak-anak non jurusan syariah, tentunya-.
Aku memulai perkuliahan ini dengan mencoba memaparkan dua buah buku yang sangat fenomenal di bidangnya. Aku mencoba mengajak peserta kuliah untuk berpikir tentang urgensi dasar bermuamalah.“coba kita ekstraksi pemiikiran kita, apakah muamalah yang kuat bertujuan untuk membuat stabilitas ekonomi, atau ekonomi yang kuat untuk membentuk muamalah yang kuat”
Seorang mahasiswa menjawab, “ pada dasarnya keduanya berkaitan, saling berdampak satu sama lain, tetapi saya berpendapat bahwa muamalah yang baiklah lah yang akan menentukan stabilitas ekonomi”.....................
Jawaban mahasiswa tersebut di balas dengan pendapat lain dari seorang mahasiswi, “tetapi bukannya pembangunan ekonomi yang baik akan berdampak pada kelanggengan muamalah rakyat yang ada di bangsa?, jadi ekonomi yang memainkan muamalah itu sendiri”.........................
Seorang mahasiswi mengacungkan tangan dan langsung menyampaikan pendapatnya, “Ekonomi sekarang tidak bisa dipisahkan dari prinsip muamalah, karena ekonomi sendiri adalah bagian dari muamalah. Ibaratnya ibu dan anak. Dan.........................................
Seorang mahasiswa lain tak ketinggalan ingin berpendapat, kali ini ia menggunakan pendekatan Islam yang mencoba mensintesakan semuanya...............................................................................................................................................................................................................................................
Aku pun hanya mampu terperangah melihat luasnya wawasan yang dimiliki oleh mahasiswa-mahasiswi ku, dan aku hanya mampu memberikan komentar “aplaus dulu untuk pendapat kita semua, sangat cerdas”. Dan para peserta kuliah merespon dengan memberikan aplaus untuk mereka sendiri.
Mata kuliah ini memberikan sebuah kacamata baru bagi diriku, bahwa memang ternyata pemikiran Islam bila disampaikan dengan data dan fakta dan tentunya bukti yang relevan akan menjadikannya sebagai sebuah pemikiran yang bisa di terima oleh siapapun. Dari sebuah mata kuliah yang sedang aku ajar, ternyata pemikiran Islam mampu memberikan sebuah sentuhan yang dapat diterima oleh banyak orang.
Aku menjadi terpikir, bila semua aktivis mampu mengaitkan Islam dengan kompetensi akademik yang dimiliki atau isu yang sedang beredar di masyarakat, tentu akan menjadi sebuah nilai tambah tersendiri bagi syiar Islam yang dilakukan di kampus. Sebagai seorang dosen, aku juga mampu mengarahkan pemikiran mahasiswa kepada pemikiran yang Islami. Tetapi tentunya aku butuh banyak belajar agar pengiringan opini ini tidak menjadi doktrin, melainkan sebuah pemikiran yang memang bisa diterima oleh banyak orang.
“Sobat, Kampus Madani tercermin dari teladan para da’i nya dalam menjalankan kehidupan di kampus. Ia menjadi teladan dan panutan secara sikap, ia menjadi inspirator atas pemikirannya dan ia berusaha memanfaatkan segala kondisi dan situasi untuk menyebarkan nilai Islam yang sangat komprehensif”
……….
Sore hari menjelang, aku masih punya sebuah agenda lagi setelah ashar, mengisi kelompok mentoring mahasiswa tingkat lanjut. Aku sangat bersyukur masih di izinkan untuk memiliki binaan yang masih muda. Dan sore ini, akan jadi pertemuan perdana untuk kelompok binaan ku ini.
Senja mulai terasa, mentari pun tampak turun ke peraduannya, aku menikmati kampus ku di sore hari sembari mengenang masa-masa empat tahun sebagai mahasiswa. Sangat ingat di benakku saat kami mahasiswa mendatangi boulevard kampus, lalu mengkampanyekan ekonomi syariah melalui Gerakan Sedekah Seribu Sehari, mengirimkan surat resmi ke rektorat disertai hasil penelitian mengenai keinginan mahasiswa untuk disegerakan dual system pembayaran civitas akademika di kampus –sistem konvensional dan tentunya syariah-, bahkan memulai BMT sederhana pertama di sekre FSI untuk para mahasiswanya. Dan kini, usah riak-riak kecil itu sudah tidak lagi menjadi iringan saja, ia telah membentuk simfoni kehidupan nyata dan menguasai ruh-ruh gerakan di kampus ini.
Sembari jalan, mata ku tertarik untuk melihat sebuat poster sebuah acara yang bertajuk “BMT, fondasi peradaban Indonesia”, kegiatan ini di adakan oleh sebuah unit bernama interfaith. Aku berpikir, “ini seperti unit lintas agama, dulu banyak teman-teman pernah ingin mengibangsasi semacam ini, Cuma dulu sangat sulit”. Aku tertarik dengan unit ini dan tema yang mereka angkat, dan setelah bertanya-tanya ke mahasiswa yang kutemui di jalan, aku jadi mengetahui dimana sekretariat dari unit tersebut.
Aku menghampiri sekretariat unit tersebut di pusat kegiatan mahasiswa yang mana terdapat puluhan unit mahasiswa yang memiliki sekretariat disana. Di depan sekretariat unit interfaith terdapat tulisan “sahabat, mari kita bersama membuat Indonesia Tersenyum”. Aku melihat beberapa mahasiswa di selasar sekretariat mereka, ada seorang muslimah berjilbab, ada seorang yang berwajah tiongkok, ada seorang pria nasrani yang tampak religius, dan beberapa mahasiswa lain dengan aura agama yang berbeda.
Aku memperkenalkan diri dan menanyakan siapa ketua unit ini, dan ternyata seorang muslimah berjilbab lebar inilah ketua dari unit ini, saya dipersilahkan untuk duduk dan akhirnya kita berdiskusi bersama-sama dengan para mahasiswa lain yang tergabung di unitinterfaith.
“Perkenalkan saya sentia, dulu saya Akuntansi FEUI 2009, sekarang jadi dosen di sini”, saya memulai pembicaraan
“wah ibu sentia ya?Ya, saya sering membaca tulisan ibu tentang keuangan syariah terutama tentang pergerakannya di isu ekonomi rakyat menengah ke bawah dan ibu dulu juga penggiat di kampus, kan”, jawab ketua unit tersebut
“saya hanya terseyum”. “Oh ya saya mau tanya-tanya tentang unit ini boleh? Saya tertarik dengan unit ini, kok bisa terbentuk? Bagaimana mulanya?”terus tema yang kalian angkat di poster itu “BMT, fondasi peradaban Indonesia”,hmhm membuat saya semakin penasaran dengan unit in.
Seorang yang beragama hindu menjawab, “mas saya gede, jadi begini mas awalnya ini di inisiasi oleh unit agama islam, mereka mengajak unit agama lain untuk bersama-sama membuat kegiatan bakti sosial. Dari situ lah diskusi tentang agama dan toleransi berkembang”
Penjelasan gede dilanjutkan oleh victor seorang nasrani, “ya mbak, kami setelah itu mulai banyak diskusi tentang lintas agama, bukan untuk mencari perbedaan dan menimbulkan konflik tetapi untuk mencari kesamaan yang bisa membuat kita bersatu”
“kami meyakini bahwa saatnya kita hidup bersama dalam sebuah tujuan yang untuk membangun Indonesia, indonesia membutuhkan kesatuan semua umat beragama, dan dari unit ini kami mencoba mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersatu dan bekerja untuk bangsa”, dilanjutkan oleh ketua unit interfaith.
Aku bertanya kepada mereka, “jadi apa saja kegiatannya?”
Salah seorang dari mereka menjawab “kegiatannya banyak dalam bentuk seminar, kampanye sosial dan kegiatan bakti masyarakat dan salah satunya menggiatkan isu BMT untuk ekonomi sosial masyarakat”. Apalagi kami telah melihat perkembangan efek BMT yang nyata dari dalam kampus maupun di luar kampus, contohnya saja BMT UI sekarang yang telah memberdayakan masyarakat sekitar kampus hingga kampung Lio,dekat terminal .
Pembicaraan diantara kami berlanjut hingga membahas berbagai hal yang terkait mengenai kesatuan umat beragama dan pembangunan Indonesia. Aku sangat senang tentunya melihat keberadaan unit ini, sehingga lingkungan kampus tidak perlu ada friksi antar agama lagi, dan tentunya bisa menjadi contoh bagi umat beragama di Indonesia.
Saat aku akan meninggalkan sekretariat, aku diantara oleh dua orang anggota unit tersebut, keduanya muslim. Mereka bertanya padaku, “mbak dulu pernah aktif di lembaga dakwah FEUI kan ?”
Saya menjawab, “iya dulu pernah di FSI FEUI, kok tahu?”
“iya mbak sentia kan ? wah mbak, ini unit sebenarnya ide dari temen-temen lembaga dakwah di kampus, mbak kita mencoba ingin mengenalkan sistem Islam, dan pola pikir Islam ke temen-temen yang non-muslim juga. Dan
Alhamdulillah dengan pendekatan yang persuasif, kita para aktivis bisa meyakinkan bahwa Islam adalah agama terbuka dan siap menerima perbedaan”. Apalagi dengan intrik ekonomi yang semakin pelik, ekonomi syariah datang dengan keaplikatifan menyelesaikannya tahap demi setahap tapi dengan langkah pasti untuk ekonomi bangsa yang lebih baik bukan terkhusus untuk umat islam saja. Inilah uniknya dan tentunya membuat mereka tertarik dan tergerak dengan contoh nyata kebermanfaaatan islam yang lebih nyata.
Aku tersenyum lebar mendengar penjelasan dari mereka, aku sangat bersyukur menjadi saksi atas kerja keras para aktivis dakwah dalam membangun mimpi kampus madani. Sambil berjalan menuju masjid kampus, aku pun tersenyum bahagia.
“Sobat, kampus madani adalah sebuah lingkungan yang penuh dengan nilai Islam di dalamnya. Ketika Islam bisa diterima oleh semua orang bahkan yang berbeda agama, mereka menikmati dan hidup bersama dalam kepemimpinan Islam di kampus”
…………
Mesjid Ukhuwah Islamiyah, disinlah agendaku selanjutnya. Tampak masih banyak muslim yang tetap di masjid untuk membaca Qur’an atau diskusi santai dengan teman-temannya sehabis melaksanakan shoat ashar. Masjid benar-benar telah menjadi tempat untuk beraktivitas, masjid lebih dari sekedar tempat ibadah ritual saja, melainkan sudah menjadi pusat dari diskursus tentang peradaban.
Sore ini aku akan mengisi sebuah kelompok mentoring, sebuah lingkar peradaban, buat ku ini adalah embrio peradaban Islam yang terus berkembang setiap waktunya. Seiring dengan bertambahnya jumlah mahasiswa yang peduli akan Islam dan Dakwah Islam. Dalam senandung tilawahku, seseorang menepuk pundakku dan menyapa, “uni sentia?”
Saya menjawab, “ya saya sentia”
Beliau kembali berkata “ni, kita yang mau mentoring sama uni, saya yang tadi malam menghubungi uni melalui sms”
“oh iya, yuk kita ke koridor masjid saja biar lebih tenang”
“iya kak, apa nih ni untuk tema mentoring perdana kita”
Sebuah pertanyaan yang dulu pernah aku tanyakan juga kepada mentor ku saat masih kuliah, seperti yang telah aku sampaikan Sobat, aku selalu bersemangat untuk sesuatu yang pertama, dan dengan tegas dan penuh senyum aku menjawab pertanyaan tersebut dengan,
“dari kampus madani menuju Indonesia madani”
………..
Sobat, ini mimpi ku Sobat. Sebuah mimpi yang kucoba tuliskan untuk Sobat-Sobat semua muslim dan musliamh siapapun itu yang tergerak untuk menyebarkan indahnya islam.Bukan insan yang sholeh sendiri dan berislam sendiri tapi insan sholeh sosial. Meraka yang menyebarkan, menggerakkan islam dalam segala aspek kehidupannya, yang bergerak tanpa lelah dan berjuang penuh makna. Yakinlah Sobat, keberadaan kampus madani adalah salah satu langkah untuk mewujudkan Indonesia yang madani.
Sobat ini mimpi ku. Hmhmh bukan. Inilah mimpi kita. Tentu kamu dan anda akan menjadi bagian dari kita bukan??Kita yang memiliki mimpi yang sama yang akan menjadi nyata by design not by accident!!
Ekonomi Adil
Dari Kampus Madani
Untuk Indonesia yang Madani…
…………………………
Di kamar sederahana nan menentramkan di Asrama Tiara, PPSDMS NF
Tepat Ditengah Bulan Hijriyah pukul 10:10
Rahma Suci Sentia
________________________________________________________________________________________________________
Asholaa tu khoiyyum minna naum….
Asholaa tu khoiyyum minna nauuum…..
Allahu Akbar… Allahu Akbar….
Laa ilaaha ilallah…..
Lantuntan azan yang mendayu membangunkan pagi, seperti muslim lainnya, meski dalam keadaan setengah sadar, aku dan keluarga bergegas ke mesjid untuk ibadah subuh berjamaah. Udara dingin yang menusuk kulit seakan menjadi godaan tersendiri bagi umat muslim untuk sholat di masjid.
Sobat, pagi itu selepas subuh aku pun kembali lagi ke kamar untuk mempersiapkan kuliah pagi ini. Sobat, ini adalah hari pertama bagiku untuk mengajar di kampus yang telah mendidik ku menjadi seorang sarjana yang tangguh. Dan ternyata Allah mengizinkan diriku untuk kembali merajut indahnya islam di kampus perjuangan ini setelah merantau ke negeri Britania Raya.
Setelah memulai pagiku dengan mempersiapkan sarapan keluarga dan membereskan rumah seperti biasa, akupun memerapihkan rak buku, memilah antara buku yang berhubungan dengan akademik, buku agama, dan buku umum lainnya. Dalam tumpukan buku-buku agama, terselip sebuah buku, buku yang sangat berkesan untukku, Sobat itu adalah buku Sayyid Qutb yang berjudul petunjuk jalan. Pagi itu aku terbawa pada masa-masa silam dimana buku berwarna hijau itu aku baca saat masih mahasiswa. Sebuah mimpi akan seorang revolusioner muslim yang sangat kuat, Imam Sayyid Qutb telah mengubah pemikiran anak muda sesuai saya dulu menjadi pribadi yang terus dan terus ingin berjuang.
“Orang besar adalah orang yang memikirkan dan memperjuangkan kebaikan untuk masyarakatnya”. Perkataan beliau inilah yang paling menginspirasi hidupku hingga kini.
Dalam indahnya khayal buku tersebut, aku berpikir “apa yang bisa aku lakukan sebagai seorang dosen untuk membuat kampus ku menjadi kampus yang madani”. Pikiran ku pun terbawa pada sebuah angan masa lalu, kampus madani. Sebuah cita-cita seorang mahasiswa bersama seorang sobat-bernama ai- yang ingin melihat kampusnya penuh nuansa Islam. Mimpi yang terdeklarasikan Januari 2011 di taman-taman indah di jalan-jalan kecil kampus kuning. UI, Universitas Indonesia
Aku pun terbawa suasana mimpi kampus madani sembari merapihkan rak buku kayu yang sudah berdebu. Aku coba bersihkan setiap debu yang melekat, menyusun buku demi buku sehingga menjadi rak buku yang nyaman untuk digunakan. Tak lama setelah itu, aku bergegas membuka laptop ku dan menyiapkan mata kuliah hari ini, “hmm.,manajemen resiko keuangan syariah dan, fiqh muamalah ekonomi kontemporer dua mata kuliah, oke, bismillah”. Dua mata kuliah yang belum pernah kudapatkan di masaku kuliah dulu. Alhamdulillah, kini makara abu-abu, telah membuka jurusan keuangan syariah sendiri. Melonjaknya antusiasme keingintahuan mahasiswa terhadap ekonomi, manajemen, dan akuntansi syariah di zamanku tampaknya mendorong para dosen terutama bikrorasi kampus untuk menyegarakan membuka jurusan baru di tahun 2013. Di tahun yang sama dengan tahun kelulusanku. Ah...dulu sempat terbersit untuk bisa mencicipi jurusan syariah di kampus ini dan menjadi asdos di jurusan tersebut. Tapi jalanku beda. 2013 bisa dikatakan sangat telat untuk membuka jurusan syariah di kampus pelopor gerakan ekonomi syariah. Akan tetapi, aku beruntung bisa tetap berjuang di kampus ini dengan title dosen. Ya menjadi dosen , sembari sibuk melaksanakan peran utama dan peratama musllimah di rumah dan tentunya mengurus Lab School of Islamic Economic and Business, sebuah sekolah bisnis setara SD, SMP, SMA dengan konsep sekolah alam.Alhamdulillah.....:)
Pagi itu hingga menjelang dhuha aku mencoba menyiapkan dengan sepenuh hati presentasi dua kuliah ku hari itu. Sebenarnya rasa inginku untuk bergegas ke kampus semakin penuh semangat karena rasa penasaran dari diri untuk mengetahui apa yang bisa aku lakukan untuk membuat kampus madani. Aku sudah berjanji dengan adik-adik ku yang masih mahasiswa, bahwa aku akan membuat legenda bersama mereka. Bukan hanya sekedar legenda, melainkan realisasi akan harapan besar indahnya islam di kampus ini.
…..
Dengan mengendarai sepeda motor aku melaju ke kampus dan berencana memakirkan sepeda motorku di parkiran kampus. Sebuah pemandangan sangat menakjubkan aku rasakan, senyum sapa dan salam yang sangat tulus terlontar dari petugas parkir di kampus. Tiada keluhan atau omelan kepada pengendara yang memarkirkan motor tidak rapih. Mereka menegur dengan sangat santun dan membantu merapihkan motor dengan baik. Tiada kata kasar atau mimik marah yang terpancar, ketulusan melayani sangat terasa dalam setiap gerak-gerik mereka merapihkan motor.
Saya tertarik pada sikap mereka, sembari merapihkan motor saya mengajak mereka berbincang santai,
“Apa kabar pak ? sibuk nih ya banyak motornya”saya memulai menyapa
“ah udah biasa bu, namanya mahasiswa, mereka udah susah susah kuliah, kita harus dukung mereka biar kuliahnya bener”
“wah si Bapak bisa aja, enak ya kerja di kampus ? gaji naik kah? Hehe”
“alhamdulillah bu, sekarang bisalah kita hidup lebih baik, meski cuma juragan parkir, kampus bener-bener merhatiin kami”
“alhamdulillah ya pak, maaf nih pak kalo adik-adik mahasiswa kadang suka gak rapih, saya duluan ya, pak”
“iya bu, kami senang bantu mahasiswa, hati-hati ni”
Percakapan singkat tersebut sangat menyentuh hati saya, dan saya menjadi berpikir bahwa kampus ini sudah sangat memperhatikan kesejahteraan civitasnya, bukan hanya dosen dan karyawan, melainkan keseluruhan sistem kampus. Bahkan hingga petugas parkir sudah diberikan kelayakan pendapatan.
Saya kembali teringat dengan wajah tulus yang diberikan oleh petugas parkir, mereka tiada ada rasa jengkel terhadap ulah mahasiswa yang tidak rapih, mereka telah menyadari bahwa mereka memiliki tugas yang sangat mulia yakni memberikan rasa aman bagi para calon pemimpin bangsa kelak, para mahasiswa. Subhanallah, saya hanya mampu mengucapkanlafadz itu, betapa indahnya kampus ini ketika penghuninya sudah memiliki visi yang mulia dalam menjalani kehidupan.
……
Perjalanan ke program studi keuangan syariah cukup dekat dari parkiran, memakan waktu hanya sekitar sepuluh menit dengan berjalan santai. Aku pun menikmati pemandangan yang sangat indah di kampus ini, tempat kumpulan ATM di kampus telah berubah, beberapa label syariah sudah menyertai nama bank yang ada disana. Saya pun memperhatikan, tampaknya yang menggunakan bank konvensional hanya non-muslim
Sangat wajar saya berpikir, mengapa antrian di bank syariah menjadi sangat panjang, karena semua muslim telah menggunakan bank syariah. Saya pun menyapa seorang mahasiswa jurusan akuntansi, seorang mahasiswa tingkat tiga yang kebetulan pernah bertemu sebelumnya,
“Assalamualaikum” saya menyapa
“waalaikumsalam bu sentia” ia menjawab salam ku
“lagi antri di bank ya ? ikutan bank syariah ya ?” saya bertanya iseng ingin tahu
“iya bu, sejak beberapa tahun lalu. Saat pendaftaran, setiap mahasiswa boleh memilih untuk menggunakan kartu tanda mahasiswa dari bank syariah atau konvensional”
“wahhh, subhanallah… mantabbb… trus jadi yang muslim banyak yang ke syariah ya?”
“tidak hanya muslim bu, bahkan beberapa non-muslim juga pada ikut pengen punya KTM bank syariah” ia menjawab dengan penuh semangat
“wah hebat, oke..oke.. lanjtin antrinya,, jangan telat kuliah saya ya nanti”
“iya bu, insya Allah”
Kami pun berpisah, saya tertawa sendiri mengetahui informasi barusan, ternyata lingkungan pendidikan di kampus ini sudah mendukung keberadaan bank syariah. Dan caranya pun tidak memaksa, mereka memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memilih apakah ingin menggunakan perbankan syariah atau tidak. Dan lebih hebatnya lagi, bukan hanya mahasiswa keuangan syariah saja yang menggunakannya, justru mahasiswa dari jurusan akuntansi, manajemen, dan ekonomi pun tak mau ketinggalan. Walau mereka, baik yang muslim dan nonmuslim, tidak berada di jurusan syariah, jangan dikira semangat-semangat menggerakkan roda ekonomi syariah mereka pun begitu kuat. Sebuah kesadaran nurani untuk mewujudkan Indonesia yang lebih adil dan bermartabat melalui ekonominya yang adil dan rasional.
Rasa syukur pun aku panjatkan, betapa tidak. Perbankan syariah yang telah dibuat oleh para yahudi telah membuat ekonomi dunia menjadi ekonomi yang kosong. Jumlah mata uang yang dicetak telah melebihi jumlah cadangan emas sebuah negara. Bagaimana mungkin harga emas ditukar hanya dengan selembar kertas. Dan sistem syariah yang sesuai dengan ketentuan Islam dapat menyelamatkan dunia dari bubble economic development.
Sobat, ini cerita tentang sebuah kampus yang telah berhasil menanamkan ekonomi syariahdengan cara yang baik, bahkan non-muslim menjadi nyaman untuk menggunakannnya. Dalam hati aku berpikir “inikah kampus madani?”.
………
Pagi yang cerah di iringi daun mahoni yang beguguran, dedaun kering pun berjatuhan basah karena hujan yang mengguyur kota petir semalaman. Petugas kebersihan menyapu daundaun kering itu dengan riang seakan sedang bermain. Aura bahagia sangat terasa pada diri mereka. Para mahasiswa yang akan melewati daundaun yang akan disapu pun tampak sopan, mereka sedikit membungkukan badan sembari menyapa petugas kebersihan dengan “misi, Pak”. Sebuah kebiasaan yang sangat baik, mereka benar-benar menghormati setiap orang.
Dalam asyiknya menyaksikan kesopanan mahasiswa itu, pandanganku teralihkan pada pemandangan yang lain. Aku melihat seorang mahasiswa yang memegang bungkus bekas makanan sembari berjalan. Aku pun menjadi bertanya dalam hati “mengapa tidak dibuang aja sampahnya”. Mata ku mengikuti mahasiswa itu berjalan, hingga ia membuang sampahnya pada tempat sampah bertuliskan “sampah anorganik”. Pemandangan yang sangat cantik, seorang mahasiswa rela memegang cukup lama seonggok sampah demi membuangnya di tempat sampah khusus untuk plastik. Ia rela melewati beberapa tempat sampah yang organik untuk menjaga kualitas lingkungan kampusnya. Atau dengan kata lain -saya berpikir- jiwa kampus yang berwawasan lingkungan bukan lagi sekedar pembangunan infrastruktur melainkan sudah menjadi kebiasaan hidup dari mahasiswa.
Langkahku pun berlanjut ke arah program studi tempat aku mengajar, sambil memandangi beberapa majalah dinding di kampus. Tempat mahasiswa menempelkan publikasi kegiatannya. Aku memperhatikan dengan seksama, tiada ada lagi saling meniban atau merusak publikasi kegiatan lain. Semua tersusun dengan sangat baik sehingga orang-orang dapat membaca dan menyerap informasi dengan sangat baik.
Aku juga memperhatikan tidak ada propaganda gelap yang isinya berupa provokasi yang cenderung desktruktif. Bisa jadi memang aspirasi sudah bisa di sampaikan dengan baik kepada yang bersangkutan atau yang bertanggung jawab, sehingga tidak perlu lagi ada “surat kaleng” atau “kampanye gelap” yang hanya menggangu ketentraman mahasiswa.
Langkahku pun terhenti di depan lift program studi ku. Dan aku pun kembali memandang sekeliling sembari merenungkan kembali makna kampus madani. Dan aku pun menyimpulkan,
“kampus madani bukan hanya sekedar keadaan dimana semua muslim menjalankan ibadah dengan baik, tetapi lebih mendalam dari itu, sebuah keadaan dimana Islam telah diterima oleh semua civitas academica baik muslim dan non-muslim. Islam telah menjadi sistem sosial dari kehidupan kampus.”
………
Kuliah pagi ini adalah kuliah pertama bagiku sebagai seorang dosen. Seperti orang pada umumnya, sesuatu yang pertama selalu penuh gairah. Seperti yang iklan sering sampaikan,kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda. Ya, aku pun ingin menyiapkan kuliah pertama dengan baik, memberikan kesan yang baik bagi mahasiswa. Aku datang ke ruang kuliah lebih awal sekitar 15 menit, untuk menyiapkan segala kebutuhan perkuliahan.
Setiba di ruangan, aku segera menyalakan laptop ku, dan memeriksa kembali presentasi perkuliahan yang akan disampaikan. Saat sedang asyik melihat dan mengecek presentasi, seorang mahasiswa datang, “anak mufe nih tampaknya” aku membatin dalam hati seketika setelah melihat tampilannya yang bercelana bahan.
Mahasiswa itu pun menyapa ku dengan senyuman yang tulus, “kuliah manajemen resiko perbankan syariah, bu?”
Aku terkaget menjawab,”iya, silahkan duduk, saya menyiapkan laptop dan infocus dulu ya”
Tetapi mahasiswa ini bukannya duduk, ia justru menghampiri ku seraya berkata pendek “saya bantu ya bu”
Aku pun kaget kembali, “makasih yaa, saya atur laptop saya dulu”.
Sambil ia mengatur infokus ia pun bertanya pada saya “bu sentia ? yang dulu pernah aktif di SHINE FSI FEUI dan FoSSEI?????
Aku menjawab dengan senyum, “iya, saya Rahma Suci Sentia jurusan akuntansi konvensional, hooo, iya kabarnya saya aktif di organisasi yang katanya Rumah Ukhuwah Kita, hehee” aku menjawab setengah bercanda
Mahasiswa tersebut berkata kembali , “wah bu, saya pernah membaca buku ibu, ternyata sekarang orangnya jadi dosen saya” ia berkata bersamaan dengan ia mencolokkan kabel infokus ke laptop ku
“aku pun tersenyum”.. pembicaraan kami pun berakhir dengan mulai berdatangannya mahasiswa ke kelas. Aku memperhatikan mahasiswa barusan duduk di barisan terdepan dan bergegas menyiapkan buku catatannya.
Aku pun memulai kelas ini dengan memperkenalkan diriku sebagai seorang dosen muda yang baru mengajar. Tak kusangka, beberapa dari mereka tampak mengenalku –setidaknya namaku-, “mungkin mereka aktivis mahasiswa atau penggiat ekonomi syariah di kampus”.
“perkenalkan nama saya Rahma Suci Sentia dulu pernah seperti Anda semua jadi mahasiswa di FE, saya angkatan 2009, ada pertanyaan untuk sesi kenalannya?”
Seorang mahasiswi di barisan tengah mengacungkan tangan dan bertanya, “S2 dan S3 nya dimana bu?”
“saya kebetulan mengambil MA Islamic Finance dan mendapatkan kesempatan visiting research di Al-Azhar University Cairo dan Oxford University, Inggris, ini baru saja selesai bulan lalu, alhamdulillah”. Untuk S3nya doakan saja 1-2 tahun lagi di Program Islamic Studies Al-Azhar Cairo. Tergantung dengan keadaan kampus, ‘jawabku tersenyum penuh semangat.
Seorang mahasiswa di barisan belakang bertanya lagi, “ibu dipanggilnya siapa?”
“panggil Sentia saja atau uni sentia, gak harus dipanggil ibu juga, saya sih santai saja, yang penting kita saling menghormati ya… oke. Kita mulai perkuliahan ya”
Perkuliahan pertama bagi aku tampak cukup menyenangkan, aura mahasiswa yang masih semangat kuliah menjadi energi tersendiri bagi ku dalam menyampaikan ilmu yang pada diriku. Aku memperhatikan dalam kelas, beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang duduk di barisan depan adalah mereka yang tampaknya seorang aktivis dakwah, dan mereka sangat aktif bertanya di kelas, begitu juga teman-teman yang lainnya. Pertanyaan datang bertubi-tubi dan membuat susana kelas sangat dinamis.
Aku kembali berpikir di tengah perkuliahan, “sepertinya semua mahasiswa sudah memahami hakekat mereka sebagai mahasiswa, seorang yang tidak pernah haus untuk mendapatkan ilmu. Memang benar firman Allah yang pertama “bacalah”, memang Allah memerintahkan kita untuk selalu terus menambah ilmu”
“Sobat, kampus madani bukan hanya sekedar tentang simbol-simbol Islam yang terpampang dengan besar, melainkan adanya pembudayaan nilai-nilai Islam kepada seluruh civitas academica, ketika semua mahasiswa –tak pandang bulu baik muslim maupun bukan- memaknai menunut ilmu secara syamil , maka salah satu mimpi kampus madani telah terwujud.”
Pelajaran pun usai dengan energi positif yang terpancar dari mata mahasiswa, mereka tampak sangat bergairah untuk mengikuti perkuliahan. Buat aku pun menjadi modal besar yang setidaknya membuat diri ini semakin percaya diri menjadi seorang pendidik.
Dalam kesibukan merapihkan infokus dan laptop, aku tertarik pada pemandangan yang unik diantara para mahasiswa. Mereka mendiskusikan kembali perkuliahan yang telah disampaikan, dan mereka saling mengecek ulang catatan perkualiahan diantara mereka. Aku melihat seorang muslimah yang berjilbab lebar tampaknya menjadi teladan dalam hal catat-mencatat perkuliahan, ia cukup banyak dikerumuni oleh teman-temanya yang lain.
Aku pun tersenyum dalam hati,”alhamdulillah ternyata para aktivis dakwah sudah memahami pentingnya menjaga kualitas akademik, tentu mereka telah jadi teladan untuk teman-temannya”
………
Siang setelah kuliah pertama aku menaiki tangga menuju lantai tiga gedung program studiku, disana terdapat ruangan kerja untukku. Ruang kerja yang berukuran panjang dan lebar tiga meter. “cukuplah untuk dosen muda”, saya merapihkan ruangan yang akan saya tempati kedepannya. Sebuah komputer sudah tersediakan dengan spesifikasi yang baik, rak buku tersedia, dan aku tinggal memindahkan buku di kardus dan merapihkan ke rak buku. Ku beri sedikit hiasan di dinding ruangan yang baru saja kubeli di toko.
Siang itu aku punya waktu sekitar dua jam sebelum kuliah selanjutnya, dan aku putuskan untuk mengisi waktu itu dengan merapihkan ruang kerja dan bertemu dengan adik-adik Forum Studi Islam FEUI dan SHINE UI yang telah menghubungiku malam sebelumnya. SHINE UI sekarang telah menjadi UKM UI tersendiri, berpisah dari FSI FEUI. Ya, inilah evolusi yang harus dijalanai seiring gencarnya ekonomi syariah yang tidak hanya berpengaruh ke fakultas ekonomi saja. Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas Teknik pun tampaknya ikut berevolusi dengan situasi ini. Keuangan syariah tidak hanya membutuhkan ahli ekonomi syariah, tapi juga SDM hukum bisnis syariah yang kompeten, teknik informasi dan ilmu komputer yang mengerti basis operasionalisasi syariah yang unik dan tidak bisa ditangani oleh para ahli yang tidak mengerti dasar ekonomi syariah. SHINE UI mewadahi mereka semua, penggiat perekonomian syariah Sedangkan untuk FSI FEUI, sebagai ibunya SHINE UI tetap menyokong supply-supply SDM untuk menggiatkan SHNE UI. FSI FEUI fokus pada fungsinya sebagai lembaga dakwah dan belajar islam tanpa harus kehilangan core competence ekonomi syariahnya. Ya, seharusnya kesuksesan orang, kelompok, dan organisasi memang diukur dari seberapa besar dia bisa melahirkan next generation yang jauh luar biasa dari mereka. Dan kita belajar dari FSI FEUI dan SHINE. Kaderisasi SDM mereka yang begitu ciamik hingga tak perlu bajak membajak SDM seperti kisah-kisah di kampus dan bank syariah ketika zaman saya dahulu.alhamdulillah.....
Waktu menunjukkan pukul 12.30, bunyi jarum jam menemani siang itu. Angin berhembus meniupkan pohon-pohon rindang dan memberikan pemandangan indah dai jendela lantai tiga. Dalam lamunan menikmati keindahan, tiba-tiba pint ruangan ku berbunyi, seseorang mengetok pintu tersebut.
“tok tok tok”…”assalamualaikum ni sentia”
“waalaikumsalam, masuk masuk, buka aja pintunya”
“permisi ni, maaf nih ganggu waktunya”
“silahkan silahkan, santai aja.. silahkan duduk, ada yang bisa saya bantu?”
“ini ni, kami berencana membuat seminar di dalam kampus tentang pemuda dan peradaban, kami rencananya ingin mengundang ni sentia sebagai pembicara, kami berharap ni sentia bisa menyampaikan tentang bagaimana dunia internasional memandang perekonomian syariah di Indonesia, dan kesempatan indonesia untuk menjadi bagian dari pemimpin peradaban keuangan syariah dunia”
“acaranya kapan ya ?”
“dua pekan lagi, hari sabtu”
“okelah, saya agendakan insya Allah, oh ya gimana SHINE sekarang ? bagaimana animo mahasiswa dengan isu keuangan syariah dan keterkaitannya bangsa?”
“alhamdulillah ni, sekarang mahasiswa sudah lebih bisa kritis dengan isu perekonoiman bangsa dan keterkaitanya dengan syariah . Mereka sudah bisa menempatkan mimpi mereka menjadi bagian dari pembangunan bangsa. Acara yang akan kita adakan, tahun lalu juga kita adakan dan sekitar 3000 mahasiswa hadir”
“wah mantabb yaa, bentuk gerakan mahasiswa gimana ? masih hobi demo kah ?”
“hehehe, aksi massa sekarang tetap ada ni, cuma lebih rapih dan terencana. Kita bisa buktiin ke masyarakat kalau mahasiswa bisa menyuarakan aspirasi dengan cara yang sopan dan tertib. Gerakan sosial masyarakat juga berkembang, mahasiswa sekarang sangat senang mengikuti semacam K2N mahasiswa, Gerakan UI Mengajar, Desa Binaan, Social act yang membuat mereka lebih dekat sama masyarakat”. Bahkan sekarang kita sudah punya BMT sendiri, hasil kerjasama kita dengan program Bank Mahasiswa FEUI dan desa binaan FEUI.
“wah seneng yaa, coba dari dulu udha seperti ini”
“ya Alhamdulillah ni, kan ini juga berkat efek bola salju kakak angkatan diatas”
“hmhmh bisa aja kamu, oh ya konflik pemikiran gimana di kampus sekarang ? makin seru ?”
“masih ni, tapi sekarang elegan ni perdebatan pemikirannya. Selebihnya kita akrab. Dan kita sudah bisa menerima perbedaan pandangan yang ada. Temen-temen yang pemikirannya Islam juga semakin bisa menebar pemikirannya dengan cara yang elegan sehingga mahasiswa menerimanya dengan sangat baik. Pada akhirnya, kita sadar kalau Islam lahir bukan untuk di paksakan, tetapi untuk disentuh dengan hati”
“hoo, nice… terus sekarang berarti pemikiran ideologi Islam diterima temen-temen?”
“yah begitu ni, mereka bahkan yang non-muslim bisa menerima sistem Islam tidak hanya sekedar melihat sisi ritual ibadah saja, tetapi mereka bisa menerima Islam sebagai sistem tata kehidupan yang komprehensif, akhirnya dengan proses dialekta yang ada. Semakin banyak mahasiswa yang menjadikan Islam sebagai prinsip hidup”
“wah hebat yaa… perjuangan berat ya pastinya, saya dari dulu merindukan yang kayak begini, toh memang pada akhirnya kan Islam itu rahmatan lil ‘alamiin. Saya pikir keadaan sekarang sangat baik, kalo temen-temen udah bisa memandang syiar Islam bukanlah syiar ibadah saja, tetapi syiar pedoman hidup,, okelah… sukses yaa gerakannya”
“siap ni, mohon bimbingannya”
“iya Insya Allah, kabari aja kalo butuh bantuan”
“Sobat, Kampus madani bukan berarti kita mendoktrin Islam secara paksa kepada civitas academica, kampus madani berarti adanya sebuah kebutuhan dan keinginan dari para civitas untuk mengenal Islam dengan kesadaran diri. Pada akhirnya bila Islam kita yakini yang terbaik, Islam dapat menjadi pemersatu dari semua pemikiran yang ada.”
………
Sekitar pukul satu siang aku memasuki ruang kuliah lagi untuk mengajar mata kuliah kedua hari ini. Yah, jadwal perkuliahan kini berbeda sekali dengan jadwal kuliahku yang dahulu. Kini tak ada lagi jadwal yang bentrok dengan jadwal umat muslim sholat. Kuliah sesi 2 berakhir jam 12 dan kuliah sesi 3 dimulai jam 13. Pemahaman mengenai pentingnya mendahulukan kewajiban yang utama dan pertama (mendirikan sholat kepada Pemilik Ilmu Semesta) diatas kewajiban lain (belajar menuntut agama Allah) sepertinya telah menjadi bagian pemahaman civitas. Dan civitas pun mampu mengelolanya agar tidak merugikan pihak manapun termasuk non muslim hingga mereka dapat mengerti. Toleransi antar beragama telah tumbuh subur disini.
Kali ini aku mengajarkan fiqh muamalah ekonomi kontemporer merupakan mata kuliah pilihan bagi mahasiswa jurusan selain jurusan ekonomi syariah. Biasanya hanya para aktivis penggerak utama ekonomi syariah yang berani mengambil mata kuliah ini-untuk skala anak-anak non jurusan syariah, tentunya-.
Aku memulai perkuliahan ini dengan mencoba memaparkan dua buah buku yang sangat fenomenal di bidangnya. Aku mencoba mengajak peserta kuliah untuk berpikir tentang urgensi dasar bermuamalah.“coba kita ekstraksi pemiikiran kita, apakah muamalah yang kuat bertujuan untuk membuat stabilitas ekonomi, atau ekonomi yang kuat untuk membentuk muamalah yang kuat”
Seorang mahasiswa menjawab, “ pada dasarnya keduanya berkaitan, saling berdampak satu sama lain, tetapi saya berpendapat bahwa muamalah yang baiklah lah yang akan menentukan stabilitas ekonomi”.....................
Jawaban mahasiswa tersebut di balas dengan pendapat lain dari seorang mahasiswi, “tetapi bukannya pembangunan ekonomi yang baik akan berdampak pada kelanggengan muamalah rakyat yang ada di bangsa?, jadi ekonomi yang memainkan muamalah itu sendiri”.........................
Seorang mahasiswi mengacungkan tangan dan langsung menyampaikan pendapatnya, “Ekonomi sekarang tidak bisa dipisahkan dari prinsip muamalah, karena ekonomi sendiri adalah bagian dari muamalah. Ibaratnya ibu dan anak. Dan.........................................
Seorang mahasiswa lain tak ketinggalan ingin berpendapat, kali ini ia menggunakan pendekatan Islam yang mencoba mensintesakan semuanya...............................................................................................................................................................................................................................................
Aku pun hanya mampu terperangah melihat luasnya wawasan yang dimiliki oleh mahasiswa-mahasiswi ku, dan aku hanya mampu memberikan komentar “aplaus dulu untuk pendapat kita semua, sangat cerdas”. Dan para peserta kuliah merespon dengan memberikan aplaus untuk mereka sendiri.
Mata kuliah ini memberikan sebuah kacamata baru bagi diriku, bahwa memang ternyata pemikiran Islam bila disampaikan dengan data dan fakta dan tentunya bukti yang relevan akan menjadikannya sebagai sebuah pemikiran yang bisa di terima oleh siapapun. Dari sebuah mata kuliah yang sedang aku ajar, ternyata pemikiran Islam mampu memberikan sebuah sentuhan yang dapat diterima oleh banyak orang.
Aku menjadi terpikir, bila semua aktivis mampu mengaitkan Islam dengan kompetensi akademik yang dimiliki atau isu yang sedang beredar di masyarakat, tentu akan menjadi sebuah nilai tambah tersendiri bagi syiar Islam yang dilakukan di kampus. Sebagai seorang dosen, aku juga mampu mengarahkan pemikiran mahasiswa kepada pemikiran yang Islami. Tetapi tentunya aku butuh banyak belajar agar pengiringan opini ini tidak menjadi doktrin, melainkan sebuah pemikiran yang memang bisa diterima oleh banyak orang.
“Sobat, Kampus Madani tercermin dari teladan para da’i nya dalam menjalankan kehidupan di kampus. Ia menjadi teladan dan panutan secara sikap, ia menjadi inspirator atas pemikirannya dan ia berusaha memanfaatkan segala kondisi dan situasi untuk menyebarkan nilai Islam yang sangat komprehensif”
……….
Sore hari menjelang, aku masih punya sebuah agenda lagi setelah ashar, mengisi kelompok mentoring mahasiswa tingkat lanjut. Aku sangat bersyukur masih di izinkan untuk memiliki binaan yang masih muda. Dan sore ini, akan jadi pertemuan perdana untuk kelompok binaan ku ini.
Senja mulai terasa, mentari pun tampak turun ke peraduannya, aku menikmati kampus ku di sore hari sembari mengenang masa-masa empat tahun sebagai mahasiswa. Sangat ingat di benakku saat kami mahasiswa mendatangi boulevard kampus, lalu mengkampanyekan ekonomi syariah melalui Gerakan Sedekah Seribu Sehari, mengirimkan surat resmi ke rektorat disertai hasil penelitian mengenai keinginan mahasiswa untuk disegerakan dual system pembayaran civitas akademika di kampus –sistem konvensional dan tentunya syariah-, bahkan memulai BMT sederhana pertama di sekre FSI untuk para mahasiswanya. Dan kini, usah riak-riak kecil itu sudah tidak lagi menjadi iringan saja, ia telah membentuk simfoni kehidupan nyata dan menguasai ruh-ruh gerakan di kampus ini.
Sembari jalan, mata ku tertarik untuk melihat sebuat poster sebuah acara yang bertajuk “BMT, fondasi peradaban Indonesia”, kegiatan ini di adakan oleh sebuah unit bernama interfaith. Aku berpikir, “ini seperti unit lintas agama, dulu banyak teman-teman pernah ingin mengibangsasi semacam ini, Cuma dulu sangat sulit”. Aku tertarik dengan unit ini dan tema yang mereka angkat, dan setelah bertanya-tanya ke mahasiswa yang kutemui di jalan, aku jadi mengetahui dimana sekretariat dari unit tersebut.
Aku menghampiri sekretariat unit tersebut di pusat kegiatan mahasiswa yang mana terdapat puluhan unit mahasiswa yang memiliki sekretariat disana. Di depan sekretariat unit interfaith terdapat tulisan “sahabat, mari kita bersama membuat Indonesia Tersenyum”. Aku melihat beberapa mahasiswa di selasar sekretariat mereka, ada seorang muslimah berjilbab, ada seorang yang berwajah tiongkok, ada seorang pria nasrani yang tampak religius, dan beberapa mahasiswa lain dengan aura agama yang berbeda.
Aku memperkenalkan diri dan menanyakan siapa ketua unit ini, dan ternyata seorang muslimah berjilbab lebar inilah ketua dari unit ini, saya dipersilahkan untuk duduk dan akhirnya kita berdiskusi bersama-sama dengan para mahasiswa lain yang tergabung di unitinterfaith.
“Perkenalkan saya sentia, dulu saya Akuntansi FEUI 2009, sekarang jadi dosen di sini”, saya memulai pembicaraan
“wah ibu sentia ya?Ya, saya sering membaca tulisan ibu tentang keuangan syariah terutama tentang pergerakannya di isu ekonomi rakyat menengah ke bawah dan ibu dulu juga penggiat di kampus, kan”, jawab ketua unit tersebut
“saya hanya terseyum”. “Oh ya saya mau tanya-tanya tentang unit ini boleh? Saya tertarik dengan unit ini, kok bisa terbentuk? Bagaimana mulanya?”terus tema yang kalian angkat di poster itu “BMT, fondasi peradaban Indonesia”,hmhm membuat saya semakin penasaran dengan unit in.
Seorang yang beragama hindu menjawab, “mas saya gede, jadi begini mas awalnya ini di inisiasi oleh unit agama islam, mereka mengajak unit agama lain untuk bersama-sama membuat kegiatan bakti sosial. Dari situ lah diskusi tentang agama dan toleransi berkembang”
Penjelasan gede dilanjutkan oleh victor seorang nasrani, “ya mbak, kami setelah itu mulai banyak diskusi tentang lintas agama, bukan untuk mencari perbedaan dan menimbulkan konflik tetapi untuk mencari kesamaan yang bisa membuat kita bersatu”
“kami meyakini bahwa saatnya kita hidup bersama dalam sebuah tujuan yang untuk membangun Indonesia, indonesia membutuhkan kesatuan semua umat beragama, dan dari unit ini kami mencoba mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersatu dan bekerja untuk bangsa”, dilanjutkan oleh ketua unit interfaith.
Aku bertanya kepada mereka, “jadi apa saja kegiatannya?”
Salah seorang dari mereka menjawab “kegiatannya banyak dalam bentuk seminar, kampanye sosial dan kegiatan bakti masyarakat dan salah satunya menggiatkan isu BMT untuk ekonomi sosial masyarakat”. Apalagi kami telah melihat perkembangan efek BMT yang nyata dari dalam kampus maupun di luar kampus, contohnya saja BMT UI sekarang yang telah memberdayakan masyarakat sekitar kampus hingga kampung Lio,dekat terminal .
Pembicaraan diantara kami berlanjut hingga membahas berbagai hal yang terkait mengenai kesatuan umat beragama dan pembangunan Indonesia. Aku sangat senang tentunya melihat keberadaan unit ini, sehingga lingkungan kampus tidak perlu ada friksi antar agama lagi, dan tentunya bisa menjadi contoh bagi umat beragama di Indonesia.
Saat aku akan meninggalkan sekretariat, aku diantara oleh dua orang anggota unit tersebut, keduanya muslim. Mereka bertanya padaku, “mbak dulu pernah aktif di lembaga dakwah FEUI kan ?”
Saya menjawab, “iya dulu pernah di FSI FEUI, kok tahu?”
“iya mbak sentia kan ? wah mbak, ini unit sebenarnya ide dari temen-temen lembaga dakwah di kampus, mbak kita mencoba ingin mengenalkan sistem Islam, dan pola pikir Islam ke temen-temen yang non-muslim juga. Dan
Alhamdulillah dengan pendekatan yang persuasif, kita para aktivis bisa meyakinkan bahwa Islam adalah agama terbuka dan siap menerima perbedaan”. Apalagi dengan intrik ekonomi yang semakin pelik, ekonomi syariah datang dengan keaplikatifan menyelesaikannya tahap demi setahap tapi dengan langkah pasti untuk ekonomi bangsa yang lebih baik bukan terkhusus untuk umat islam saja. Inilah uniknya dan tentunya membuat mereka tertarik dan tergerak dengan contoh nyata kebermanfaaatan islam yang lebih nyata.
Aku tersenyum lebar mendengar penjelasan dari mereka, aku sangat bersyukur menjadi saksi atas kerja keras para aktivis dakwah dalam membangun mimpi kampus madani. Sambil berjalan menuju masjid kampus, aku pun tersenyum bahagia.
“Sobat, kampus madani adalah sebuah lingkungan yang penuh dengan nilai Islam di dalamnya. Ketika Islam bisa diterima oleh semua orang bahkan yang berbeda agama, mereka menikmati dan hidup bersama dalam kepemimpinan Islam di kampus”
…………
Mesjid Ukhuwah Islamiyah, disinlah agendaku selanjutnya. Tampak masih banyak muslim yang tetap di masjid untuk membaca Qur’an atau diskusi santai dengan teman-temannya sehabis melaksanakan shoat ashar. Masjid benar-benar telah menjadi tempat untuk beraktivitas, masjid lebih dari sekedar tempat ibadah ritual saja, melainkan sudah menjadi pusat dari diskursus tentang peradaban.
Sore ini aku akan mengisi sebuah kelompok mentoring, sebuah lingkar peradaban, buat ku ini adalah embrio peradaban Islam yang terus berkembang setiap waktunya. Seiring dengan bertambahnya jumlah mahasiswa yang peduli akan Islam dan Dakwah Islam. Dalam senandung tilawahku, seseorang menepuk pundakku dan menyapa, “uni sentia?”
Saya menjawab, “ya saya sentia”
Beliau kembali berkata “ni, kita yang mau mentoring sama uni, saya yang tadi malam menghubungi uni melalui sms”
“oh iya, yuk kita ke koridor masjid saja biar lebih tenang”
“iya kak, apa nih ni untuk tema mentoring perdana kita”
Sebuah pertanyaan yang dulu pernah aku tanyakan juga kepada mentor ku saat masih kuliah, seperti yang telah aku sampaikan Sobat, aku selalu bersemangat untuk sesuatu yang pertama, dan dengan tegas dan penuh senyum aku menjawab pertanyaan tersebut dengan,
“dari kampus madani menuju Indonesia madani”
………..
Sobat, ini mimpi ku Sobat. Sebuah mimpi yang kucoba tuliskan untuk Sobat-Sobat semua muslim dan musliamh siapapun itu yang tergerak untuk menyebarkan indahnya islam.Bukan insan yang sholeh sendiri dan berislam sendiri tapi insan sholeh sosial. Meraka yang menyebarkan, menggerakkan islam dalam segala aspek kehidupannya, yang bergerak tanpa lelah dan berjuang penuh makna. Yakinlah Sobat, keberadaan kampus madani adalah salah satu langkah untuk mewujudkan Indonesia yang madani.
Sobat ini mimpi ku. Hmhmh bukan. Inilah mimpi kita. Tentu kamu dan anda akan menjadi bagian dari kita bukan??Kita yang memiliki mimpi yang sama yang akan menjadi nyata by design not by accident!!
Ekonomi Adil
Dari Kampus Madani
Untuk Indonesia yang Madani…
…………………………
Di kamar sederahana nan menentramkan di Asrama Tiara, PPSDMS NF
Tepat Ditengah Bulan Hijriyah pukul 10:10
Rahma Suci Sentia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar