Persepsi setiap manusia mengenai kesejahteraaan sebagai tujuan pencapaian hidup berbeda-beda. Dalam literatur ilmu ekonomi konvensional disimpulkan bahwa tujuan manusia memenuhi kebutuhannya atas barang jasa adalah untuk mencapai well-being (kesejahteraan). Ilmu ekonomi menjelaskan apakah yang disebut keadaan sejahtera, bagaimana keadaan yang dapat disebut sejahtera, apa syarat dan kriterianya, dan bagaimana mencapainya. Sayangnya, kesejahteraan dalam ekonomi konvensional acapkali dikaitkan dari perspektif materialisme dan hedonisme negatif.
Contohnya, sistem kapitalisme yang mengedepankan kebebasan individu dan perspektif materialistik yang dalam prakteknya cenderung mengabaikan aspek moral, spiritual, rasional, sosiologi, psikologi, dan lainnya. Pemilik modal dianggap sebagai satu-satunya pemilik harta tanpa adanya hak orang lain yang melekat didalamnya. Individu tersebut berbuat apa saja dalam memaksimalkan keuntungan mulai dari sistem bunga sampai margin trading( transaksi dengan volume besar tetapi modal kecil) tanpa harus merasa terikat dengan tanggung jawab sosial. Win-loose atau zero-sum games-lah yang dikedepankan.
Ekonomi syariah - di luar negeri hanya dikenal dengan istilah sebagai ekonomi islam-lahir sebagai solusi. Dalam makalahnya berjudul, Ethics of Economiy as Bridge Between Western Ethicof Reason and Islamic Thinking, Phill Peter Schmiedel menilai, diterapkan prinsip ekonomi islam yang bermoral dan beretika dalam berbisnis bukan berarti meng-Islamkan dunia. Menurutnya digunakan ekonomi islam hanya untuk mengeneralisasikan nilai etika dan norma objektif dalam islam sebagai pedoman mencapai falah (kebahagiaan di dunia dan akhirat). Nilai-nilai yang berasal dari dua sumber utama yaitu Quran dan Hadist dan bersifat universal yang berlaku bagi umat manusia dimanapun dan kapanpun. Buktinya, sekarang perkembangan bank berbasis sistem islam di negara-negara nonislam yang menganut kapitalis ataupun sosialis telah berkembang pesat, seperti Bank of Whittier,California. Fakta lain terlihat saat krisis global melanda yang menurunkan kinerja keuangaan .Di saat bank-bank dan pasar saham komersial tunggang langgang karena penurunan labanya, bank syariah justru tidak mendapatkan dampak yang signifikan (hanya turun 1,8%).
So, landasannyanya saja jelas lalu kenapa tanya “kenapa ekonomi islam” lagi? (Sumber: Majalah Sharing edisi 34 Thn IV Oktober 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar