Senin, 07 Januari 2013

Pemuda, Sustainable Entrepreneur, Kemandirian Bangsa


    Pemuda, Sustainable Entrepreneur, Kemandirian Bangsa
    Oleh Rahma Suci Sentia
    Diskursus mengenai peran pemuda dalam membangun sebuah negara tidak akan pernah dikenal habisnya. Pepatah “pemuda masa kini adalah pemimpin masa depan” tampak sudah mendarah daging dalam segala bentuk perjuangan pemuda di mana pun ia berada. Ketika pemuda ia berkarya, berjuang dan berkorban untuk negara, dan ketika ia semakin matang dan dewasa, negara memberikan kesempatan baginya untuk mengabdikan diri sebagai “pelayan negara”
    ( Ridwansyah Yusuf)

    KETIKA membicarakan pemuda dan ekonomi Indonesia, serasa ada secercah harapan tertopang atas prospek perekonomian bangsa ini di masa mendatang.

    Akan tetapi, realita dan idealita pemuda sekarang  terasa berbeda dengan fakta yang terjadi pada 28 oktober 1928 nan silam. Ketika itu 71 pemuda dari seluruh Indonesia mendeklarasikan Sumpah Pemuda untuk mengangkat harkat dan martabat hidup Indonesia asli.

    Mereka tidak sekadar bersumpah dan menjadi harapan  semua rakyat. Mereka benar-benar meraih kemerdekaan dan menghapuskan derita rakyat dari penjajahan kolonial. Sumpah mereka bukan sekadar sumpah, tapi harga mati bagi tegaknya sebuah kejayaan dan tekad untuk beraksi. Tidak sekadar simpati.

    Lalu, apa yang sanggup dilakukan pemuda kini ketika harus melihat fakta rakyatnya masih saja tertindas oleh penjajahan elit modern bernama kemiskinan? Apalagi, ditambah fakta pemuda Indonesia justru diprediksi akan menjadi sumber persoalan sosial baru di masyarakat. Ini dikarenakan semakin meningkatnya  tingkat pengangguran dari kalangan pemuda telah  mencapai 60,5 persen (data BPS). Pertanyaannya adalah apakah pemuda seperti ini yang mampu menjadi harapan bangsa dalam menangani kemiskinan?
    Dan seharusnya , pemuda memiliki semangat pergerakan yang membara dalam jiwa. Hal inilah yang sebenarnya menjadi salah satu alasan mengapa pemuda memiliki peran yang penting dalam masyarakat. Karena semangat pergerakan mereka yang jika dilaksanakan dalam rute yang positif akan menciptakan perubahan-perubahan, serta pengaruh dalam masyarakat, sehingga tercipta pula tatanan yang baik. Peran pemuda itu sendiri dapat sebagai subjek penggerak perubahan, pencipta ide kreatif, sekaligus objek yang akan menjadi contoh nyata dalam perubahan tersebut.

    Pemuda dan Sustainable Entrepreneur

    Tak dapat dimungkiri, pasar telah menjadi kekuatan yang paling besar untuk menciptakan kesempatan dan mengangkat orang dari kemiskinan. Akan tetapi,  Indonesia justru kekurangan 4,5 juta pengusaha untuk dilibatkan di dalam pasar. Ini bisa menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pemuda. Setidaknya dengan ini, ada tiga hal yang seharusnya bisa dilakukan oleh pemuda kini.

    Pertama, pemuda  dapat menjadi Sustainable Entrepreneur dan mencetak ideal enterprise dengan menghimpun wirausaha. Dengan begitu, akan tercipta social justice, yakni tiadanya penguasaan kapital di segelintir pihak dengan tanpa empati.
    Sustainable Entrepreneurship menjadi ideal karena menggabungkan konsep Regular, Social and Green Entrepreneurs (Huet(2010) menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Lebh jauh Crals et al dalam Sustainable Entrepreneurship in SMEs. Theory and Practice” [http://inter-disciplinary.net/ptb/ejgc/ejgc3/cralsvereeck%20paper.pdf] menyebutkan

    “….defined sustainable development as the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce, their families, local communities, the society and the world at large as well as future generations.”

    Kedua, pemuda harus meningkatkan kapabilitas dan edukasi dirinya sehingga mampu melahirkan inovasi baru dalam kegiatan produksi sehingga mampu menghasilkan satu pasar ekonomi produktif yang menyejahterakan masyarakat lokal Indonesia.

    HIPMI UI, sebuah Himpunan Pengusaha Muda Universitas Indonesia mengagas ide dan semangat serupa. Bahkan menyodorkan ide dan bukti bahwa pengusaha muda itu seharusnya dlahirkan mengikuti kriteria sebagai berikut, yang selalu kita kenal dengan “Tri Dharma Perguruan Tinggi”.
    1. Pendidikan, artinya menggunakan ilmu yang didapat dikampus dalam bisnisnya.Tidak ada istilah sia-sia dalam belajar di kampus, maka kegiatan bisnis yangdilakukan harus memiliki nilai tambah sesuai dengan studi yang dipelajari
    2. Penelitian membawa semangat continuous improvement dan research dalam perjalanan entrepreneurialnya.
    3. Pengabdian masyarakat pun membentuk mereka tetap beretika, berterima kasihdengan pemberdayaan yang bisa mereka lakukan, baik pegawai maupun lingkungan sekitar.

    Ketiga, pengusaha muda haruslah berkarakter mandiri, konsiten, dan kontekstual. Mandiri berarti adanya tekad untuk membangun dan menjaga kemandirian keuangan. Konsisten dibuktikan dengan tetap berpegang teguh pada visi–misi pemberdayaan masyarakat miskin dan terpinggirkan. Kontekstual berarti hadir untuk menjawab kebutuhan dan mengantisipas tantangan dan peluang yang ada.
    Pemuda Indonesia sebagai arsitek dan pemimpin masa depan Indonesia, pemuda bukan hanya penonton yang hanya bisa bertepuk tangan. Pemudalah  yang akan mendesain masa depan negeri ini, karena masa depan negeri ini akan di isi oleh pemuda masa kini, jangan sampai pemuda mengizinkan generasi tua merusak karpet merah yang akan pemuda isi dengan penuh integritas dan cinta akan tanah air.
    Pemuda harus bisa merencanakan apa yang terbaik untuk negeri di masa mendatang, bukan sekedar pengikut tanpa memiliki pendirian yang kuat. Harta dan Tahta tidak cukup untuk membayar idealisme pemuda, maka pemuda juga harus membuktikan dengan maha karya besar untuk negeri. Pemuda dan desain penguasaha muda berjiwa Sustainable Entrepreneur adalah salah satu desainnya.

    Dengan begitu, kelak ketika membicarakan pemuda dan ekonomi Indonesia, bukan lagi sekadar secercah harapan saja yang timbul. Tetapi, rakyat bisa menyaksikan bahwa harapan itu telah tegak menjadi sebuah kejayaan rakyat.

    Ini Tantangannya di era globalisasi!!! Ilmu, Amal, dan Iman
    Di era globalisasi ini, masih saja bahkan sangat banyak yang mempertanyakan kemampuaan pemuda untuk tetap mampu bersaing dalam kompetensi dengan modal ilmu, amal, dan iman. Modal ini telak dibutuhkan Sustainable Entrepreneur. Karena jika seseorang sudah membulatkan tekad kepada ketiga modal tersebut, jelaslah profesionalisme berbalut  idealisme yang akan menjadi sumber segala tindakannya.
    Globalisasi bagi sebagian orang adalah malaikat yang membuat mereka tampak lebih canggih dan lebih keren, bagi yang lain ia seperti hantu yang siap menerkam semua  yang dimiliki seseorang. Masa ini “ tidak ada” lagi yang dapat dirahasiakan karena “dunia ada dikamar kita”. Melihat flasback tentang asal muasal globalisasi, paling tidak ada empat hal yang menjadi sumber kelahirannya, yakni teknologi, pasar, kerjasama, dan regulasi. Teknologi membuat semua orang menjadi semakin pintar, semakin tahu, semakin modern.
    Satu negara dijadikan pasar segar bagi negara lain yang justru membuat negara penikmat produk barang dan jasa tersebut menjadi semakin dimanjakan dan tidak mampu mengembangkan produk yang sebenarnya mereka mampu buat sendiri. Kini, pasar barang kita dijajah oleh Cina. Bukan hanya produknya tapi juga tenaga kerja China kini mulai menguasai pasar Indonesia.  Apakah karena kita (pemuda) bodoh? Atau sebenarnya kita pintar tapi kita yang tidak tahu akan kepintaran kita. Atau justru kita selama ini belum memanfaatkannya. Padahal  Allah sangat menyukai apabila seseorang mengerjakan pekerjaan dengan optimal, baik, dan sempurna (itqan/ excellent/ cemerlang).
    Pemuda harus belajar profesioanal sekarang dan mengerti standardisasi karena disinilah letak kalah kita dibanding kelompok lain. Terutama para the next Sustainable Entrepreneur. Bukan hanya itu, selain profesioanal maka sebagai pemuda yang baik kerja keras dan jujur harus manmade “makanan”utama pemuda. Profesioanal sesungguhnya bukan berarti hanya kerja pintar tanpa perjuangan,



Tidak ada komentar:

Posting Komentar