Meraih Makna Seorang Pemimpin
HAMDANA EKA PUTRI
Menjadi pemimpin bukanlah hal yang
mudah. Banyak orang yang mengaitkan kepemimpinan dengan jabatan atau posisi.
Seseorang disebut pemimpin jika ia memiliki jabatan penting baik itu di
organisasi, pekerjaan, atau di bidang lainnya. Lantas, apakah benar kepemimpinan
hanyalah soal jabatan dan posisi? Sesederhana itukah? Tentu saja jawabannya
tidak karena ada hal besar di balik kata pemimpin.
Menurut saya, terdapat tiga poin
penting yang saya yakini tentang kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan adalah
tentang mempengaruhi. Menurut Bandell
(1930), kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain supaya mereka dapat
mengerjakan apa yang diharapkan. Selain itu, Startle (1951), mengungkapkan
bahwa pemimpin itu dapat dianggap sebagai individu yang memiliki pengaruh positif
melalui tindakannya terhadap orang lain. Selanjutnya, Tannenbaun, Weschler, dan
Massank (1961) mengartikan kepemimpinan sebagai pengaruh interpersonal yang
dipraktekkan dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi. Dari
ketiganya dapat kita lihat bahwa kepemimpinan itu adalah segala sesuatu yang
bersifat mempengaruhi; mempengaruhi orang lain untuk memiliki visi dan mimpi
bersama kemudian menjalankan upaya-upaya tertentu untuk mencapai mimpi
tersebut. Jika dicerna baik-baik, hal ini menjadi poin yang amat penting dari
kata kepemimpinan. Jika seorang
pemimpin tidak memiliki kapasitas untuk mempengaruhi orang lain, lalu,
bagaimana impian itu akan tercapai?
Masyarakat Indonesia tentu sangat
mengenal pahlawan bangsa yang bernama Bung Tomo. Beliaulah yang dulu melahirkan
semangat juang di kalangan pemuda, salah satunya dengan pidato hebatnya sebagai
berikut:
“Saudara-saudara
rakyat Surabaya.
Bersiaplah! Keadaan genting.
Tetapi saya peringatkan sekali lagi,
jangan mulai menembak.
Baru kalau kita ditembak,
maka kita akan ganti menyerang mereka itu.
Kita tunjukkan bahwa kita itu adalah orang yang benar-benar ingin merdeka.
Dan untuk kita saudara-saudara,
lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap,
merdeka atau mati.
Dan kita yakin, Saudara-saudara,
akhirnya, pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita.
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah, Saudara-saudara!
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!”
Bersiaplah! Keadaan genting.
Tetapi saya peringatkan sekali lagi,
jangan mulai menembak.
Baru kalau kita ditembak,
maka kita akan ganti menyerang mereka itu.
Kita tunjukkan bahwa kita itu adalah orang yang benar-benar ingin merdeka.
Dan untuk kita saudara-saudara,
lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap,
merdeka atau mati.
Dan kita yakin, Saudara-saudara,
akhirnya, pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita.
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah, Saudara-saudara!
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!”
Sebelumnya, pergerakan untuk melawan para penjajah
tidak berada dalam satu gerakan. Tiap-tiap daerah memperjuangkan nasib daerah
sendiri. Akan tetapi, hadirnya para pejuang muda, yang salah satunya dipimpin
oleh Bung Tomo, dapat kembali mempersatukan pemuda Indonesia untuk berjuang
bersama merebut kemerdekaan. Bukan
hanya untuk kemerdekaan daerah, tapi untuk kemerdekaan satu Nusantara, tanah
air Indonesia.
Kehadiran Bung Tomo memberi pengaruh
besar terhadap semangat para pemuda untuk bersatu padu dan berjuang bersama
tanpa terpecahkan lagi oleh kepentingan pribadi. Begitulah idealnya seorang
pemimpin. Seorang pemimpin dapat membuka pikiran kaum yang dipimpinnya sehingga
ide-idenya bisa diterima secara demokratis. Ketika idenya diterima, ia juga
mampu memberikan pengaruh kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk bergerak
mewujudkan ide-ide tersebut.
Ketika saya diberi amanah untuk
memimipin Departemen Pengabdian Masyarakat di BEM FIK UI, saya selalu
mengutarakan bahwa Indonesia membutuhkan kami yang tergabung di Departemen
Pengabdian Masyarakat. Saya selalu yakin langkah kecil yang kami lakukan akan
sangat berarti bagi bangsa Indonesia. Mimpi-mimpi untuk Indonesia kemudian
tidak hanya menjadi mimpi saya, tetapi juga menjadi mimpi kita bersama. Hal ini
menjadi dasar bagi kami untuk bersama-sama mencapai mimpi tersebut. Ketika
semangat orang yang dipimpin menurun, menjadi tanggung jawab seorang pemimpin
untuk kembali membuat semangat itu meluap. Ketika semangat itu luntur, saya
berusaha menyulut semangat itu kembali lewat kata-kata, lewat puisi seperti
yang pernah saya buat di bawah ini.
Beruntungnya
mengenal kalian, kawan. Laskar Pengabdian
Seribu mimpi kan
kulukis bersama kalian.
Seribu mimpi kan ku
gapai bersama kalian
Aku
bukan siapa-siapa.
Bukan insan yang dengan dengan
tangannya sendiri bisa mengubah dunia
Aku bukan manusia perkasa
Bukan makhluk luar
biasa yang mengubah Indonesia dengan peluhku sendiri
Tapi aku punya
kalian, kawan
Yang kusebut
keluarga kecilku yang luar biasa
Yang menjadi tawa di
saat sedihku
Yang menjadi obat di
tengah sakitku
Yang menjadi embun
di kala dahagaku
Kawan, mimpi ini bukan mimpiku
sendiri
Tapi mimpi kita, mimpi yang akan
kita ukir dan kita gapai bersama
Bersama kalian, kawan.
Barisan juang akan kembali rapat
Nyala api akan kita sulut
Hingga Indonesia, negeri kita, tanah
kita, jiwa raga kita
Menjadi
terang dan merdeka seperti apa yang kita impikan.
Tidakkah kau lihat,
kawan, Indonesia masih bersedih.
Tidakkah kau dengar,
kawan, di sudut sana Indonesia menangis.
Lihatlah sejenak
wajah Indonesia, kawan.
Indonesia masih
lusuh, masih kumuh, masih suram.
Dengarkan sejenak,
kawan
Di sudut sana, anak
jalanan berteriak, “Tolong kami!”
Di sudut sana,
balita gizi buruk merengek, “Kami lapar…”
Kita memang bukan pahlawan bangsa
yang terukir dalam sejarah negeri
Kita memang bukan pejuang yang
bersenjatakan bambu runcing
Kita Laskar Pengabdian, dengan
langkah kecil akan menghapus duka negeri
Jangan biarkan lelah melemahkan
semangat juang kita, kawan
Demi Indonesia, demi Indonesia, demi
Indonesia.
Melalui
puisi ini saya berusaha menumbuhkan kembali semangat untuk memberikan
kontribusi terbaik. Meskipun puisi ini tidak seindah pidato Bung Tomo, tetapi
puisi ini dapat melejitkan kembali semangat kawan-kawan di departemen saya
untuk kembali mencapai visi yang telah kami buat.
Kedua, pemimpin adalah mereka yang bisa mengggabungkan
mimpi bersama. Menurut Cowley (1928),
pemimpin adalah individu yang memiliki rencana dan program yang dibangun
bersama anggota kelompok untuk bergerak dan mencapai tujuan dengan cara yang
pasti. Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk mengerjakan apa
yang diharapkan. Namun, bukan berarti pemimpin kemudian memanfaatkan orang lain
untuk mengerjakan apa-apa yang menjadi impian pribadinya. Orang yang seperti
ini lebih pantas disebut penjajah. Lalu, bagaimana dengan pemimpin? Di sini lah
bedanya pemimpin dengan penjajah. Seorang pemimpin tidak hanya memperjuangkan
mimpi pribadinya, akan tetapi juga memperjuangkan mimpi bersama. Pemimpin boleh
jadi mempengaruhi orang lain, tetapi tidak serta merta mengutamakan kepentingan
pribadinya di atas kepentingan bersama. Seorang pemimpin bertanggung jawab
mengumpulkan semua mimpi orang-orang yang dipimpinnya untuk kemudian disusun
menjadi mimpi bersama yang biasa dikenal dengan sebutan visi.
Ketiga,
pemimpin adalah orang yang mau terus belajar menjadi lebih baik. Setiap orang
adalah pemimpin. Akan tetapi, tidak setiap orang memiliki kapasitas
kepemimpinan yang sama. Pemimpin adalah cerminan dan panutan bagi orang-orang
yang dipimpinnya. Wajar jika pemimpin sering diidentikkan dengan seseorang yang
terbaik dan tersempurna. Akan tetapi, pemimpin bukanlah Tuhan yang Maha
Sempurna. Tidak dapat dipungkiri bahwa seorang pemimpin juga memiliki
kekurangan-kekurangan dalam dirinya.
Saya bukanlah orang yang terlahir
dengan bakat kepemimpinan. Sampai saat ini pun masih banyak karakteristik
seorang pemimpin yang belum saya miliki. Misalnya saja, kemampuan manajemen
waktu yang masih belum baik. Ketika saya diamanahi untuk memimpin suatu bidang
di suatu organisasi, saya pun berpikir panjang, apakah saya layak menjadi
seorang pemimpin?
Pada
dasarnya, semua orang pasti memiliki kekurangan. Namun, di balik setiap
kekurangan pasti ada kelebihan yang harus dioptimalkan. Apabila kita diberi
amanah, orang yang memberi amanah pastinya tidak sembarangan dalam memilih.
Tentu ada hal dalam diri kita yang menjadikan kita layak untuk memimpin.
Pemimpin hendaknya mengenali dirinya, potensi yang ia miliki, dan segala
kekurangannya. Ketika memiliki kekurangan, maka pemimpin yang baik akan terus
mengevaluasi dan memperbaiki diri. Ketika saya menyadari bahwa manajemen waktu
adalah kekurangan saya, saya kemudian belajar untuk mengatur waktu dengan lebih
baik. Hingga saat ini, saya terus belajar memperbaiki diri untuk menjadi
pemimpin yang lebih baik.
Pemimpin
haruslah mereka yang berpikir fungsional (fungsi) dan bukan struktural
(jabatan). Fungsi inilah yang kemudian akan kita pertanggungjawabkan kelak
kepada para pemangku kepentingan. Tiga poin di atas adalah makna pemimpin yang
saat ini saya pahami. Masih banyak makna pemimpin lain yang harus saya gali.
Memimpin bukan hal yang sederhana, tapi yang terpenting adalah terus berusaha
dan belajar menjadi pemimpin yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar