Sabtu, 16 Maret 2013

Meraih Makna Seorang Pemimpin


Meraih Makna Seorang Pemimpin


HAMDANA EKA PUTRI


Menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah. Banyak orang yang mengaitkan kepemimpinan dengan jabatan atau posisi. Seseorang disebut pemimpin jika ia memiliki jabatan penting baik itu di organisasi, pekerjaan, atau di bidang lainnya. Lantas, apakah benar kepemimpinan hanyalah soal jabatan dan posisi? Sesederhana itukah? Tentu saja jawabannya tidak karena ada hal besar di balik kata pemimpin.
Menurut saya, terdapat tiga poin penting yang saya yakini tentang kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan adalah tentang mempengaruhi.  Menurut Bandell (1930), kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain supaya mereka dapat mengerjakan apa yang diharapkan. Selain itu, Startle (1951), mengungkapkan bahwa pemimpin itu dapat dianggap sebagai individu yang memiliki pengaruh positif melalui tindakannya terhadap orang lain. Selanjutnya, Tannenbaun, Weschler, dan Massank (1961) mengartikan kepemimpinan sebagai pengaruh interpersonal yang dipraktekkan dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi. Dari ketiganya dapat kita lihat bahwa kepemimpinan itu adalah segala sesuatu yang bersifat mempengaruhi; mempengaruhi orang lain untuk memiliki visi dan mimpi bersama kemudian menjalankan upaya-upaya tertentu untuk mencapai mimpi tersebut. Jika dicerna baik-baik, hal ini menjadi poin yang amat penting dari kata kepemimpinan. Jika seorang pemimpin tidak memiliki kapasitas untuk mempengaruhi orang lain, lalu, bagaimana impian itu akan tercapai?
Masyarakat Indonesia tentu sangat mengenal pahlawan bangsa yang bernama Bung Tomo. Beliaulah yang dulu melahirkan semangat juang di kalangan pemuda, salah satunya dengan pidato hebatnya sebagai berikut:
“Saudara-saudara rakyat Surabaya.
Bersiaplah! Keadaan genting.
Tetapi saya peringatkan sekali lagi,
jangan mulai menembak.
Baru kalau kita ditembak,
maka kita akan ganti menyerang mereka itu.
Kita tunjukkan bahwa kita itu adalah orang yang benar-benar ingin merdeka.
Dan untuk kita saudara-saudara,
lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap,
merdeka atau mati.
Dan kita yakin, Saudara-saudara,
akhirnya, pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita.
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah, Saudara-saudara!
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!

Sebelumnya, pergerakan untuk melawan para penjajah tidak berada dalam satu gerakan. Tiap-tiap daerah memperjuangkan nasib daerah sendiri. Akan tetapi, hadirnya para pejuang muda, yang salah satunya dipimpin oleh Bung Tomo, dapat kembali mempersatukan pemuda Indonesia untuk berjuang bersama merebut kemerdekaan. Bukan hanya untuk kemerdekaan daerah, tapi untuk kemerdekaan satu Nusantara, tanah air Indonesia.

Kehadiran Bung Tomo memberi pengaruh besar terhadap semangat para pemuda untuk bersatu padu dan berjuang bersama tanpa terpecahkan lagi oleh kepentingan pribadi. Begitulah idealnya seorang pemimpin. Seorang pemimpin dapat membuka pikiran kaum yang dipimpinnya sehingga ide-idenya bisa diterima secara demokratis. Ketika idenya diterima, ia juga mampu memberikan pengaruh kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk bergerak mewujudkan ide-ide tersebut.
Ketika saya diberi amanah untuk memimipin Departemen Pengabdian Masyarakat di BEM FIK UI, saya selalu mengutarakan bahwa Indonesia membutuhkan kami yang tergabung di Departemen Pengabdian Masyarakat. Saya selalu yakin langkah kecil yang kami lakukan akan sangat berarti bagi bangsa Indonesia. Mimpi-mimpi untuk Indonesia kemudian tidak hanya menjadi mimpi saya, tetapi juga menjadi mimpi kita bersama. Hal ini menjadi dasar bagi kami untuk bersama-sama mencapai mimpi tersebut. Ketika semangat orang yang dipimpin menurun, menjadi tanggung jawab seorang pemimpin untuk kembali membuat semangat itu meluap. Ketika semangat itu luntur, saya berusaha menyulut semangat itu kembali lewat kata-kata, lewat puisi seperti yang pernah saya buat di bawah ini.

Beruntungnya mengenal kalian, kawan. Laskar Pengabdian
Seribu mimpi kan kulukis bersama kalian.
Seribu mimpi kan ku gapai bersama kalian

Aku bukan siapa-siapa.
            Bukan insan yang dengan dengan tangannya sendiri bisa mengubah dunia
            Aku bukan manusia perkasa
Bukan makhluk luar biasa yang mengubah Indonesia dengan peluhku sendiri
Tapi aku punya kalian, kawan
Yang kusebut keluarga kecilku yang luar biasa
Yang menjadi tawa di saat sedihku
Yang menjadi obat di tengah sakitku
Yang menjadi embun di kala dahagaku

            Kawan, mimpi ini bukan mimpiku sendiri
            Tapi mimpi kita, mimpi yang akan kita ukir dan kita gapai bersama
            Bersama kalian, kawan.
            Barisan juang akan kembali rapat
            Nyala api akan kita sulut
            Hingga Indonesia, negeri kita, tanah kita, jiwa raga kita
Menjadi terang dan merdeka seperti apa yang kita impikan.
Tidakkah kau lihat, kawan, Indonesia masih bersedih.
Tidakkah kau dengar, kawan, di sudut sana Indonesia menangis.
Lihatlah sejenak wajah Indonesia, kawan.
Indonesia masih lusuh, masih kumuh, masih suram.
Dengarkan sejenak, kawan
Di sudut sana, anak jalanan berteriak, “Tolong kami!”
Di sudut sana, balita gizi buruk merengek, “Kami lapar…”
            Kita memang bukan pahlawan bangsa yang terukir dalam sejarah negeri
            Kita memang bukan pejuang yang bersenjatakan bambu runcing
            Kita Laskar Pengabdian, dengan langkah kecil akan menghapus duka negeri
            Jangan biarkan lelah melemahkan semangat juang kita, kawan
            Demi Indonesia, demi Indonesia, demi Indonesia.

            Melalui puisi ini saya berusaha menumbuhkan kembali semangat untuk memberikan kontribusi terbaik. Meskipun puisi ini tidak seindah pidato Bung Tomo, tetapi puisi ini dapat melejitkan kembali semangat kawan-kawan di departemen saya untuk kembali mencapai visi yang telah kami buat.
   Kedua, pemimpin adalah mereka yang bisa mengggabungkan mimpi  bersama. Menurut Cowley (1928), pemimpin adalah individu yang memiliki rencana dan program yang dibangun bersama anggota kelompok untuk bergerak dan mencapai tujuan dengan cara yang pasti. Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk mengerjakan apa yang diharapkan. Namun, bukan berarti pemimpin kemudian memanfaatkan orang lain untuk mengerjakan apa-apa yang menjadi impian pribadinya. Orang yang seperti ini lebih pantas disebut penjajah. Lalu, bagaimana dengan pemimpin? Di sini lah bedanya pemimpin dengan penjajah. Seorang pemimpin tidak hanya memperjuangkan mimpi pribadinya, akan tetapi juga memperjuangkan mimpi bersama. Pemimpin boleh jadi mempengaruhi orang lain, tetapi tidak serta merta mengutamakan kepentingan pribadinya di atas kepentingan bersama. Seorang pemimpin bertanggung jawab mengumpulkan semua mimpi orang-orang yang dipimpinnya untuk kemudian disusun menjadi mimpi bersama yang biasa dikenal dengan sebutan visi.
   Ketiga, pemimpin adalah orang yang mau terus belajar menjadi lebih baik. Setiap orang adalah pemimpin. Akan tetapi, tidak setiap orang memiliki kapasitas kepemimpinan yang sama. Pemimpin adalah cerminan dan panutan bagi orang-orang yang dipimpinnya. Wajar jika pemimpin sering diidentikkan dengan seseorang yang terbaik dan tersempurna. Akan tetapi, pemimpin bukanlah Tuhan yang Maha Sempurna. Tidak dapat dipungkiri bahwa seorang pemimpin juga memiliki kekurangan-kekurangan dalam dirinya.
Saya bukanlah orang yang terlahir dengan bakat kepemimpinan. Sampai saat ini pun masih banyak karakteristik seorang pemimpin yang belum saya miliki. Misalnya saja, kemampuan manajemen waktu yang masih belum baik. Ketika saya diamanahi untuk memimpin suatu bidang di suatu organisasi, saya pun berpikir panjang, apakah saya layak menjadi seorang pemimpin?
   Pada dasarnya, semua orang pasti memiliki kekurangan. Namun, di balik setiap kekurangan pasti ada kelebihan yang harus dioptimalkan. Apabila kita diberi amanah, orang yang memberi amanah pastinya tidak sembarangan dalam memilih. Tentu ada hal dalam diri kita yang menjadikan kita layak untuk memimpin. Pemimpin hendaknya mengenali dirinya, potensi yang ia miliki, dan segala kekurangannya. Ketika memiliki kekurangan, maka pemimpin yang baik akan terus mengevaluasi dan memperbaiki diri. Ketika saya menyadari bahwa manajemen waktu adalah kekurangan saya, saya kemudian belajar untuk mengatur waktu dengan lebih baik. Hingga saat ini, saya terus belajar memperbaiki diri untuk menjadi pemimpin yang lebih baik.
   Pemimpin haruslah mereka yang berpikir fungsional (fungsi) dan bukan struktural (jabatan). Fungsi inilah yang kemudian akan kita pertanggungjawabkan kelak kepada para pemangku kepentingan. Tiga poin di atas adalah makna pemimpin yang saat ini saya pahami. Masih banyak makna pemimpin lain yang harus saya gali. Memimpin bukan hal yang sederhana, tapi yang terpenting adalah terus berusaha dan belajar menjadi pemimpin yang lebih baik.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar