UKM dikembangkan Lembaga Keuangan Syariah, Bisakah?
Persoalan besar yang dihadapi perbankan Indonesia adalah Jumlah Dana Pihak ketiga (DPK) masih jauh lebih besar dibanding kredit yang disalurkan. Akhirnya, perbankan menggunakan kelebihan likuiditasnya untuk hal yang tidak berdampak langsung pada pengembangan sektor riil. Ini menunjukkan disintermediasi perbankan Indonesia dalam menyalurkan kredit UKM (www.bi.go.id).
Kenapa pelaku usaha sktor riil tidak bisa memanfaatkan semaksimal mungkin kelebihan dana yang ada di perbankan? Alasannya, karena lembaga perbankan Indonesia belum bisa menjangkau seluruh pengusaha mikro yang ada di daerah-daerah khususnya pedalaman sedangkan UKM tidak mampu mengakses pembiayaan dari perbankan.
Kini, saatnya perbankan syariah menjadi gardu depan dalam membuka akses pelaku UKM. Akan tetapi, tak ayal perbankan syariah akan menghadapi kesulitan dalam pengimplementasiaan ide tersebut berkenaan dengan infrastruktur yang terdominasi di kota dan belum menjangkau pedalaman. Solusinya, perbankan harus menjalin kerjasama dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), baik yang berbentuk Baitul Mal wat Tamwil (BMT), Koperasi Pondok Pesantren (Kopontern), Koperasi Unit Desa (KUD), Kopersi Sekolah, Koperasi Simpan Pinjam. Apalagi saat ini para pelaku UKM sudah mulai memiliki kesadaran yang tinggi untuk berorganisasi termasuk di LKM sendiri sehingga memudahkan perbankan untuk menjalin kerjasama dengan mereka.
Prinsip dasar dari kerjasama antara perbankan syariah dan LKM untuk membiayai permodalan UKM adalah semangat pemberdayaan dan semangat mencari keuntungan.. Perbankan syariah wajib membantu pelaku usaha mikro dalam mengelola LKM untuk kepentingan mereka sendiri sedangkan pelaku UKM membantu lembaga syariah guna membuka akses di kawasan pedesaaan. Prinsip ini merombak paradigma bahwa kegiatan pemberdayaan tidak bisa dilakukan perusahaan yang mencari untung, sebagaimana LSM tidak bisa mencari keuntungan layaknya swasta.
Lembaga syariah dapat mengembangkan berbagai program inovatif dalam mengembangkan LKM. Contohnya, melakukan pemberdayaan terhadap LKM sehingga LKM mempunyai manajemen dan pembukuan dan standar perbankan yang mapan. Setelah itu, perbankan syariah bias merekomendasikan program pemerintah seperti Kredit Usaha Tani atau Kredit Ketahan Pangan. Jika sudah mantap, perbankan bisa menyalurkan likuiditasnya bahkan bisa mengangkat LKM sebagai anak cabang sehingga memudahkan pengembangan akses perbankan syariah.
Dana yang dialokasikan bank syariah tidak akan menguap tapi akan digulirkan yang sksn berdampak jangka panjang yang signifikan terhadap perekonomian nasional dan bank bersangkutan. Jika tiap tahun, masing-masing bank mengalokasikan 1 milyar untuk pembaerdayaan lima LKM dalam lima tahun maka ribuan bonafit LKM akan lahir yang berguna dalam ekspansi perbankan syariah serta memakmurkan UKM.
Kenapa mesti lembaga syariah? Hal ini didasari bahwa perbankan syariah sangat megerti dan memahami seluk beluk pembiayaan sehingga mempunyai legitimasi yang kuat melakukan pelatihan LKM. Sayang sekali jika ilmu yang dimiliki kalangan perbankan syariah tidak mengalir pada pelaku LKM yang membutuhkan. Apalagi sistem bagi hasil/risiko perbankan syariah sangat cocok bagi UKM.
So, jika perbankan syariah ingin berkembang pesat , ia harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan menapakkan sayap di sektor UKM adalah salah satu cara terjitu.(Sumber: Haji Nur Syamsi Nurlan , SH.2006.Revitalisasi Perbankan Syariah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar