Hari ini, disebuah koran langgananku terdapat sebuah berita yang berbeda dari pada biasanya-biasanya di penuhi dengan berita "alangkah (lucunya) negriku ini bertatajuk Petani Bebas Utang dari tasikmalaya. Sebuah goodnews dari negeri ini yang kurindukan kehadirannya dalam tulisan harian ini. Hal yang membuat saya takjub adalah petani-petani yang dimaksud bukanlah mereka yang lepas dari lilitan utang lantaran meminjam dana dari lembaga keuangan. Sawah seluas 0.25 hektar mampu mengantarkan meeka untuk membeli rumah seharga 70 juta, membeli dua unit motor yang harganya 14 juta per unit, dan tabungan lebih dari 20 juta.
Betapa kayanya mereka sebagai seorang petani dengan kekayaan sebesar itu. lalu, apakah trik dari semuanya jika bukan karena pinjaman atau dana warisan keluarga. semua tercipta karena suatu sistem yang tepat pada tempatnya. para petani tasik tersebut berjuang mengeelola sawah mereka sendiri dengan metode tradisonal tanpa bahan kimia dan pemaksaaan panen. Dan hasilnya, walaupun seringkali panennya tidak sesering mereka yang konservatif,hasil yang mereka hasilkan patuu dicap berkualitas ISO.Mereka bertahan dengan cara yang memang seharusnya dilaksanakan.
Mendapati semua ini, saya menjadi menganalisa bahwa tak ada sesuatu yang sulit jika masalah yang dihadapi dengan cara yang seharusnya dalam bingkai pragmatis.
dana seandainya perekonomian, sebagai masalah yang bikin ruwet bangsa ini, ditangani dengan syariah, apakah akan ada perubahan pada bangsa ini?
Jika seandainya setipa aliran dalam agama dan meletakkan konflikdan persaudaraan dalam tempet berbeda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar