Rabu, 01 Juni 2016

Hajat Ummat terhadap Ulama, Dan Bagaimana Peran Keluarga Dakwah dalam Melahirkannya

Hajat Ummat terhadap Ulama, Dan Bagaimana Peran Keluarga Dakwah dalam Melahirkannya
by Ustadz Faris Jihady

Bingkai Berfikir
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
إن العلماء ورثة الأنبياء، إن الأنبياء لم يورثوا ديناراً ولا درهماً إنما ورثوا العلم فمن أخذه أخذ بحظ وافر. رواه الترمذي وغيره وصححه الألباني.
"sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Mereka (para nabi) tidaklah mewariskan dinar dan dirham, namun mereka mewariskan ilmu. Sesiapa yang telah mengambilnya maka dia telah mengambil bagian yang cukup"
عبد الرَّحْمَن بن عبد الله بن مَسْعُود يحدث عَن أَبِيه قَالَ: سَمِعت النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُول: «نضر الله امْرأ سمع منا شَيْئا فَبَلغهُ كَمَا سمع، فَرب مبلغ أوعى من سامع».
قَالَ أَبُو عِيسَى: هَذَا حَدِيث حسن صَحِيح.

"semoga Allah menyinari wajah orang yang telah mendengar dari kami (nabi) kemudian menyampaikannya sebagaimana yang ia dengar. Betapa banyak penerima pesan lebih paham daripada pendengar pertama"

Memahami Kedudukan Ulama

Kebutuhan umat kepada ulama, merupakan kebutuhan yang sangat mendesak dan mendasar, layaknya kebutuhan tubuh pada air, pada udara.

Kedudukan para ulama telah diketahui dan dimaklumi oleh umumnya manusia, cukuplah bahwa Allah telah menjadikan mereka sebagai saksi atas keesaan Allah, beriringan dengan kesaksian para malaikat;

شهد الله أنه لا إله إلا هو والملائكة وأولوا العلم قائما بالقسط

Ini menjadi bukti keutamaan, kedudukan, dan kredibilitas mereka di sisi Allah, terlebih di kalangan orang-orang beriman.

Patut digarisbawahi bahwa keutamaan para ulama tidaklah diraih karena sebab dzat individu mereka, namun tersebab apa yang mereka pikul berupa pengetahuan dan penegakan syariat Allah, dan apa yang telah mereka simpan dalam dada mereka berupa sunnah nabiNya. Karena itu, mereka adalah para penyampai pesan wahyu Allah yang terpercaya, sekaligus penegak hujjah kepada seluruh manusia.

Mereka pula pembela sunnah dan penegaknya, karena itu kemuliaan kedudukan mereka merupakan hal aksiomatis yang semestinya diterima oleh siapapun yang mengaku beriman kepada Allah. Karena penegakan tugas kemanusiaan berupa ibadah kepada Allah takkan bisa diketahui kecuali melalui jalan mereka.

Sebab itulah mereka disebut para pewaris para anbiya', karena mereka mewarisi tugas abadi itu, penyampai pesan dari Allah, penegak syariat dan hujjah kepada ummat manusia, meskipun wahyu telah berhenti. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kebutuhan kepada para ulama, layaknya kebutuhan kepada para nabi.

Dari titik inilah dapat disimpulkan komitmen untuk terus mencetak para ulama, kemudian membuat ummat ini lekat dan setia pada petunjuk mereka adalah jaminan 'ishmah (keterjagaan) dan keselamatan dari perangkap utama penyimpangan manusia; syahwat dan syubhat.

Penghormatan kepada ulama merupakan konsekuensi logis dari penghormatan kepada ilmu. Tabiat ilmu adalah mesti dipelajari secara bertahap, sistematis dan metodologis. Di masa salaf perhatian kepada persoalan ini begitu tinggi. Dalam tataran implementasi, ini dibuktikan dengan adanya kesadaran kolektif di masa salaf dan setelahnya untuk melakukan mobilitas tinggi lintas territorial dan geografis  untuk menuntut ilmu (Ar Rihlah fi thalabil 'ilmi). Dalam rangka untuk mencetak para ulama' dan mewariskan risalah misi kenabian dari generasi ke generasi. Serta menjaga agar tidak sembarang orang berbicara dalam masalah keilmuan dan menjaga umat ini dari terjangan syubhat dan syahwat.

Abdullah ibn Mas'ud berkata:
"umat ini tetap dalam kebaikan selama  mereka mengambil ilmu dari ahli ilmu mereka yang terperaya, jika mereka mengambil ilmu dari orang-orang kecil (jahil) niscaya akan celaka".

Memahami nash-nash terkait

Dengan demikian, berdasarkan dalil-dalil yang shahih dari AlQur'an dan Sunnah yang disebutkan dalam muqaddimah. Dapat dipahami bahwa keberadaan orang-orang yang mendedikasikan kehidupannya bagi ilmu (para ulama) merupakan;
-       Faridhah syar'iyyah (kewajiban syar'iat) di mana secara eksplisit Allah memerintahkan di dalam surat yang identic dengan perintah jihad (surat AtTaubah) untuk adanya orang yang tidak perlu berangkat perang, namun memenuhi misi tafaqquh fiddin (mendalami agama) agar ada mekanisme peringatan terhadap masyarakat "liyundziru qaumahum". Selain juga berfungsi untuk menjaga agar perjuangan jihad orang beriman dikawal oleh ilmu dan bashirah, bukan hanya semangat saja.
-       Fadhilah rabbaniyah (keutamaan dari Allah) sekaligus fadhilah nabawiyah. Di mana setelah terputusnya wahyu dari kehidupan manusia secara langsung, maka para ulama lah yang mewarisi tugas menyambungkan antara kehidupan manusia dengan kehendak langit (wahyu.
-       Taurits mafahim (pewarisan pemahaman); yaitu: boleh jadi pendengar ilmu yang mendengar pertama kali, tidak begitu memahami maksud dari ilmu yang tersampaikan. Namun begitu si pendengar menyampaikannya kepada orang yang dikaruniai kecerdasan dan kepahaman oleh Allah, maka si penerima ilmu berikutnya dapat memahami maksud syariat yang terkandung dalam ilmu tersebut.

Keluarga Dakwah = Keluarga Ilmu

Tak kurang begitu banyak contoh dari sejarah hidup para tauladan, di mulai dari kehidupan manusia terbaik Muhammad SAW, kemudian diikuti oleh para sahabat, dan salafussaleh.

Aisyah ra istri nabi adalah salah satu perawi hadits terbanyak dari Rasulullah saw, tak kurang 2000 hadits ia riwayatkan. Setelah Rasulullah wafat –ia yang ditakdirkan tidak dikaruniai anak- menjadi guru hukum syariat bagi generasi sahabat dan tabi'in yang tidak sempat bertemu dengan Rasulullah. Jika dilihat dalam literatur rijal hadits (perawi hadits), perawi terbanyak yang mendengar dari Aisyah ra adalah Urwah bin Zubair yang merupakan keponakan kandung Aisyah ra.

Di kemudian hari Urwah bin Zubair di kalangan tabi'in dikenal sebagai salah satu 7 fuqaha terkemuka di Madinah sebelum munculnya generasi 4 Imam Mazhab.

Salah satu faqih terkemuka lain dari fuqaha saba'ah (7 fuqaha) generasi tabi'in bernama Rabi'ah ArRa'yi yang merupakan guru utama Imam Malik ibn Anas (pelopor mazhab Maliki). Rabiah dilahirkan dari seorang ayah pejuang yang berjihad ke negeri yang jauh, sebelum pergi ia menitipkan uang kepada istrinya, Ibunda Rabi'ah yang sedang mengadung Rabi'ah. Sekian tahun ayahanda Rabi'ah kemudian pulang menemukan di sebuah masjid seorang anak muda mengajarkan ilmu dan berfatwa, ia pun tak menyangka bahwa anak muda tersebut adalah anaknya.

Ibunda Imam Syaf'I lah yang membawa ia dari tanah kelahirannya Gaza menuju Hijaz, lalu kemudian menghadapkannya kepada Imam Malik ibn Anas untuk mengambil hadits  di usia yang sangat belia.

Beberapa abad setelah mereka ada keluarga Taimiyah, yang melahirkan sang kakek Abul Barakat Majduddin ibn Taimiyah, mufti mazhab Hanbali di negeri Syam yang memiiki anak Abdul Halim ibn Taimiyah faqih mazhab, kemudian lahir cucu sang Reformis, Pemikir, Faqih Besar di abad 7 Hijriyah, Ahmad Taqiyuddin ibn Taimiyah Syaikhul Islam.

Apa resepnya?

Pada sosok Abdullah ibn Abbas, sepupu Rasulullah saw, penafsir terbaik AlQur'an. Ia memiliki resep ringkas yang menjadi rahasia dari kecerdasan dan ketinggian ilmunya –setelah taufiq dari Allah- ia pernah ditanya;
أنى لك هذا العلم؟ dari mana engkau dapatkan ilmu ini?
Beliau menjawab:

قلب عقول، ولسان سؤول
Hati yang terus berpikir, dan lisan yang terus bertanya.

Kesimpulan

Dapat digarisbawahi beberapa karakteristik utama keluarga dakwah yang melahirkan para ulama

-       Orientasi kepala keluarga yang berfokus pada ilmu untuk menegakkan agama
-       Keluarga (anak-anak) lah orang pertama yang paling berhak untuk mewarisi ilmu
-       Membangun tradisi ilmiah dengan berpikir, bertanya, belajar, dan mengajar

Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar